Friday, May 24, 2019
Sunday, May 12, 2019
Filsafat Ilmu
PENDAHULUAN
Ilmu filsafat
dikalangan mahasiswa-mahasiswa selain mereka yang mengambil bidang filsafat itu
sendiri khususnya mahasiswa yang mentakhasuskan dirinya untuk mendalami bahasa
arab dan keindahannya menganggap filsafat adalah pelajaran yang sangat
memusingkan, kata-kata disetiap tema, bab dan judulnya bermain-main di bagian
otak kami yang bernama wernicels untuk menerima, menyerap dan mengantarkan
informasi-informasi tersebut kedalam broca.
Namun tidak dipungkiri sebagai ilmuan, pendidik,
magister, para ahli dibidang ilmu pengetahuan harus mengetahui, mempelajari dan
memahami apa itu filsafat, khususnya filsafat ilmu yang sedang kita bahas ini. Logika
sederhananya bagaimana kita akan mengajarkan dan menyampaikan sebuah ilmu baik secara
lisan maupun tulisan tetapi kita tidak mengerti apa hakikat ilmu sebenarnya,
bagaimana konsep ilmu itu diterapkan, apa metode-metode yang harus digunakan,
dan tahapan sejarah keilmuan itu berkembang. Bagaimana proses pendapatan ilmu
pengetahuan kita dari lahir hingga sekarang; dari hanya bisa menangis sampai
bisa mengais ilmu dan pemanfaatannya.
Filsafat yang
oleh para filsufnya menyatakannya sebagai induk ilmu. Sebab, dari filsafatlah
ilmu-ilmu modern dan kontemporer itu berkembang, sehingga manusia dapat
menikmati kelezatan buahnya ilmu, yaitu teknologi. Yang mana teknologi sangat
membantu kita dalam melaksanakan pembelajaran. Sehingga kita berkesimpulan bahwa
mempelajari dan mencermati jalan pemikiran para filsuf dan meletakkannya
sebagai bahan analisis untuk memecahkan masalah kehidupan yang berkembang dalam
kehidupan adalah hal yang konkrit, sejauh pemikiran itu sesuai dengan agama dan
relevan dengan situasi kondisi yang kita hadapi.
Ilmu pengetahuan
dari zaman nabi Adam AS sampai zaman modern sekarang ini sudah melejitkan
dirinya sebagai roket yang mempunyai penerbangan yang sangat tinggi. Ilmu
pengetahuan bak samudra yang memiliki debit air yang tak terhitung, yang mana
kita manusia hanya mengetahuinya sedikit sekali dari pada itu. Dengan seumur
kita saat ini ilmu yang kita ketahui hanya bagaikan seruas jari kelingking bilamana
kita masukkan kedalam samudra yang memiliki kedalam air yang sangat dalam.
Itulah ilmu pengetahuan, selalu ada hasrat bertanya yang tertanam dalam memori cortex
motorix kita yang merangsangnya hingga berbentuk pertanyaan; kenapa terjadi, apa
yang terjadi, kenapa harus terjadi, bagaimana mengatasinya dan akhirnya menjadi
suatu ilmu pengetahuan.
Agama Islam
sangat menekankan pentingnya ilmu pengetahuan. Dalam Alqur’an dan Hadist banyak
menerangkan manfaat ilmu, dan menghadiahkan ganjaran yang besar bagi penuntun
ilmu. Disebutkan dalam surah al-Mujadalah ayat 11 “hai orang-orang beriman
apabila kamu dikatakan berlapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya
Allah akan memberi kelapangan untukmu, dan apabila dikatakan: “berdirilah kamu”,
maka berdirilah, niscaya Allah Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman
diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.[1]
Oleh karena itu,
sesulit apapun kata-kata yang harus diserap hebat dalam ilmu filsafat, sesulit
apapun ketika kita hendak mencoba membicarakan hal yang berbau filsafat, tanpa
disadari kita telah berfilsafat. Makin membingungkan? Saya pun merasa hal yang
sama, namun alangkah baiknya kita mulai pembahasan agar kepusingan kita
melahirkan suatu ide, yang insyaallah menjadi pengetahuan yang besar dan
bermanfaat. Seperti yang termaktub di cover buku Menuju Pemikiran Filsafat
karangan Dr. Muhammad In’am Esha “ Siapa yang menguasai pengetahuan, maka ia
menguasai dunia”.
