Sunday, May 12, 2019

Filsafat Ilmu


PENDAHULUAN
Ilmu filsafat dikalangan mahasiswa-mahasiswa selain mereka yang mengambil bidang filsafat itu sendiri khususnya mahasiswa yang mentakhasuskan dirinya untuk mendalami bahasa arab dan keindahannya menganggap filsafat adalah pelajaran yang sangat memusingkan, kata-kata disetiap tema, bab dan judulnya bermain-main di bagian otak kami yang bernama wernicels untuk menerima, menyerap dan mengantarkan informasi-informasi tersebut kedalam broca.
 Namun tidak dipungkiri sebagai ilmuan, pendidik, magister, para ahli dibidang ilmu pengetahuan harus mengetahui, mempelajari dan memahami apa itu filsafat, khususnya filsafat ilmu yang sedang kita bahas ini. Logika sederhananya bagaimana kita akan mengajarkan dan menyampaikan sebuah ilmu baik secara lisan maupun tulisan tetapi kita tidak mengerti apa hakikat ilmu sebenarnya, bagaimana konsep ilmu itu diterapkan, apa metode-metode yang harus digunakan, dan tahapan sejarah keilmuan itu berkembang. Bagaimana proses pendapatan ilmu pengetahuan kita dari lahir hingga sekarang; dari hanya bisa menangis sampai bisa mengais ilmu dan pemanfaatannya.
Filsafat yang oleh para filsufnya menyatakannya sebagai induk ilmu. Sebab, dari filsafatlah ilmu-ilmu modern dan kontemporer itu berkembang, sehingga manusia dapat menikmati kelezatan buahnya ilmu, yaitu teknologi. Yang mana teknologi sangat membantu kita dalam melaksanakan pembelajaran. Sehingga kita berkesimpulan bahwa mempelajari dan mencermati jalan pemikiran para filsuf dan meletakkannya sebagai bahan analisis untuk memecahkan masalah kehidupan yang berkembang dalam kehidupan adalah hal yang konkrit, sejauh pemikiran itu sesuai dengan agama dan relevan dengan situasi kondisi yang kita hadapi.
Ilmu pengetahuan dari zaman nabi Adam AS sampai zaman modern sekarang ini sudah melejitkan dirinya sebagai roket yang mempunyai penerbangan yang sangat tinggi. Ilmu pengetahuan bak samudra yang memiliki debit air yang tak terhitung, yang mana kita manusia hanya mengetahuinya sedikit sekali dari pada itu. Dengan seumur kita saat ini ilmu yang kita ketahui hanya bagaikan seruas jari kelingking bilamana kita masukkan kedalam samudra yang memiliki kedalam air yang sangat dalam. Itulah ilmu pengetahuan, selalu ada hasrat bertanya yang tertanam dalam memori cortex motorix kita yang merangsangnya hingga berbentuk pertanyaan; kenapa terjadi, apa yang terjadi, kenapa harus terjadi, bagaimana mengatasinya dan akhirnya menjadi suatu  ilmu pengetahuan.
Agama Islam sangat menekankan pentingnya ilmu pengetahuan. Dalam Alqur’an dan Hadist banyak menerangkan manfaat ilmu, dan menghadiahkan ganjaran yang besar bagi penuntun ilmu. Disebutkan dalam surah al-Mujadalah ayat 11 “hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan berlapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu, dan apabila dikatakan: “berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.[1]
Oleh karena itu, sesulit apapun kata-kata yang harus diserap hebat dalam ilmu filsafat, sesulit apapun ketika kita hendak mencoba membicarakan hal yang berbau filsafat, tanpa disadari kita telah berfilsafat. Makin membingungkan? Saya pun merasa hal yang sama, namun alangkah baiknya kita mulai pembahasan agar kepusingan kita melahirkan suatu ide, yang insyaallah menjadi pengetahuan yang besar dan bermanfaat. Seperti yang termaktub di cover buku Menuju Pemikiran Filsafat karangan Dr. Muhammad In’am Esha “ Siapa yang menguasai pengetahuan, maka ia menguasai dunia”.







