BAB I
PENDAHULUAN
Persoalan makna merupakan
persoalan yang menarik dalam kehidupan sehari-hari. Masalanya adalah
menggambarkan makna arti kata dalam dalam suatu kalimat sangat sulit untuk
divisualisasikan, karena seseorang memiliki pandangan yang berbeda dalam
memaknai suatu kalimat.
Di depan lampu pengatur lalu lintas sering tertera urutan
kata: belok kiri jalan terus. Untuk pemakai jalan tidak menafsirkannya berjalan
terus atau lurus yang akan mengakibatkan tabrakan, tetapi menafsirkannya: jika
ingin membelok ke kiri diperbolehkan berjalan terus.
Seorang yang berbudaya jawa berkata kepada seseorang yang
berbudaya gorontalo, “mari pak!” orang gorontalo yang mendengar urutan kata itu
langsung berdiri dan karena orang yang berkata mari pak tadi mengendarai sepeda,
maka orang gorontalo itu langsung membonceng. Orang yang berbudaya jawa
terkejut dan bertanya “bapak mau kemana?” dijawab oleh si gorontalo “bapak kan
mengatakan mari pak”. Orang gorontalo itu mengira ia diajak, padahal urutan
kata mari pak bagi yang berbudaya jawa merupakan ungkapan untuk meminta ijin
lewat jalan.[1]
Seseorang memiliki gambaran yang berbeda terhadap satu
ekspresi sesorang, seperti ekspresi anak kecil yang capek, dia akan meringkuk
dan mau tidur. Ada juga seseorang memiliki dua ekspresi dari gambaran yang
sama, seperti anak kecil yang merengek dan berteriak, yang menunjukkan ekspresi
bahwa dia lapar, tidak bahagia. Maksudnya dari prediksi suatu makna itu terjadi
keambiguan.
Rumusan masalah
1.
Apa komponen analisis itu?
2.
Apa definisi kebenaran makna menurut Tarki?
3.
Bagaimana makna kalimat itu?
Tujuan
1.
Untuk mengetahui komponen analisis
2.
Untuk mengetahui definisi kebenaran makna menurut Tarki
3.
Untuk mengetahui makna kalimat
BAB II
ISI
A.
KOMPONEN ANALISIS
Setiap kata, leksem atau butir leksikal tentu mempunyai
makna. Makna yang dimiliki oleh setiap
kata itu terdiri dari sejumlah komponen (yang disebut komponen makna) yang
membentuk keseluruhan makna kata itu. Komponen makna ini dapat dianalisis,
dibutiri atau desebutkan satu persatu, berdasarkan “pengertian-pengertian” yang
dimilikinya. Umpamanya, kata ayah memiliki komponen makna /+manusia, /+dewasa,
/+jantan, /+kawin, /+dan punya anak, dan kata ibu memiliki komponen makna
/+manusia, /+dewasa, /-jantan, /+kawin dan/+punya anak. Kalau dibandingkan
komponen kata ayah dan ibu adalah tampak sebagai bagan berikut:
Komponen makna
|
Ayah
|
Ibu
|
1.
Manusia
2.
Dewasa
3.
Jantan
4.
Kawin
5.
Punya anak
|
+
+
+
+
+
|
+
+
-
+
+
|
Keterangan: tanda
+ berarti memiliki komponen makna tersebut
Tanda
– berarti tidak memiliki komponen makna itu.
Dari bagan tersebut terlihat bahwa beda makna ayah dan
ibu hanyalah pada komponen makna /jantan/: ayah memiliki komponen makna itu,
sedangkan ibu tidak memilikinya. Untuk lebih jelas, perhatikan analisis komponen
makna lima buah kata inggris man, woman, boy, girl, dan bull
Komponen makna
|
man
|
woman
|
boy
|
girl
|
Bull
|
1.
Manusia
2.