PEMBAHASAN
Ø Definisi
Filsafat Ilmu
Filsafat dan ilmu sangat berkaitan
satu sama lain, karena dari filsafatlah ilmu itu muncul, pola pikir yang
awalnya tergantung pada dewa, lalu diubah pola pikir tergantung pada rasio,
penalaran dengan keinginan yang tinggi untuk mengetahui segala sesuatunya
hingga menghasilkan ilmu, lalu tumbuh pesat dan terbentuklah teknologi.
Dari segi bahasa filsafat dalam
bahasa inggris, yaitu: philosophy, adapun istilah filsafat berasal dari bahasa
Yunani: philoshpia, yang terdiri dari dua kata: philos (cinta) atau philia (persahabatan,
tertarik kepada) dan sophos (hikmah, kebijaksanaan, penuh manfaat, terampil,
intelegensi, pengalaman). Secara etimologi, filsafat adalah cinta kebijaksanaan
atau kebenaran.[2]
Filsafat adalah ilmu yang berfikir
menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat pada tradisi; dogma
serta agama) dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai kedasar persoalan. (Harun
Nasution: 1979). Setiap ilmu pengetahuan ada filsafat yang ikut andil
didalamnya karena fungsi filsafat ialah penyediaan sarana-sarana teoritis untuk
menangani masalah-masalah dan pertanyaan-pertanyaan secara rasional dan
bertanggung jawab, yang disatu pihak terletak diluar kompetensi ilmu-ilmu
pengetahuan khusus, dan dilain pihak sering berpengaruh dalam menentukan
tindakan-tindakan manusia, baik perorangan maupun masyarakat.[3]
Sultan Takdir Alisjahbana
berpendapat bahwa filsafat adalah berfikir dengan insaf. Yang dimaksud dengan
insaf adlah berfikir dengan teliti, menurut atursn yang pasti. Sementara itu,
Deng Fung Yu Lan, seorang filosof dari dunia Timur, mendefinisikan filsafat
adalah pikiran yang sistematis dan refleksi tentang hidup.[4]
Didalam kehidupan, selalu ada
pertanyaaan yang mengusik pikiran kita, dalam hal apapun, ada pertanyaan yang
bisa dijawab dengan satu jawaban saja, namun banyak sekali pertanyaan-pertanyaan
yang membutuhkan banyak jawaban bahkan akan d barengi dengan pertanyaan lagi. Semakin
besar suatu pertanyaan, maka semakin intensif pencarian informasi relevan yang
dibutuhkan untuk menjawabnya. Itulah filsafat, ia mencari sesuatu sampai ke
akar pemasalahan. Cara seperti ini akan menjadikan kehidupan manusia sistematik
dan menjadi lebih lengkap. Karena, diawali dari pertanyaan akan kita temuan
jawabannya. Misalnya dalam pembelajaran bahasa Arab para ahli pendidikan bahasa
Arab akan dapat menjelaskan problematika-problematika yang terjadi dalam
pembelajaran bahasa Arab atau mengapa kini orang-orang lebih tertarik mengikuti
pembelajaran bahasa asing lainnya dibandingkan bahasa Arab, itu pasti bisa
dipecahkan oleh ahli dibidang itu. Ilmu biologi bisa menjelaskan kenapa petai ditanam
tumbuh petai bukan jengkol, mengapa buah jeruk ditanam tumbuh jeruk. Lalu
kadang kita bertanya kenapa kita lahir, apa tujuan hidup kita, apa kewajiban
dalam menjalani kehidupan ini, bagaimana kita melaksanakan kewajiban tersebut,
dan segala fungsi-fungsinya akan kita temukan melalui ilmu pengetahuan. Bahkan
wahyu yang pertama turun kepada nabi besar kita Muhammad SAW adalah surah
al-alaq ayat 1-5, dimana dalam surat tersebut memerintahkan kita membaca. “Bacalah,
dengan menyebut nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah Menciptakan manusia
dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang maha pemurah, yang mengajar
manusia dengan perantraan kalam, Dia mengajar manusia apa yang tidak
diketahuinya.” Bacalah apapun yang ada dikehidupan ini agar mendapatkan
suatu ilmu pengetahuan, itulah pesan yang ingin disampaikan Tuhan.
Banyak sekali makna yang
dalam ilmu pengetahuan, dalam bahasa Arab saja yang dimaksud ilmu adalah
ma’rifah, hikmah, “allama syaia” mengetahui dan meyakini sesuatu. “’allama
syaia wa bihi” merasakan.[5] Dalam bahasa indonesia
diartikan dengan knowledge, dan dalam bahasa Inggris ilmu biasa diartikan
dengan science. Namun ada sedikit pertentangan makna dari segi bahasa Arab,
dalam bahasa Arab arti science hanya bagian kecil dari knowledge, agar
pengertian menurut bahasa Arab dan Inggris tadi tidak berbenturan maka arti
ilmu kita satukan menjadi knowledge saja.