PEMBAHASAN

Ø  Definisi Filsafat Ilmu
Filsafat dan ilmu sangat berkaitan satu sama lain, karena dari filsafatlah ilmu itu muncul, pola pikir yang awalnya tergantung pada dewa, lalu diubah pola pikir tergantung pada rasio, penalaran dengan keinginan yang tinggi untuk mengetahui segala sesuatunya hingga menghasilkan ilmu, lalu tumbuh pesat dan terbentuklah teknologi.
Dari segi bahasa filsafat dalam bahasa inggris, yaitu: philosophy, adapun istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani: philoshpia, yang terdiri dari dua kata: philos (cinta) atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan sophos (hikmah, kebijaksanaan, penuh manfaat, terampil, intelegensi, pengalaman). Secara etimologi, filsafat adalah cinta kebijaksanaan atau kebenaran.[2]
Filsafat adalah ilmu yang berfikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat pada tradisi; dogma serta agama) dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai kedasar persoalan. (Harun Nasution: 1979). Setiap ilmu pengetahuan ada filsafat yang ikut andil didalamnya karena fungsi filsafat ialah penyediaan sarana-sarana teoritis untuk menangani masalah-masalah dan pertanyaan-pertanyaan secara rasional dan bertanggung jawab, yang disatu pihak terletak diluar kompetensi ilmu-ilmu pengetahuan khusus, dan dilain pihak sering berpengaruh dalam menentukan tindakan-tindakan manusia, baik perorangan maupun masyarakat.[3]
Sultan Takdir Alisjahbana berpendapat bahwa filsafat adalah berfikir dengan insaf. Yang dimaksud dengan insaf adlah berfikir dengan teliti, menurut atursn yang pasti. Sementara itu, Deng Fung Yu Lan, seorang filosof dari dunia Timur, mendefinisikan filsafat adalah pikiran yang sistematis dan refleksi tentang hidup.[4]
Didalam kehidupan, selalu ada pertanyaaan yang mengusik pikiran kita, dalam hal apapun, ada pertanyaan yang bisa dijawab dengan satu jawaban saja, namun banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan banyak jawaban bahkan akan d barengi dengan pertanyaan lagi. Semakin besar suatu pertanyaan, maka semakin intensif pencarian informasi relevan yang dibutuhkan untuk menjawabnya. Itulah filsafat, ia mencari sesuatu sampai ke akar pemasalahan. Cara seperti ini akan menjadikan kehidupan manusia sistematik dan menjadi lebih lengkap. Karena, diawali dari pertanyaan akan kita temuan jawabannya. Misalnya dalam pembelajaran bahasa Arab para ahli pendidikan bahasa Arab akan dapat menjelaskan problematika-problematika yang terjadi dalam pembelajaran bahasa Arab atau mengapa kini orang-orang lebih tertarik mengikuti pembelajaran bahasa asing lainnya dibandingkan bahasa Arab, itu pasti bisa dipecahkan oleh ahli dibidang itu. Ilmu biologi bisa menjelaskan kenapa petai ditanam tumbuh petai bukan jengkol, mengapa buah jeruk ditanam tumbuh jeruk. Lalu kadang kita bertanya kenapa kita lahir, apa tujuan hidup kita, apa kewajiban dalam menjalani kehidupan ini, bagaimana kita melaksanakan kewajiban tersebut, dan segala fungsi-fungsinya akan kita temukan melalui ilmu pengetahuan. Bahkan wahyu yang pertama turun kepada nabi besar kita Muhammad SAW adalah surah al-alaq ayat 1-5, dimana dalam surat tersebut memerintahkan kita membaca. “Bacalah, dengan menyebut nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang maha pemurah, yang mengajar manusia dengan perantraan kalam, Dia mengajar manusia apa yang tidak diketahuinya.” Bacalah apapun yang ada dikehidupan ini agar mendapatkan suatu ilmu pengetahuan, itulah pesan yang ingin disampaikan Tuhan.
Banyak sekali makna yang dalam ilmu pengetahuan, dalam bahasa Arab saja yang dimaksud ilmu adalah ma’rifah, hikmah, “allama syaia” mengetahui dan meyakini sesuatu. “’allama syaia wa bihi” merasakan.[5] Dalam bahasa indonesia diartikan dengan knowledge, dan dalam bahasa Inggris ilmu biasa diartikan dengan science. Namun ada sedikit pertentangan makna dari segi bahasa Arab, dalam bahasa Arab arti science hanya bagian kecil dari knowledge, agar pengertian menurut bahasa Arab dan Inggris tadi tidak berbenturan maka arti ilmu kita satukan menjadi knowledge saja.
Oleh karena itu, kita dapat mengatakan bahwa pengetahuan filsafat diawali dengan pemisahan subjek-objek, demikian pula dengan ilmu, ilmu bisa dijadikan judgement pada awalnya, tetapi akan ada jawaban ketika pengetahuan kebenaran itu diberikan kesempatan untuk berfikir secara logis itu terbuka.