Dewasa
3.
jantan
|
+
+
+
|
+
+
-
|
+
-
+
|
+
-
-
|
-
-
±
|
Tampak terlihat bahwa man,
women, boy dan girl, dan girl memiliki komponen
makna/+manusia/, sedangkan bull tidak memiliki komponen makna itu. Lalu, man
dan women memiliki komponen makna /+dewasa/, sedangkan boy, girl dan bull tidak
memiliki komponen makna tersebut. Selanjutnya, terlihat bahwa man dan boy
memiliki komponen makna /+jantan/, sedangkan women dan girl tidak memiliki
komponen makna tersebut; dan bull bisa memiliki bisa juga tidak memiliki, sebab
bull termasuk jantan dan betina.
Kalau kita bandingkan kata
inggris boy, girl, child, dan kata indonesia anak, maka akan
tampak perbedaan maknanya sebagai terpampang pada bagian berikut:
Komponen makna
|
Boy
|
Girl
|
Child
|
Anak
|
1.
Manusia
2.
Dewasa
3.
Jantan
|
+
-
+
|
+
-
-
|
+
-
±
|
+
±
±
|
Tampak, bahwa boy, girl, child, dan anak sama sama memiliki
komponen makna /+manusia; bedanya boy, girl, dan child memiliki komponen makna
/-dewasa/, sedangkan anak memiliki komponen makna /±dewasa/. Jadi, kata anak
dalam bahasa indonesia bisa dewasa tetapi bisa juga belum dewasa.
Analisis komponen makna
ini dapat dimanfaatkan untuk mencari perbedaan dari bentuk bentuk yang
bersinonim. Umpamanya, kata ayah dan bapak adalah dua buah kata yang bersinonim
dalam bahasa indonesia. Oleh karena itu, kata ayah dan bapak pun,meskipun
bersinonim, tentu ada perbedaan maknanya. Di manakah letak bedanya itu? Kalau
kita analisis komponen makna yang dimiliki kata bapak dan ayah akan terlihat
sebagai berikut:
Komponen makna
|
Ayah
|
Bapak
|
1.
Manusia
2.
Dewasa
3.
Sapaan kepada orang tua laki laki
4.
Sapaan kepada orang yang dihormati
|
+
+
+
_
|
+
+
+
+
|
Dari bagan itu terlihat bahwa kata ayah dama-sama
memiliki komponen makna 1 sampai 3, bedanya ayah tidak mailiki komponen 4,
sedangkan kata bapak memiliki komponen makna itu. Dengan demikian, anda bisa
melihat beda makna kata ayah dan bapak yang hakiki. Yang menyebabkan kata bapak
dalam ujaran berikut: (kami menghadap bapak Gubernur Suryadi di kantornya)
tidak dapat ditukar dengan kata ayah.
Analisis komponen juga dapat digunakan untuk membuat
prediksi makna-makna gramatikal afiksasi, reduplikasi, dan komposisi dalam
bahasa indonesia. Misalnya, proses afiksasi dengan prefiks me- pada
nomina yang memiliki komponen makna /+alat, akan mempunyai makna gramatikal
“melakukan tindakan dengan alat” (yang disebut kata dasarnya), seperti terdapat
pada menggergaji, memahat, menombak, dan mengail. Proses afiksasi
dengan perfeks me- terhadap nomina yang memiliki komponen makna /sifat atau
ciri khas, akan mempunyai makna gramatikal “menjadi atau berbuat seperti” (yang
disebutkan kata dasar). Misalnya: Imembeo, mematung, membaja, dan membatu.
Proses afiksasi dengan perfeks me- terhadap nomina yang memiliki
komponen makna /+hasil olahan/ akan memiliki makna gramatikal “membuat” (yang
disebut kata dasarnya). Misalnya: menyambal, menggulai dan menyate.
Sedikit catatan mengenai kata mematung di dalam buku-buku pelajaran tata
bahasa dikatakan mempunyai makna 1)menjadi atau berlaku seperti patung,
2)membuat patung.