Oleh karena itu, kita dapat
mengatakan bahwa pengetahuan filsafat diawali dengan pemisahan subjek-objek,
demikian pula dengan ilmu, ilmu bisa dijadikan judgement pada awalnya,
tetapi akan ada jawaban ketika pengetahuan kebenaran itu diberikan kesempatan
untuk berfikir secara logis itu terbuka.
Ø Ruang
Lingkup dalam Filsafat Ilmu
Dahulu orang mengambil air untuk
kehidupan sehari-hari dibawah bukit. Orang-orang melakukan perjalanan yang
sulit mengambil air, turunan yang tajam, pendakian pun memerlukan tenaga
ekstra, sangat menyulitkan. Kemudian mereka berfikir untuk melakukan sesuatu
yang memudahkan mereka dalam mengambil air, terpikirlah untuk membuat sumur
didekat rumah masing-masing.
Membuat sumur memerlukan ilmu, cara
menggali, metode apa untuk menggali dan apa yang harus digunakan dalam
penggalian, semua membutuhkan ilmu, setelah pembuatan sumur telah ditemukan,
orang merasa masih menyulitkan mereka karena sumur sangat dalam, terpikirlah
mereka untuk membuat pompa air agar air lebih mudah diambil, pompa air
digerakkan dengan tangan, lama kemudian orang merasa penat untuk memompa
menggunakan tangan, dan terciptakan mesin yang bisa menggerakkan air agar air
bisa otomatis naik keatas dengan bantuan listrik, tinggal buka kran lalu air
keluar. Ilmu memudahkan kehidupan.
Dari cerita diatas, diketahui
bahwasanya dari berfilsafatlah ilmu berkembang. Jika diumpakan dengan sebuah
pohon filsafat ilmu adalah akar dari ilmu pengetahuan yang lain. Ia kokoh
mempertahankan kelangsungan batang-batang pohon ilmu yang lain hingga pucuknya.
Dalam filsafat ilmu tidak bisa dijauhkan dari 3 aspek yang sangat erat ikatan
mereka, bersatu padu satu sama lain untuk menghasilkan sebuah hasil. Yaitu ontologi,
epistomologi dan aksiologi.
Ontologi membicarakan hakikat (segala
sesuatu); ini berupa pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu.[6] Untuk mengetahui hakikat
segala sesuatu adalah dengan menggunakan akal. Kata al’aql , arti
awalnya ialah tali, alat pengikat. Nabi muhammad SAW berkata: i’qil wa
tawakkal, ikat untamu lalu tawakkal. I’qil dari kata al’aql. Dengan
akal manusia berfikir, Alqur’an memuat cukup banyak ayat-ayat tentang keharusan
berfikir, dalam satu ayat yang merangsang pembacanya untuk menyelidiki alam,
seperti “Apakah tidak perhatikan, bagaimana unta diciptakan, atau langit
ditinggikan...”.[7] Akal
bekerja berdasarkan suatu cara yang tidak begitu kita kenal, yang biasa disebut
logika, dengan berfikir secara mendalam, tentang suatu yang abstrak, lalu
menjadi konkret. Sebagaimana hakikat tadi akal berusaha mengetahui dan
menyatakan sesuatu adalah sesuatu, karena itu adalah sebuah prinsip. Untuk
mengetahui hakikat tersebut menggunakan tiga cara yaitu refleksi, radikal, dan
integral.
Refleksi; manusia menangkap objeknya secara
intensionalitas dan sebagai hasil dari proses tersebut, dan keseluruhan nilai
dan makna yang diungkapkan manusia dari objek-objek yang dihadapinya. Radikal;
(radix:akar) yaitu dengan mencari pengetahuan sedalam-dalamnya, sampai ke akar.
Integral; yaitu melalui kecendrungan memperoleh pengetahuan yang utuh
sebagai suatu keseluruhan, dan melihat sesuatu bukan dari satu sisi saja, tapi
dari berbagai sisi. Contoh dalam pembelajaran bahasa Arab yang sering kita
temukn permasalahan dalam menciptakan pembelajaran yang menyengangkan, dengan cara
ketiga tadi dapat kita temukan cara mengatasi hal-hal yang menghambat itu dan
menjadikan proses pembelajaran yang Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan
Menyenangkan (PAIKEM); agar terciptanya peserta didik yang bukan hanya senang
ketika belajar, tetapi juga mereka dapat hasil yang baik dan mengembangkan
potensi mereka lebih maju lagi.