Ø  Ruang Lingkup dalam Filsafat Ilmu
Dahulu orang mengambil air untuk kehidupan sehari-hari dibawah bukit. Orang-orang melakukan perjalanan yang sulit mengambil air, turunan yang tajam, pendakian pun memerlukan tenaga ekstra, sangat menyulitkan. Kemudian mereka berfikir untuk melakukan sesuatu yang memudahkan mereka dalam mengambil air, terpikirlah untuk membuat sumur didekat rumah masing-masing.
Membuat sumur memerlukan ilmu, cara menggali, metode apa untuk menggali dan apa yang harus digunakan dalam penggalian, semua membutuhkan ilmu, setelah pembuatan sumur telah ditemukan, orang merasa masih menyulitkan mereka karena sumur sangat dalam, terpikirlah mereka untuk membuat pompa air agar air lebih mudah diambil, pompa air digerakkan dengan tangan, lama kemudian orang merasa penat untuk memompa menggunakan tangan, dan terciptakan mesin yang bisa menggerakkan air agar air bisa otomatis naik keatas dengan bantuan listrik, tinggal buka kran lalu air keluar. Ilmu memudahkan kehidupan.
Dari cerita diatas, diketahui bahwasanya dari berfilsafatlah ilmu berkembang. Jika diumpakan dengan sebuah pohon filsafat ilmu adalah akar dari ilmu pengetahuan yang lain. Ia kokoh mempertahankan kelangsungan batang-batang pohon ilmu yang lain hingga pucuknya. Dalam filsafat ilmu tidak bisa dijauhkan dari 3 aspek yang sangat erat ikatan mereka, bersatu padu satu sama lain untuk menghasilkan sebuah hasil. Yaitu ontologi, epistomologi dan aksiologi.
Ontologi membicarakan hakikat (segala sesuatu); ini berupa pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu.[6] Untuk mengetahui hakikat segala sesuatu adalah dengan menggunakan akal. Kata al’aql , arti awalnya ialah tali, alat pengikat. Nabi muhammad SAW berkata: i’qil wa tawakkal, ikat untamu lalu tawakkal. I’qil dari kata al’aql. Dengan akal manusia berfikir, Alqur’an memuat cukup banyak ayat-ayat tentang keharusan berfikir, dalam satu ayat yang merangsang pembacanya untuk menyelidiki alam, seperti “Apakah tidak perhatikan, bagaimana unta diciptakan, atau langit ditinggikan...”.[7] Akal bekerja berdasarkan suatu cara yang tidak begitu kita kenal, yang biasa disebut logika, dengan berfikir secara mendalam, tentang suatu yang abstrak, lalu menjadi konkret. Sebagaimana hakikat tadi akal berusaha mengetahui dan menyatakan sesuatu adalah sesuatu, karena itu adalah sebuah prinsip. Untuk mengetahui hakikat tersebut menggunakan tiga cara yaitu refleksi, radikal, dan integral.
Refleksi; manusia menangkap objeknya secara intensionalitas dan sebagai hasil dari proses tersebut, dan keseluruhan nilai dan makna yang diungkapkan manusia dari objek-objek yang dihadapinya. Radikal; (radix:akar) yaitu dengan mencari pengetahuan sedalam-dalamnya, sampai ke akar. Integral; yaitu melalui kecendrungan memperoleh pengetahuan yang utuh sebagai suatu keseluruhan, dan melihat sesuatu bukan dari satu sisi saja, tapi dari berbagai sisi. Contoh dalam pembelajaran bahasa Arab yang sering kita temukn permasalahan dalam menciptakan pembelajaran yang menyengangkan, dengan cara ketiga tadi dapat kita temukan cara mengatasi hal-hal yang menghambat itu dan menjadikan proses pembelajaran yang Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAIKEM); agar terciptanya peserta didik yang bukan hanya senang ketika belajar, tetapi juga mereka dapat hasil yang baik dan mengembangkan potensi mereka lebih maju lagi.
Epistimologi dalam filsafat ilmu adalah cara berfikir untuk mengetahui metode apa yang akan digunakan dalam menyelesaikan suatu persoalan atau sesuatu tersebut. Epistimologi meliputi sumber, sarana, dan tatacara, untuk menggunakannya sebagai pencapaian pengetahuan (ilmiah). Biasanya dalam proses ini akan ditemukan perbedaan dalam memilih tatacara untuk melaksanakan sarana tersebut, karena perbedaan kemampuan otak seseorang, dan pengalaman yang telah didapat. Oleh karena itu munculah model-model epistemologi seperti: rasionalisme, empirisme, kritisme, atau rasionalisme kritis, positivisme, dan sebagainya.
Aksiologi adalah mengetahui manfaat atau kegunaan dari ilmu. Yang membicarakan tentang orientasi atau nilai suatu kehidupan.[8] Manfaatnya yang bisa diambil dari berbagai aspek, semakin banyak aspek yang terjangkau oleh suatu ilmu maka ilmu itu pasti lebih banyak ditekuni dan diikuti. Ahmad Tafsir dalam bukunya yang berjudul Filsafat Ilmu (2012) dia menguraikan maksud dari aksiologi dengan dua hal, pertama kegunaan pengetahuan filsafat dan kedua cara filsafat menyelesaikan masalah.[9] Saya akan mencoba menjelaskannya dengan pemahaman saya.
1.      Kegunaan Pengetahuan Filsafat
Orang umum dengan yang ahli dibidangnya pasti berbeda pandangan terhadap suatu ilmu, sebagai yang awwam akan sedikit ‘memicikkan’ sebelah mata dalam memandang ilmu yang bukan digelutinya, misalnya orang-orang akan beranggapan belajar belajar bahasa Arab bukan dinegeri arab tidak ada gunanya, toh tidak bisa digunakan dalam kehidupan sehari-hari, tapi bagi kami yang menggeluti bidang bahasa Arab ini merasa sangat menyenangkan bila kami mengetahui suatu, suatu informasi, melalui bahasa yang semua orang tidak tahu. Semua ilmu adalah penting, apapun bidangnya, karena semua hal yang akan memperoleh manfaat dari ilmu itu. Pandangan hidup setiap orang boleh berbeda, tapi ketahuilah setiap kehidupan, setiap ilmu pengetahuan ada keunikan masing-masing, itulah philosophy of life.
2.      Cara Filsafat menyelesaikan Masalah
Dalam kehidupan, setiap masalah adalah bumbu penyedapnya, bumbu yang menjadikan hidup ini lebih nikmat dan berwarna-warni, yang tentu saja lebih nikmat lagi jika masalah tersebut bisa terselesaikan dan dapat memetik hikmah dibalik masalah tersebut. Aksiologi ilmu meliputi nilai-nilai yang bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana yang kita temukan dikehidupan ini. Menurut Mohammad Abid ilmu pengetahuan itu hanya alat (means) dan bukan tujuan (ends). Substansi ilmu itu bebas dari nilai (value-free), tergantung pada pemakainya. Karena itu, sangat dikhawatirkan dan berbahaya jika ilmu dan pengetahuan yang sarat dengan muatan negatif dikendalikan ke orang-orang yang berakal sempit, picik, dan sektarian; berjiwa kerdil, kumuh, da jahat, bertangan besi dan kotor.
Jadi menurut saya ontologi, epistimologi, dan aksiologi adalah kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, kalau boleh saya analogikan 3 aspek tersebut bagaikan iman, ilmu dan amal. Jika pincang salah satu dari 3 aspeknya, maka ilmu pengetahuan yang dihasilkan tidak akan sempurna.