Analisis komponen ini dapat digunakan untuk meramalkan makna gramatikal, dapat kita
lihat pada proses reduplikasi dan proses komposisi. Dalam proses reduplikasi,
yang terjadi pada dasar verba yang memiliki komponen makna /+sesaat, memberi
makna gramatikal berulang-ulang, seperti pada memotong-motong, memukul-mukul
dan menendang-nendang. Sedangkan pada verba yang memiliki komponen
makna /+bersaat, akan memberi makna gramatikal dilakukan tanpa tujuan, seperti
pada membaca-baca, mandi-mandi dan duduk-duduk. Jadi dalam proses
reduplikasi itu terlihat verba yang memiliki komponen makna /+sesaat, mempunyai
makna gramatikal yang berbeda dengan verba yang memiliki komponen makna
/-sesaat.
Dalam proses komposisi, komponen makna yang dimiliki oleh
bentuk dasar yang terlibat dalam proses itu menentukan juga makna gramatikal
yang dihasilkannya. Misalnya, makna gramatikal “milik” hanya dapat terjadi
apabila konstituen kedua dari komposisi itu memiliki komponen makna /+manusia,
atau /+dianggap manusia. Misalnya: sepeda Dika, rumah paman, dan mobil
kantor. Jika tidak memiliki komponen
makna itu, maka makna gramatikal “milik”
tidak akan muncul. Misalnya, bulu kucing bukan bermakna
gramatikal “bulu milik kucing” melainkan “bulu dari kucing”.
Dalam buku C.A. Mess (1954) ada konstruksi lukisan
yusuf yang dikatakan bermakna ganda, yakni:1)lukisan milik yusuf, 2)lukisan
karya yusuf atau yusuf yang buat, dan 3)lukisan wajah yusuf atau yusuf jadi
objek lukisan. Jika kita perinci komponen maknanya, maka dapat disebutkan behwa
yusuf memiliki komponen makna /+manusia, dan mempunyai kemungkinan
memiliki komponen makna /+pelukis, /+kolektor, dan /+objek lukisan. Disebut
memiliki kemungkinan karena kita tidak mengenal, apakah yusuf memang pelukis,
memang kolektor, atau memang juga objek lukisan. Kalau kita bandingkan dengan
Basuki Abdullah, maka sudah jelas bahwa Basuki Abdullah memang memiliki
komponen makna /+pelukis, dan dibandingkan dengan Bung Karno, maka juga sudah
jelas bahwa Bung Karno adalah kolektor lukisan, kalau kita bandingkan dengan
banteng, maka sudah jelas bahwa banteng tidak memiliki komponen makna /+pelukis
dan /+kolektor. Yang mungkin banteng hanya memiliki kemungkinan /+objek
lukisan.[2]
B.
DEFINISI KEBENARAN MAKNA MENURUT TARSKI
Teori SKK (Semantik Kondisi Kebenaran) ini
diperkenalkan oleh seorang ahli logika bernama Traski. Sampai sekarang teori
ini dipelajari secara meluas oleh para filusuf (Kempson, 1977). Dalam teori
ini, Traski mengemukakan sebuah postulat, bahwa makna suatu pernyataan dapat diberikan dengan kondisi kebenaran. Sebuah pernyataan
mempunyai arti bila ada kondisi kebenaran yang menjamin kebenaran pernyataan
itu. Jika kondisi kebenaran itu tidak ada, maka pernyataan itu tidak bermakna
apa-apa (Wahab, 1999a).
Menurut Tarski
(dalam Palmer 1981;196), kalimat yang benar adalah kalimat yang menyatakan
bahwa sebuah keadaan begini atau begitu dan keadaannya memang demikian. Pada
umumnya, teori ini digunakan untuk mengetahui makna sebuah kalimat yang
dihubungkan dengan kondisi tertu dan apabila kondisi itu benar, kalimat itu
benar adanya.[3]
Dalam melogikan teorinya, Traski menggunakan rumus
sebagai berikut: S benar, jika dan hanya jika P[4]
Di mana S adalah makna kalimat dan P merupakan kondisi yang
dapat menjamin kebenaran kalimat itu (Kempson, 1977). Contoh klasik yang
dijadikan ilustrasi oleh Traski dalam menjelaskan rumus tersebut adalah: 1) Snow is white benar, jika dan hanya jika salju itu putih. Kalimat tersebut memiliki kondisi kebenaran makna (truth
condition), karena memang salju tersebut hanya berwarna putih, tidak ada salju
yang berwarna selain putih. Berbeda dengan kalimat berikut ini: 2) Kuning itu warna pelangi. Kalimat (2)
tersebut bila dilihat dari ‘kaca mata’ Traski, jelas tidak memiliki kebenaran
makna. Hal ini karena kalimat (2)
tersebut tidak memiliki kondisi yang menjamin kebenaran pernyataan tersebut.