Epistimologi dalam filsafat ilmu adalah
cara berfikir untuk mengetahui metode apa yang akan digunakan dalam
menyelesaikan suatu persoalan atau sesuatu tersebut. Epistimologi meliputi
sumber, sarana, dan tatacara, untuk menggunakannya sebagai pencapaian
pengetahuan (ilmiah). Biasanya dalam proses ini akan ditemukan perbedaan dalam
memilih tatacara untuk melaksanakan sarana tersebut, karena perbedaan kemampuan
otak seseorang, dan pengalaman yang telah didapat. Oleh karena itu munculah
model-model epistemologi seperti: rasionalisme, empirisme, kritisme, atau
rasionalisme kritis, positivisme, dan sebagainya.
Aksiologi adalah mengetahui manfaat atau
kegunaan dari ilmu. Yang membicarakan tentang orientasi atau nilai suatu
kehidupan.[8] Manfaatnya yang bisa
diambil dari berbagai aspek, semakin banyak aspek yang terjangkau oleh suatu
ilmu maka ilmu itu pasti lebih banyak ditekuni dan diikuti. Ahmad Tafsir dalam
bukunya yang berjudul Filsafat Ilmu (2012) dia menguraikan maksud dari
aksiologi dengan dua hal, pertama kegunaan pengetahuan filsafat dan kedua cara
filsafat menyelesaikan masalah.[9] Saya akan mencoba
menjelaskannya dengan pemahaman saya.
1. Kegunaan
Pengetahuan Filsafat
Orang umum dengan yang ahli
dibidangnya pasti berbeda pandangan terhadap suatu ilmu, sebagai yang awwam
akan sedikit ‘memicikkan’ sebelah mata dalam memandang ilmu yang bukan
digelutinya, misalnya orang-orang akan beranggapan belajar belajar bahasa Arab
bukan dinegeri arab tidak ada gunanya, toh tidak bisa digunakan dalam kehidupan
sehari-hari, tapi bagi kami yang menggeluti bidang bahasa Arab ini merasa sangat
menyenangkan bila kami mengetahui suatu, suatu informasi, melalui bahasa yang
semua orang tidak tahu. Semua ilmu adalah penting, apapun bidangnya, karena
semua hal yang akan memperoleh manfaat dari ilmu itu. Pandangan hidup setiap
orang boleh berbeda, tapi ketahuilah setiap kehidupan, setiap ilmu pengetahuan
ada keunikan masing-masing, itulah philosophy of life.
2. Cara
Filsafat menyelesaikan Masalah
Dalam kehidupan, setiap masalah
adalah bumbu penyedapnya, bumbu yang menjadikan hidup ini lebih nikmat dan
berwarna-warni, yang tentu saja lebih nikmat lagi jika masalah tersebut bisa
terselesaikan dan dapat memetik hikmah dibalik masalah tersebut. Aksiologi ilmu
meliputi nilai-nilai yang bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap
kebenaran atau kenyataan sebagaimana yang kita temukan dikehidupan ini. Menurut
Mohammad Abid ilmu pengetahuan itu hanya alat (means) dan bukan tujuan (ends).
Substansi ilmu itu bebas dari nilai (value-free), tergantung pada pemakainya.
Karena itu, sangat dikhawatirkan dan berbahaya jika ilmu dan pengetahuan yang
sarat dengan muatan negatif dikendalikan ke orang-orang yang berakal sempit,
picik, dan sektarian; berjiwa kerdil, kumuh, da jahat, bertangan besi dan
kotor.
Jadi menurut saya ontologi, epistimologi,
dan aksiologi adalah kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, kalau boleh saya
analogikan 3 aspek tersebut bagaikan iman, ilmu dan amal. Jika pincang salah
satu dari 3 aspeknya, maka ilmu pengetahuan yang dihasilkan tidak akan
sempurna.
Ø Problem-problem
Filsafat Ilmu
Saya mengutip problem-problem
filsafat ilmu ini dari makalah yang saya temukan dari blog seorang teman.[10] Dalam perjalanan
mempelajari suatu ilmu, masalah filsafat ilmu telah dibahas oleh beberapa
tokoh, diantaranya: Cornelius Benjamin, Michael Bery, B. Van Frassen dan H.
Margenau, David Hull, David Victor Lezen, J.J.C Smart, Joseph Sneed, Fredric
Suppe, D.W Theobald, W.H. Walsh, Walter Weimer dan philip wiener. Namun disini
saya akan membahas hanya beberapa saja dari filsuf-filsuf tersebut.