Ø  Problem-problem Filsafat Ilmu
Saya mengutip problem-problem filsafat ilmu ini dari makalah yang saya temukan dari blog seorang teman.[10] Dalam perjalanan mempelajari suatu ilmu, masalah filsafat ilmu telah dibahas oleh beberapa tokoh, diantaranya: Cornelius Benjamin, Michael Bery, B. Van Frassen dan H. Margenau, David Hull, David Victor Lezen, J.J.C Smart, Joseph Sneed, Fredric Suppe, D.W Theobald, W.H. Walsh, Walter Weimer dan philip wiener. Namun disini saya akan membahas hanya beberapa saja dari filsuf-filsuf tersebut.
 Problem Filsafat Ilmu menurut Victor Lezen, filsuf ini mengajukan dua problem, pertama struktur ilmu, yaitu metode dan bentuk pengetahuan ilmiah. Kedua, pentingnya ilmu bagi praktek dan pengetahuan tentang realitas. Jadi menurutnya problem yang penting untuk dibahas dalam filsafat ilmu adalah struktur ilmu dan kegunaan ilmu dalam praktek dan pengetahuan. Mengetahui struktur ilmu akan mempermudahkan kita dalam memahaminya, selain itu agar kita mengetahui kemana arah perkembangan ilmu ini. Selanjutnya adalah ilmu dalam praktek pengetahuan. Dalam melaksanakan praktek segala sesuatunya harus didasarkan ilmu, tanpa ilmu hal yang kita praktekkan kemungkinan tidak akan berhasil karena tidak sesuai dengan prosedur yang ada.
Menurut J.J.Smart perbincangan dalam problem filsafat ilmu ditekankan pada dua hal. Pertama, yaitu pertanyaan tentang ilmu yang kemudian akan membantu dalam merumuskan konsep-konsep ilmiah. Dengan merumuskan sebuah konsep ilmiah maka suatu teori yang menjadi salah satu dasar suatu ilmu akan teruji kebenarannya. Kedua, adalah perbincangan filsafati yang mempergunakan ilmu akan membantu para filsuf menjawab pertanyaan semesta dan manusia. Mungkin hal kedua ini dimaksudkan untuk penyelidikan atau penelitian, sehingga hasil dari perbincangan yang dilakukan adalah hasil dari penelitian yang teruji untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang semesta dan manusia.
Sedangkan menurut Prof. Alburey Castell, membagi masalah filsafat kepada lima bagian: pertama, Theological Problem (Masalah Teologis), kedua Metaphisical Problem (Masalah Metafisika), ketiga Epistical Problem (Masalah Etika), keempat Political Problem (Masalah Politik), dan terakhir Historical Problem (Masalah Sejarah).[11]
Menurut filsuf Islam pertama Alkindi (wafat 893 M, membagi filsafat dalam tiga ruang: pertama, Ilmu Fisika merupakan ilmu terendah. Kedua, Ilmu Matematika merupakan tingkatan tengah. Ketiga Ilmu Ketuhanan, tingkatan tertinggi.[12]