Artinya, bahwa pelangi itu berwarna selain warna kuning, yakni berwarna biru,
merah, dan hijau.
Formula atau postulat yang dikemukakan oleh Traski tersebut
dianggap masih memiliki kelemahan. Kelemahan pertama berkaitan dengan kondisi
yang dipakai untuk menjamin kebenaran suatu pernyataan. Kelemahan kedua
terletak pada pendekatan filosofisnya (Wahab, 1999a). Dalam kaitannya dengan
kelemahan pertama, postulat Traski ini tampaknya berputar-putar dan
memibingungkan, sebab pernyataan aslinya dipakai lagi sebagai kondisi yang
menjamin kebenaran pernyataan itu sendiri. Kempson (1977) berpendapat bahwa
formula Traski sebagai formula yang sangat menyesatkan.
Sementara itu, kelemahan kedua terletak pada pendekatan
Traski yang dipengaruhi oleh aliran positivisme yang menyatakan: Either p or not
p model Rudlof Carnaf. Dalam konsep Rudlof Carnaf, pernyataan dianggap bermakna
jika ada data sense-nya. Akan tetapi, apabila pernyataan itu tidak dijamin oleh
bukti-bukti yang dapat dipersepsi dengan indera, maka pernyatan itu dianggap
tidak bermakna (Wahab, 1999a).[5]
Berkaitan dengan kelemahan formula atau postulat kebenaran
makna yang dikemukakan oleh Tarski
tersebut, Kempson (1977) menyempurnakan formula tersebut dengan model formula
baru dengan memasukkan batas-batas kondisi wajib (necessary) sehingga kebenaran
suatu pernyataan tidaklah harus berupa pengulangan pernyataan itu sendiri
(Wahab, 1999a). Formula yang diusulkan oleh Kempson (1977|) tersebut adalah
sebagai berikut. S berarti bahwa p = wajib S benar jika dan hanya p
Contoh pernyataan yang diberikan oleh Kempson dan formula
tersebut adalah sebagai berikut:
3) A boy hurried to his home is true if and only if here is a male child quickly went to the place where he lived.
3) A boy hurried to his home is true if and only if here is a male child quickly went to the place where he lived.
Contoh yang diberikan oleh Kempson
(1977) pada (3) tersebut menegaskan bahwa pernyataan seorang anak laki-laki
tergesa-gesa pulang memiliki kebenaran, karena dijamin oleh adanya “seorang
laki-laki, kecil (belum dewasa), dan pergi dengan cepat menuju ke suatu rumah
tempat dimana dia tinggal”.
C.
MAKNA KATA
a.
Batasan
kata
Batasan kata dapat dilihat dari pandangan, kata sebagai kata dan kata sebagai istilah teknis
yang berlaku dalam linguistik. Pandangan yang melihat kata sebagai kata, tentu
yang dimaksud adalah makna leksikal. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Depdikbud, 1993:451) kata makna: (1) unsur bahasa yang diucapkan atau
dituliskan yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat
digunakan dalam berbahasa, (2) ujar, bicara, (3) morfem atau kombinasi morfem
yang oleh bahasawan dianggap sebagai satuan terkecil yang dapat diujarkan
sebagai bentuk yang bebas, atau satuan bahasa yang berdiri sendiri, terjadi
dari morfem tunggal atau gabungan morfem.