Problem Filsafat Ilmu menurut Victor Lezen,
filsuf ini mengajukan dua problem, pertama struktur ilmu, yaitu metode
dan bentuk pengetahuan ilmiah. Kedua, pentingnya ilmu bagi praktek dan
pengetahuan tentang realitas. Jadi menurutnya problem yang penting untuk
dibahas dalam filsafat ilmu adalah struktur ilmu dan kegunaan ilmu dalam
praktek dan pengetahuan. Mengetahui struktur ilmu akan mempermudahkan kita
dalam memahaminya, selain itu agar kita mengetahui kemana arah perkembangan
ilmu ini. Selanjutnya adalah ilmu dalam praktek pengetahuan. Dalam melaksanakan
praktek segala sesuatunya harus didasarkan ilmu, tanpa ilmu hal yang kita
praktekkan kemungkinan tidak akan berhasil karena tidak sesuai dengan prosedur
yang ada.
Menurut J.J.Smart
perbincangan dalam problem filsafat ilmu ditekankan pada dua hal. Pertama,
yaitu pertanyaan tentang ilmu yang kemudian akan membantu dalam merumuskan
konsep-konsep ilmiah. Dengan merumuskan sebuah konsep ilmiah maka suatu
teori yang menjadi salah satu dasar suatu ilmu akan teruji kebenarannya. Kedua,
adalah perbincangan filsafati yang mempergunakan ilmu akan membantu para
filsuf menjawab pertanyaan semesta dan manusia. Mungkin hal kedua ini
dimaksudkan untuk penyelidikan atau penelitian, sehingga hasil dari
perbincangan yang dilakukan adalah hasil dari penelitian yang teruji untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang semesta dan manusia.
Sedangkan menurut Prof. Alburey
Castell, membagi masalah filsafat kepada lima bagian: pertama,
Theological Problem (Masalah Teologis), kedua Metaphisical Problem
(Masalah Metafisika), ketiga Epistical Problem (Masalah Etika), keempat Political
Problem (Masalah Politik), dan terakhir Historical Problem (Masalah
Sejarah).[11]
Menurut filsuf Islam pertama Alkindi
(wafat 893 M, membagi filsafat dalam tiga ruang: pertama, Ilmu Fisika
merupakan ilmu terendah. Kedua, Ilmu Matematika merupakan tingkatan
tengah. Ketiga Ilmu Ketuhanan, tingkatan tertinggi.[12]
Ø
Sejarah Perkembangan Filsafat Ilmu
Setianya setiap perkembangan adalah
untuk menuju perbaikan kehidupan yang lebih baik. Dari kehidupan yang
pengetahuannya minimal menjadi maksimal, dari sulit menjadi mudah. Tapi yang
terpenting dari itu semua adalah proses menuju perkembangan menuju yang lebih
baik itu, agar menjadikan pelajaran dan hikmah bagi umat yang akan datang,
begitupun halnya filsafat ilmu.
Menurut Prof. A. Susanto, secara
historis periodisasi perkembangan dapat dikelompokkan kedalam beberapa masa,
yaitu sebagai berikut:
1. Zaman
Prasejarah.
Walapun dizaman prasejarah ini yang biasa dikenal dengan zaman purba, yang
sangat identik sekali kejahiliahan dan keterbelakangan, tetapi pada masa itu
mereka mampu menciptakan konsep tentang alat sebagai perkakas untuk keperluan
kehidupan manusia. Pada masa ini mereka sudah mampu mempertahankan
keberlangsungan kehidupan ternak dan tumbuhan agar tumbuh dengan baik serta
memenuhi kebutuhan manusia, misalnya: gemuk, kuat, tahan panas atau dingin.
Cara mereka mendapatkan pengetahuan itu dengan bersifat mencoba-coba (trial
and error). Dengan rasa ingin ketahuan mereka yang sangat besar mereka
secara tidak disadari mereka telah melakukan proses ilmiah untuk
keberlangsungan kehidupan mereka kearah yang lebih baik.
2. Zaman
Sejarah.