Ø  Sejarah Perkembangan Filsafat Ilmu
Setianya setiap perkembangan adalah untuk menuju perbaikan kehidupan yang lebih baik. Dari kehidupan yang pengetahuannya minimal menjadi maksimal, dari sulit menjadi mudah. Tapi yang terpenting dari itu semua adalah proses menuju perkembangan menuju yang lebih baik itu, agar menjadikan pelajaran dan hikmah bagi umat yang akan datang, begitupun halnya filsafat ilmu.
Menurut Prof. A. Susanto, secara historis periodisasi perkembangan dapat dikelompokkan kedalam beberapa masa, yaitu sebagai berikut:
1.      Zaman Prasejarah. Walapun dizaman prasejarah ini yang biasa dikenal dengan zaman purba, yang sangat identik sekali kejahiliahan dan keterbelakangan, tetapi pada masa itu mereka mampu menciptakan konsep tentang alat sebagai perkakas untuk keperluan kehidupan manusia. Pada masa ini mereka sudah mampu mempertahankan keberlangsungan kehidupan ternak dan tumbuhan agar tumbuh dengan baik serta memenuhi kebutuhan manusia, misalnya: gemuk, kuat, tahan panas atau dingin. Cara mereka mendapatkan pengetahuan itu dengan bersifat mencoba-coba (trial and error). Dengan rasa ingin ketahuan mereka yang sangat besar mereka secara tidak disadari mereka telah melakukan proses ilmiah untuk keberlangsungan kehidupan mereka kearah yang lebih baik.
2.      Zaman Sejarah. Pada zaman ini manusia telah mempunyai kemampuan membaca, menulis dan menghitung, sehingga mereka telah dapat memasyarakatkan pengetahuan secara luas, dan dapat memperbaiki jika ada kesalahan, walaupun pada masa ini pengetahuan disampaikan dengan cara lisan (socialization of knowledge. Kemajuan pesatnya pengetahuan pada zaman ini dengan lahirnya kerajaan-kerajaan besar, seperti Mesir, Babilonia, Sumeria, Ninineh, dan juga kerajaan-kerajaan lain yang lahir di India dan Cina. Kemampuan menulis dizaman ini dapat disinyalir dengan gambar-gambar yang ditemukan dalam goa-goa di Spanyol dan Prancis. Dalam penulisan yang lebih dititikberatkan kepada gambar-gambar disederhanakan dan diberi bentuk tertentu, kemudian meningkat ke tahap abstraksi, yaitu suku kata yang diberi tanda tertentu dari segi bentuk dan bunyinya. Tingkat suku kata disebut hieroglif, yang dimulai oleh Jf. Lalu berkembang menuju kearah abjad yang masih merupakan abstraksi yang lenih lanjut dari tingkatan hierogelif. Dari suku kata yang bunyinya berbeda diberi tanda berbeda pula, kemudian jika ditemukan bunyi kata yang sama diberikan tanda lagi, misalnya Ka, Ki, Ku, Ke, Ko, dst. Dalam kemampuan berhitung dan menulis yaitu melalui proses abstraksi terhadap suatu soal yang sama di antara soal yang berbeda-beda. Metode yang digunakan adalah metode mapping yaitu dengan cara mengumpulkan dan mengatur. Misalnya, untuk menghitung sebuah kambing setiap hari, maka kambing yang berada dikandangnya dikeluarkan satu demi satu dengan menyisihkan sebuah batu kerikil setiap mengeluarkan seekor kambing, setelah digembala seharian, maka kambing itu dapat dihitung kembali dengan cara saat akan dimasukkan ke kandangnya. Hitungan satu, dua, tiga dan seterusnya, yang semuanya disebut system natural number[13].
3.      Zaman Logam. Zaman logam ini masuk kategori kebuyaan klasik, namun perkembangan pada masa sangat sudah sangat cepat, dibuktikan dengan ditemukannya logam yang diolah sedemikian rupa menjadi perhiasan yang bernilai tinggi. Contoh patung Nefertily, istri raja fira’aun di Mesir.
4.      Zaman Yunani dan Romawi. Semenjak dari zaman prasejarah semua penemuan dapat diulangi serta berkesinambungan sehingga tersusunlah know how. Pada zaman ini perkembangan know how di masa ini tingkatannya lebih maju dari zaman sebelumnya. Pengetahuan empiris berdasarkan sikap receptive attitude mind, artinya bangsa Yunani tidak dapat menerima empiris secara pasif receptive karena mereka memiliki jiwa an inquiring attitude. Maka lahirnya filsafat yang mempunyai arti lebih luas dari pada sekarang, yaitu meliputi semua bidang ilmu sebagai induk ilmu pengetahuan (matter scientiarium)[14].