Secara teknis yang
didasarkan pada cirri yang telah disebutkan diatas, kata adalah satuan ujaran
yang berdiri sendiri yang terdapat di dalam kalimat, dapat dipisahkan, dapat
ditukar, dapat dipindahkan dan mempunyai makna serta digunakan untuk
berkomunikasi.
b.
Bentuk
kata
Membicarakan bantuk kata yang dilihat dari kenyataan yang terdapat
dalam BI, bentuk kata dapat dibagi atas: (1) bentuk dasar atau leksem (lexeme)
yang bermakna leksikal, (2) paduan leksem, (3) bentuk berimbuhan, (4) bentuk
berulang, (5) bentuk majemuk, (6) bentuk yang terikat konteks kalimat, (7)
akronim, (8) singkatan. Karena itu membicarakan makna, maka kenyataan
menunjukkan ada pula bentuk yang mengakibatkan munculnya makna.
c.
Makna
dalam Leksem
Menurut Harimurti, “Leksemlah yang merupakan bahan dasar yang
setelah mengalami pengolahan gramatikal menjadi kata dalam subsistem gramatika.
Pengertian leksem tersebut terbatas pada
satuan yang mewujudkan dalam gramatikal dalam bentuk morfem dasar atau kata”
Makna dalam leksem yang dimaksud di sini, yakni bentuk yang sudah
dapat diperhitungkan sebagai kata. Dalam BI terdapat bentuk seperti ini: kunci,
lompat, pagar, tidur. Bantuk kunci dapat menghasilkan bentuk turunan dikunci,
mengunci, dan kata pagar dapat diberi imbuhan sehingga menjadi dipagari,
memagari, terpagar. Kata kunci dan pagar telah memiliki makna leksikal, dan
demikian pula kata dikunci, mengunci, dipagari, memagari, terpagar.
Ada baiknya diingatkan bahwa ada juga leksem yang belum dapat
ditentukan makna leksikalnya. Misalnya, leksem juang. Apakah makna leksem juang?
Makna leksikalnya dapat ditentukan setelah leksem tersebut diberikan imbuhan,
misalnya menjadi: berjuang,diperjuangkan, memperjuangkan, pejuang,
perjuangan, seperjuangan. Kata kata ini sudah memiliki makna leksikal yang
maknanya dapat dilihat di dalam kamus di bawah entri juang.
Jadi, makna dalam leksem di sini adalah makna leksikal yang
terdapat dalam yang berwujud kata, yang
makna leksikalnya dapat dicari di dalam kamus. Makna leksem seperti itu tidak
akan penulis jelaskan lagi. Bentuk bentuk seperti juang yang belum
bermakna leksikal telah didaftarkan oleh Harimurti.
d.
Makna
paduan leksem
Ada 3 istilah yang perlu dicermati pada bagian ini, yakni idiom,
kata majemuk, dan padua leksem. Harimurti mengatakan “idiom adalah konstruksi
yang maknanya tidak sama dengan komponen komponennya”, sedangkangkan “semi
idiom adalah konstruksi yang salah satu komponennya mengandung makna khas yang
ada dalam konstruksi itu saja”. Idiom, misalnya buah bibir yang bermakna bahan pembicaraan; busuk hati
yang bermakna jahat, dengki,
khianat; jantung hati yang
bermakna orang yang disayangi; makan angin yang bermakna jalan jalan.
Semi idiom, misalnya anak angkat yang bermakna anak orang lain yang dipelihara
dan sah menurut hukum; banting harga yang bermakna menjual dengan harga
yang murah atau menjual sebanyak banyaknya dengan harga murah; gatal tangan
yang bermakna suka mengerjakan yang tidak tidak, mencoret coret.
Kata majemuk adalah gabungan morfem dasar yang seluruhnya
bersetatus sebagai kata yang mempunyai pola fonologis, gramatikal, dan semantik
yang khusus menurut kaidah bahasa yang bersangkutan. Makna kata mejemuk
bukanlah makna unsur unsurnya, atau makna gabungan unsur unsurnya, tetapi makna
baru, makna lain dari unsur unsurnya. Contoh, batu api yang maknanya
sejenis bahan yang dapat menimbulkan api yang ada di dalam geretan.