Pada zaman ini manusia telah mempunyai kemampuan membaca, menulis dan
menghitung, sehingga mereka telah dapat memasyarakatkan pengetahuan secara
luas, dan dapat memperbaiki jika ada kesalahan, walaupun pada masa ini
pengetahuan disampaikan dengan cara lisan (socialization of knowledge. Kemajuan
pesatnya pengetahuan pada zaman ini dengan lahirnya kerajaan-kerajaan besar,
seperti Mesir, Babilonia, Sumeria, Ninineh, dan juga kerajaan-kerajaan lain
yang lahir di India dan Cina. Kemampuan menulis dizaman ini dapat disinyalir
dengan gambar-gambar yang ditemukan dalam goa-goa di Spanyol dan Prancis. Dalam
penulisan yang lebih dititikberatkan kepada gambar-gambar disederhanakan dan
diberi bentuk tertentu, kemudian meningkat ke tahap abstraksi, yaitu suku kata
yang diberi tanda tertentu dari segi bentuk dan bunyinya. Tingkat suku kata
disebut hieroglif, yang dimulai oleh Jf. Lalu berkembang menuju kearah abjad
yang masih merupakan abstraksi yang lenih lanjut dari tingkatan hierogelif.
Dari suku kata yang bunyinya berbeda diberi tanda berbeda pula, kemudian jika
ditemukan bunyi kata yang sama diberikan tanda lagi, misalnya Ka, Ki, Ku, Ke,
Ko, dst. Dalam kemampuan berhitung dan menulis yaitu melalui proses abstraksi
terhadap suatu soal yang sama di antara soal yang berbeda-beda. Metode yang
digunakan adalah metode mapping yaitu dengan cara mengumpulkan dan
mengatur. Misalnya, untuk menghitung sebuah kambing setiap hari, maka kambing
yang berada dikandangnya dikeluarkan satu demi satu dengan menyisihkan sebuah
batu kerikil setiap mengeluarkan seekor kambing, setelah digembala seharian,
maka kambing itu dapat dihitung kembali dengan cara saat akan dimasukkan ke
kandangnya. Hitungan satu, dua, tiga dan seterusnya, yang semuanya disebut system
natural number[13].
3. Zaman
Logam. Zaman
logam ini masuk kategori kebuyaan klasik, namun perkembangan pada masa sangat
sudah sangat cepat, dibuktikan dengan ditemukannya logam yang diolah sedemikian
rupa menjadi perhiasan yang bernilai tinggi. Contoh patung Nefertily,
istri raja fira’aun di Mesir.
4. Zaman
Yunani dan Romawi.
Semenjak dari zaman prasejarah semua penemuan dapat diulangi serta
berkesinambungan sehingga tersusunlah know how. Pada zaman ini
perkembangan know how di masa ini tingkatannya lebih maju dari zaman
sebelumnya. Pengetahuan empiris berdasarkan sikap receptive attitude mind,
artinya bangsa Yunani tidak dapat menerima empiris secara pasif receptive
karena mereka memiliki jiwa an inquiring attitude. Maka lahirnya
filsafat yang mempunyai arti lebih luas dari pada sekarang, yaitu meliputi
semua bidang ilmu sebagai induk ilmu pengetahuan (matter scientiarium)[14].
5. Filsafat ilmu di India dan Cina. Filsafat di India sangat
berbeda dengan filsafat modern, yaitu lebih menyerupai ngelmu dari ilmu, lebih
mendekati arti kata philosophia yang bermula. Mereka lebih mengkedepankan
ajaran Hindu yang bertujuan tercapainya kebahagiaan yang kekal. Karena sikap
mereka yang lebih mementingkan perasaan, penuh rasa kesatuan dengan alam dunia
yang mengelilinginya, maka dari itu kita sering melihat upacara ritual mereka
yang sangat menghormati dewa, dan tidak lepas dengan nyanyian. Sedangkan
Filsafat Cina pusat perhatiannya Chutzu dan Hsuan-Hsueh, yaitu
kelakuan manusia, sikapnya terhadap dunia yang mengelilinginya, dan sesama
manusianya. Bagi filsuf-filsuf tionghoa manusia dandunia merupakan satu
kesatuan, satu “kosmos”, kesatuan yang tak boleh diganggu oleh
perbuatan-perbuatan manusia yang tidak selayaknya[15].
6. Filsafat
Ilmu pada masa Islam.
Sampai sekarang kebudayaan Islam paling relevan bagi ilmu eropa. Bukan sekedar
karena kedekatan hubungan antara Islam dengan Judaisme dan Kekristenan,
melainkan juga karena adanya kontak kurtural yang aktif antara negeri negeri
berbahasa Arab dengan Eropa Latin pada masa-masa yang menentukan[16]. Kita bisa lihat dari
masa keemasan Islam yang mana bahasa Arab menjadi bahasa kaum terpelajar bagi
bangsa-bangsa yang terbentang mulai dari Persia hingga Spanyol. Buku-buku
peninggalan para ilmuan muslim yang menjadi inspirasi ilmuan barat. Cordova,
istambul, granada menjadi saksi akan masa keemasan itu. Ilmu-ilmu pengetahuan
melalui metode ilmiah yang menjadi kunci pembuka rahasia alam semesta. Contoh
dari tokoh kedokteran di antaranya al-Razi, Abu al-Qasim,(lanjut) Jadi sangat
kita ketahui dengan pasti bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi modern lahir
dari kandungan Islam. Pengaruh kebudayaan Islam Spanyol (711-1492 M) dan
Sisilia (825-1091 M). Walaupun tidak terlalu besar, namun ada pengaruh Islam
yang masuk melalui perang salib[17]. Sedikit aneh memang,
karena mereka yang menyerang dan memerangi Islam, namun membawa pulang pengaruh
Islam itu sendiri.