5.       Filsafat ilmu di India dan Cina. Filsafat di India sangat berbeda dengan filsafat modern, yaitu lebih menyerupai ngelmu dari ilmu, lebih mendekati arti kata philosophia yang bermula. Mereka lebih mengkedepankan ajaran Hindu yang bertujuan tercapainya kebahagiaan yang kekal. Karena sikap mereka yang lebih mementingkan perasaan, penuh rasa kesatuan dengan alam dunia yang mengelilinginya, maka dari itu kita sering melihat upacara ritual mereka yang sangat menghormati dewa, dan tidak lepas dengan nyanyian. Sedangkan Filsafat Cina pusat perhatiannya Chutzu dan Hsuan-Hsueh, yaitu kelakuan manusia, sikapnya terhadap dunia yang mengelilinginya, dan sesama manusianya. Bagi filsuf-filsuf tionghoa manusia dandunia merupakan satu kesatuan, satu “kosmos”, kesatuan yang tak boleh diganggu oleh perbuatan-perbuatan manusia yang tidak selayaknya[15].
6.      Filsafat Ilmu pada masa Islam. Sampai sekarang kebudayaan Islam paling relevan bagi ilmu eropa. Bukan sekedar karena kedekatan hubungan antara Islam dengan Judaisme dan Kekristenan, melainkan juga karena adanya kontak kurtural yang aktif antara negeri negeri berbahasa Arab dengan Eropa Latin pada masa-masa yang menentukan[16]. Kita bisa lihat dari masa keemasan Islam yang mana bahasa Arab menjadi bahasa kaum terpelajar bagi bangsa-bangsa yang terbentang mulai dari Persia hingga Spanyol. Buku-buku peninggalan para ilmuan muslim yang menjadi inspirasi ilmuan barat. Cordova, istambul, granada menjadi saksi akan masa keemasan itu. Ilmu-ilmu pengetahuan melalui metode ilmiah yang menjadi kunci pembuka rahasia alam semesta. Contoh dari tokoh kedokteran di antaranya al-Razi, Abu al-Qasim,(lanjut) Jadi sangat kita ketahui dengan pasti bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi modern lahir dari kandungan Islam. Pengaruh kebudayaan Islam Spanyol (711-1492 M) dan Sisilia (825-1091 M). Walaupun tidak terlalu besar, namun ada pengaruh Islam yang masuk melalui perang salib[17]. Sedikit aneh memang, karena mereka yang menyerang dan memerangi Islam, namun membawa pulang pengaruh Islam itu sendiri.
7.      Filsafat Ilmu pada Abad Kegelapan. Pada masa ini bangsa Romawi lebih sibuk dengan masalah-masalah keagamaan yang terus mempelajari dosa dan menghapuskannya sebagaimana diungkapkan Burhanuddin Salam (2000: 129) sebagai berikut. “Betapapun terkenalnya bangsa Romawi, namun dalam lapangan ilmu pengetahuan mereka praktis tidak memberikan sumbangan apapun. Bangsa Romawi ulung dalam soal militer dan peperangan, soal politik, perdagangan, pelayaran, pembangunan sistem pengajaran, jalan raya dan pertanian serta peternakan. Kerajaan yang tunduk pada Katolik-Romawi juga tidak memberikan sumbangan yang berarti dalam lapangan ilmu pengetahuan. Mereka lebih sibuk dengan masalah-masalah keagamaan, dan terus menerus mempelajari masalah dosa, penghapusan dosa, soal ketuhanan, dan sebagainya tanpa memperhatikan soal duniawi dan soal ilmu pengetahuan.” Hingga bangsa Romawi runtuh mereka tidak melakukan perkembangan pengetahuan, stagnan dan tidak ada perubahan, oleh karena itu dikenal dengan mas kegelapan.
8.      Filsafat Ilmu pada Abad 16-17. Pada abad ini merupakan masa kebangkitan atau renaissance yaitu masa untuk menghidupkan kembali kebudayaan klasik (Yunani-Romawi) dengan meninggalankan tradisional yang bernafaskan kristiani.[18]
9.      Filsafat Ilmu pada Abad ke-18 dan 19. Dengan banyak melakukan penelitian ilmiah, perkembangan ilmu pengetahuan pada masa ini sangat menakjubkan. Ilmu pengetahuan empiris makin mendominasi. Satu penemuan dikuti dengan penemuan lain, saling mengisi. Penemuan-penemuan di akhir abad 18 didominasi oleh pengetahuan bidang fisika. Sedangkan dalam bidang ekonomi dan sosial masih terus bergejolak, karena munculnya falsafah baru yang dipimpin oleh Karl Marx dan Federick Engels, yang dinamakan materialism.[19]
10.  Filsafat Ilmu pada Abad ke-20. Menurut Burhanuddin Salam (2000:265) abad ke-20 merupakan abad percobaan bagi ilmu pengetahuan. Perang dunia ke-1 dan 2 sebagai coreng sejarah menandai ketidaksanggupan ilmu pengetahuan membimbing dirinya. Ada tiga teori yang datang di abad ke-20 yang dicukup menggelisahkan ilmu pengetahuan, yaitu teori relativitas, teori quantum, dan teori elektris tentang materi.



