Kata leksem adalah dua leksem atau lebih yang diperhitungkan
sebagai kata. Menurut Harimurti paduan leksem menjadi calon kata majemuk,
konsep paduan leksem tidak sama benar dengan konsep kata majemuk. Makna paduan
leksem dapat dirunut dari unsur yang membentuknya. Dalam BI terdapat paduan
leksem daya juang, unsur daya bermakna akal, kemampuan, muslihat,
tenaga, daya juang bermakna kemampuan untuk bejuang, agar bagaimana
caranya berjuang. Terlihat di sini, pada paduan leksem terdapat unsur inti
sedangkan unsur yang lain bersifat peripheral.
Ada baiknya perhatikan makna paduan leksem sebagaimana tertera di
bawah ini:
Inti
|
Paduan
|
Makna
|
Abdi
|
abdi masyarakat
|
pengayoman, pelayanan masyarakat
|
Adi
|
adi daya
|
berkekuatan besar dalam segala hal, terutama ekonomi dan militer
|
Air
|
Air limbah
|
Air bungan, kadang kadang beracun
|
Anak
|
Anak asuh
|
Anak orang lain yang sudah dipelihara seperti anak sendiri
|
Angkat
|
Angkat senjata
|
Bertempur
|
Arus
|
Arus barang
|
Masuk keluarnya barang
|
Bahan
|
Bahan jadi
|
Bahan yang sudah dapat digunakan
|
Bulan
|
Bulan madu
|
Bersenang senang bagi pengantin baru
|
e.
Makna
kata bebas
Yang dimaksud dengan kata bebas disini, yakni kata kata yang
dapat berdiri sendiri dalam ujaran tanpa mendapat imbuhan atan tanpa didampingi
kata yang lain. Makna kata kata bebas yang bersifat leksikal dapat
dicari di dalam kamus bahasa yang bersangkutan.
Kata bebas pada umumnya
berkatagori nomina. Ambillah kata arang. Kata arang bermakna: (1) bahan
bakar yang hitam warnanya dibuat atau terjadi dari bara kayu yang dipengap,(2)
serbuk hitam bekas kayu yang dibakar.
f.
Bentuk
yang mengakibatkan makna
Bentuk yang mengakibatkan makna disini, yakni imbuhan. Ingin
diberikan catatan lebih dahulu bahwa ada juga imbuhan yang bermakna. Imbuhan
itu, misalnya a- dalam kata asosial yang bermakna tidak sosial.
Dengan kata lain, prefiks a- bermakna tidak. Imbuhan lai, misalnya re-
yang bermakna kembali, misalnya dalam kata reorganisasi yang bermakna diorganisasikan
kembali; restrukturalisasi yang bermakna disusun kembali. Imbuhan yang
sudah bermakna adalah imbuhan yang bersifat serapan.
g.
Makna
kata berimbuhan
Dalam BI terdapat kata berimbuhan berdatangan yang leksemnya
datang, mendapatkan imbuhan ber-/-an. Kata berdatangan bermakna
banyak orang datang; orang yang datang tersebut berasal dari berbagai tempat;
orang yang datang tidak sekaligus tiba. Dengan kata lain kata berdatangan bermakna
proses datangnya banyak orang yang datang dari berbagai tempat, dan datang
tidak sekaligus. Terlihat di sini makna inti adalah datang.
Ambillah kata berimbuhan yang lain, misalnya pemberian yang
leksemnya beri mendapat imbuhan pe-/-an. Kata pemberian
bermakna apa yang diberikan, atau benda apa yang akan diberikan.
h.
Makna
kata berulang
Telah diketahui bahwa kata berulang atau reduplikasi adalah
“pengulangan satuan gramatika, baik seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun
tidak”. Hasil pengulangan disebut kata ulang atau reduplikasi, misalnya rumah-rumah,
berjalan-jalan, lauk-pauk, dan sebagainya.