7. Filsafat
Ilmu pada Abad Kegelapan.
Pada masa ini bangsa Romawi lebih sibuk dengan masalah-masalah keagamaan yang
terus mempelajari dosa dan menghapuskannya sebagaimana diungkapkan Burhanuddin
Salam (2000: 129) sebagai berikut. “Betapapun terkenalnya bangsa Romawi, namun
dalam lapangan ilmu pengetahuan mereka praktis tidak memberikan sumbangan
apapun. Bangsa Romawi ulung dalam soal militer dan peperangan, soal politik,
perdagangan, pelayaran, pembangunan sistem pengajaran, jalan raya dan pertanian
serta peternakan. Kerajaan yang tunduk pada Katolik-Romawi juga tidak
memberikan sumbangan yang berarti dalam lapangan ilmu pengetahuan. Mereka lebih
sibuk dengan masalah-masalah keagamaan, dan terus menerus mempelajari masalah
dosa, penghapusan dosa, soal ketuhanan, dan sebagainya tanpa memperhatikan soal
duniawi dan soal ilmu pengetahuan.” Hingga bangsa Romawi runtuh mereka tidak
melakukan perkembangan pengetahuan, stagnan dan tidak ada perubahan, oleh
karena itu dikenal dengan mas kegelapan.
8. Filsafat
Ilmu pada Abad 16-17.
Pada abad ini merupakan masa kebangkitan atau renaissance yaitu masa
untuk menghidupkan kembali kebudayaan klasik (Yunani-Romawi) dengan
meninggalankan tradisional yang bernafaskan kristiani.[18]
9. Filsafat
Ilmu pada Abad ke-18 dan 19.
Dengan banyak melakukan penelitian ilmiah, perkembangan ilmu pengetahuan pada
masa ini sangat menakjubkan. Ilmu pengetahuan empiris makin mendominasi. Satu
penemuan dikuti dengan penemuan lain, saling mengisi. Penemuan-penemuan di akhir
abad 18 didominasi oleh pengetahuan bidang fisika. Sedangkan dalam bidang
ekonomi dan sosial masih terus bergejolak, karena munculnya falsafah baru yang
dipimpin oleh Karl Marx dan Federick Engels, yang dinamakan materialism.[19]
10. Filsafat
Ilmu pada Abad ke-20.
Menurut Burhanuddin Salam (2000:265) abad ke-20 merupakan abad percobaan bagi
ilmu pengetahuan. Perang dunia ke-1 dan 2 sebagai coreng sejarah menandai ketidaksanggupan
ilmu pengetahuan membimbing dirinya. Ada tiga teori yang datang di abad ke-20 yang
dicukup menggelisahkan ilmu pengetahuan, yaitu teori relativitas, teori
quantum, dan teori elektris tentang materi.
KESIMPULAN
Pada
akhirnya ilmu pengetahuan adalah perentetan kisah-kisah kesuksesan dari zaman
ke zaman, dimana kesuksesan ilmu pengetahuan melenyapkan manusia dari kebodohan
dan kejahiliahan. Para ilmuan menyadari bahwa gagasan ilmu yang mereka dapatkan
selama proses pendidikan mereka hanyalah bersifat sementara, karena kedepannya
ilmu pengetahuan akan terus berkembang, namun tidak dipungkiri gagasan yang
mereka sumbangsihkan terhadap ilmu pengetahuan adalah sebuah titik awal
perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri.
Pada
saat yang sama dengan kemunculan ilmu-ilmu baru berkat perkembangannya yang
pesat, manusia dituntut untuk berfikir tentang apa yang akan mereka
kontribusikan dalam dunia ini. Dengan ilmu pengetahuan manusia tahu apa yang
akan mereka sebarkan, melalui konsep individu maupun masyarakat, kebebasan dan
moralitas, hiburan dan tugas. Tanpa aba-aba aturan yang benar dari yang Maha
benar, konsep-konsep itu mengambang bahkan membuat orang sulit membedakan
konsep yang berasal dari pemikiran sendiri atau pengaruh dari luar.