KESIMPULAN
Pada akhirnya ilmu pengetahuan adalah perentetan kisah-kisah kesuksesan dari zaman ke zaman, dimana kesuksesan ilmu pengetahuan melenyapkan manusia dari kebodohan dan kejahiliahan. Para ilmuan menyadari bahwa gagasan ilmu yang mereka dapatkan selama proses pendidikan mereka hanyalah bersifat sementara, karena kedepannya ilmu pengetahuan akan terus berkembang, namun tidak dipungkiri gagasan yang mereka sumbangsihkan terhadap ilmu pengetahuan adalah sebuah titik awal perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri.
Pada saat yang sama dengan kemunculan ilmu-ilmu baru berkat perkembangannya yang pesat, manusia dituntut untuk berfikir tentang apa yang akan mereka kontribusikan dalam dunia ini. Dengan ilmu pengetahuan manusia tahu apa yang akan mereka sebarkan, melalui konsep individu maupun masyarakat, kebebasan dan moralitas, hiburan dan tugas. Tanpa aba-aba aturan yang benar dari yang Maha benar, konsep-konsep itu mengambang bahkan membuat orang sulit membedakan konsep yang berasal dari pemikiran sendiri atau pengaruh dari luar.
Dewasa ini, baiknya kita memfokuskan spesifikasi keilmuan kita dengan mempelajari sebaik-baiknya karena kemajuan ilmu pengetahuan yang sudah semakin banyak cabangnya, tidak mungkin lagi seseorang dapat menguasai seluruh persoalan dalam beberapa bidang kajian ilmiah sekaligus. Oleh karena itu tekuni, dan lakukan yang terbaik bidang yang telah kita geluti, agar keilmuan semakin berkembang. Potensikan apa yang kita miliki dan bisa menciptakan hal yang baru untuk perubahan didunia keilmuan dan pendidikan menjadi lebih baik lagi.