Dewasa
ini, baiknya kita memfokuskan spesifikasi keilmuan kita dengan mempelajari sebaik-baiknya
karena kemajuan ilmu pengetahuan yang sudah semakin banyak cabangnya, tidak
mungkin lagi seseorang dapat menguasai seluruh persoalan dalam beberapa bidang
kajian ilmiah sekaligus. Oleh karena itu tekuni, dan lakukan yang terbaik
bidang yang telah kita geluti, agar keilmuan semakin berkembang. Potensikan apa
yang kita miliki dan bisa menciptakan hal yang baru untuk perubahan didunia
keilmuan dan pendidikan menjadi lebih baik lagi.
PENUTUP
Demikianlah
yang dapat saya sajikan dalam makalah ini. Kekurangan penyedap dalam menu ini
adalah murni dari keterbatasan saya. Karena semua sesuatunya adalah relatif,
saya yakin kelezatannya pun akan terasa berbeda bagi satu sama lain. Besar
harapan saya, sajian ini dapat “mengenyangkan” teman- teman dan menjadi asupan
nutrisi yang menyehatkan.
Seperti
yang disimpulkan dari makalah diatas, kita sebagai generasi pembaharu dalam
pendidikan bahasa Arab, saatnya bulatkan tekat untuk melakukan sebaik-baiknya
dalam pendidikan bahasa Arab ini. Pada akhirnya kitalah yang akan meneruskan
perjuangan guru-guru kita yang membanggakan.
DAFTAR PUSTAKA
Adib,
Mohammad, Filsafat Ilmu, Pustaka Belajar, Yogyakarta 2010.
Al-Qathan,
Mannan, Pengantar Study Al-qur’an, Pustaka Al-kautsar, Jakarta 2006.
Askar,
S, Kamus Al-Azhar, Senayan Publishing, Jakarta 2009.
Bakhtiar,
Amsal, Filsafat Ilmu, Raja Grafindo Persada, Jakarta 2004.
Esha,
In’am, Menuju Pemikiran Filsafat, Uin-Maliki Press, Malang 2010.
Halim,
Salim, Teologi Islam Rasional, Ciputat Press, Jakarta 2002.
Salam,
Burhanuddin, Sejarah Filsafat Ilmu dan Teknologi, Rineka Cipta, Jakarta
2000.
Tafsir,
Ahmad, Filsafat Ilmu, Remaja Rosdakarya, Bandung 2004.
[1] Manna Al Qathan 2008: Pengantar Study Alqur’an
[2] Burhanuddin Salam 2000: Sejarah Filsafat Ilmu dan Teknologi,
Jakarta, Rineka Cipta, hal. 2
[3] Abdul Halim 2002: Teologi Islam Rasional, Jakarta: Ciputat
Press, hal.125
[4] Bakhtiar 2004: Filsafat Ilmu, Jakarta, Raja Grafindo Press, hal
9
[5] Kamus Al-azhar
[6] Ahmad Tafsir 2012: Filsafat Ilmu, Bandung, PT Remaja
Rosdakarya, hal. 69
[7] Alqur’an alkarim, surah Al-ghasiyah ayat 17-18
[8] Mohammad Adib 2010: Filsafat Ilmu, Yogyakarta, Pustaka Belajar,
hal.78
[9] Ahmad Tafsir 2004 :Filsafat Ilmu, Bandung, PT Remaja
Rosdakarya, hal. 88
[10] MuhAkbarIlyas.blogspot
[11] A.Fuad Ihsan 2010: Filsafat Ilmu, Jakarta, Rineka Cipta hal. 35
[12] Ibid.
[13] A. Susanto 2011: Filsafat Ilmu, jakarta, bumi aksara, hal. 59
[14] Ibid.
[15] Ibid.
[16] Jerome R. Ravertz 2004: Filsafat Ilmu, Yogyakarta, Pustaka Pelajar,
hal. 19
[17] Ibid.
[18] Ibid.
[19] Ibid.
Saturday, May 11, 2019
Subscribe to:
Posts (Atom)
Ucapan selamat hari raya idul fitri 2020 atau 1441 H
Hari raya idul fitri dirayakan oleh umat Islam khususnya yang bertepatan pada bulan Syawal, dengan cara saling meminta maaf kepada orang-ora...

-
Blog ini memuat berbagai pengalaman yang telah blogger lalui Mudah-mudahan memberikan manfaat kepada para pembaca atau pengunjung ...