PENUTUP
Demikianlah yang dapat saya sajikan dalam makalah ini. Kekurangan penyedap dalam menu ini adalah murni dari keterbatasan saya. Karena semua sesuatunya adalah relatif, saya yakin kelezatannya pun akan terasa berbeda bagi satu sama lain. Besar harapan saya, sajian ini dapat “mengenyangkan” teman- teman dan menjadi asupan nutrisi yang menyehatkan. 
Seperti yang disimpulkan dari makalah diatas, kita sebagai generasi pembaharu dalam pendidikan bahasa Arab, saatnya bulatkan tekat untuk melakukan sebaik-baiknya dalam pendidikan bahasa Arab ini. Pada akhirnya kitalah yang akan meneruskan perjuangan guru-guru kita yang membanggakan.











DAFTAR PUSTAKA
Adib, Mohammad, Filsafat Ilmu, Pustaka Belajar, Yogyakarta 2010.
Al-Qathan, Mannan, Pengantar Study Al-qur’an, Pustaka Al-kautsar, Jakarta 2006.
Askar, S, Kamus Al-Azhar, Senayan Publishing, Jakarta 2009.
Bakhtiar, Amsal, Filsafat Ilmu, Raja Grafindo Persada, Jakarta 2004.
Esha, In’am, Menuju Pemikiran Filsafat, Uin-Maliki Press, Malang 2010.
Halim, Salim, Teologi Islam Rasional, Ciputat Press, Jakarta 2002.
Salam, Burhanuddin, Sejarah Filsafat Ilmu dan Teknologi, Rineka Cipta, Jakarta 2000.
Tafsir, Ahmad, Filsafat Ilmu, Remaja Rosdakarya, Bandung 2004.







 





[1] Manna Al Qathan 2008: Pengantar Study Alqur’an
[2] Burhanuddin Salam 2000: Sejarah Filsafat Ilmu dan Teknologi, Jakarta, Rineka Cipta, hal. 2
[3] Abdul Halim 2002: Teologi Islam Rasional, Jakarta: Ciputat Press, hal.125
[4] Bakhtiar 2004: Filsafat Ilmu, Jakarta, Raja Grafindo Press, hal 9
[5] Kamus Al-azhar
[6] Ahmad Tafsir 2012: Filsafat Ilmu, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, hal. 69
[7] Alqur’an alkarim, surah Al-ghasiyah ayat 17-18
[8] Mohammad Adib 2010: Filsafat Ilmu, Yogyakarta, Pustaka Belajar, hal.78
[9] Ahmad Tafsir 2004 :Filsafat Ilmu, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, hal. 88
[10] MuhAkbarIlyas.blogspot
[11] A.Fuad Ihsan 2010: Filsafat Ilmu, Jakarta, Rineka Cipta hal. 35
[12] Ibid.
[13] A. Susanto 2011: Filsafat Ilmu, jakarta, bumi aksara, hal. 59
[14] Ibid.
[15] Ibid.
[16] Jerome R. Ravertz 2004: Filsafat Ilmu, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, hal. 19
[17] Ibid.
[18] Ibid.
[19] Ibid.

No comments:

Post a Comment

Ucapan selamat hari raya idul fitri 2020 atau 1441 H

Hari raya idul fitri dirayakan oleh umat Islam khususnya yang bertepatan pada bulan Syawal, dengan cara saling meminta maaf kepada orang-ora...