Ada baiknya diingatkan bahwa kata ulang tidak sama dengan ulangan
kata. Ulangan kata adalah kata kata yang diulang ulang, misalnya mana:
“mana mana yang kau maksud?” kata mana yang diulang beberapa
kali, disebut ulangan kata, sedangkan
kata mana mana dalam kalimat, “Mana mana yang kau sukai, ambil saja.”
Adalah kata ulang. Makna kata mana mana , yakni benda atau bahan apa
saja.
i.
Makna
kata majemuk
Ada beberapa cirri cara yang dapat membedakan kata majemuk dengan
unsur yang lain. Cirri itu, yakni (1) tidak dapat diperluas, (2) tidak dapat
disela, (3) tidak dapat diubah strukturnya, (4) tidak dapat dijauhkan.
Timbul pertanyaan, apakah makna kata majemuk itu? Makna kata majemuk
dapat ditelusuri melalui katagori kata yang membentuknya. Kata majemuk dalam BI
terdapat dalam kata berkategori verbal, nomina, dan ajektiva.
Makna kata
majemuk pada kata yang berkategori verbal
dapat dirinci, antara lain:
1)
Melaksanakan kegiatan,
misalnya bunuh diri, tatap muka
2)
Dan, misalnya
timbul tenggelam, jatuh bangun
3)
Penyebab, misalnya gegar
otak, mabuk laut
4)
Untuk, misalnya berani
mati, ganti rugi
5)
Akan, misalnya gila
pangkat
6)
Intensitas, misalnya hancur
lebur, luluh lantak, terang benderang
Makna kata
majemuk pada kata yang berkategori nomina, antara lain:
1.
Tempat, misalnya rumah
makan, rumah sakit
2.
Kepunyaan, misalnya kaki
meja, lunas perahu
3.
Dari, misalnya garam
inggris, songkok Demak
4.
Bahan, misalnya cincin
emas, baju sutra
5.
Dan, misalnya suami
istri, anak cucu
6.
Tentang, misalnya tata
kota, gambar perahu
Makna kata majemuk
pada kata yang berkategori ajektiva, antara lain bermakna sifat,
misalnya baik budi.
j.
Makna
kata terikat konteks kalimat
Makna kata yang terikat konteks kalimat dengan sendirinya harus
ditelusuri ketika kata itu telah berada dalam kalimat. Beberapa kata yang
terikat konteks kalimat akan segera dikemukakan maknya berikut ini.
Adakalnya bermakna kadang
kadang, sekali sekali, sekali waktu, misalnya dalam kalimat. “Kehidupan
di dunia ini adakalanya senang adakalanya susah.” Kata adakan bermakna mana
ada, masakan, misalnya dalam kalimat, “adakan rusa menembak orang.”
Kata adalah bermakna: (1) identik dengan, misalnya
dalam kalimat “Harimau adalah kucing ukuran besar. (2) sama maknanya sama
dengan, misalnya dalam kalimat “Kata adalah satuan bahasa yang
bermakna”; (3) termasuk dalam kelompok atau golongam, misalnya
dalam kalimat, “Saya adalah anggota MLI.” (Masyarakat Linguistik Indonesia).
Kata adapun bermakna hal, mengenai, misalnya dalam
kalimat, “Adapun pencuri itu telah di tangkap polisi”.
Kata akan bermakna: (1) menyatakan sesuatu yang
akan terjadi, hendak, misalnya dalam kalimat, “Saya menyangka ia akan pegi:
(2) kepada, misalnya dalam kalimat, “Jangan lupa akan orang tua
kita: (3) mengenai, tentang, terhadap,misalnya dalam kalimat, “Akan
uangnya di bank dibiarkannya saja: (4) untuk, misalnya dalam kalimat
“Uang ini akan pembeli songkok”.
k.
Makna
akronim
Akronim adalah pemendekan dua kata atau lebih menjadi satu kata
saja. Dengan kata lain akronim merupakan kata. Maknanya merupakan kepanjangan
kata tersebut. Jadi, kalau kita ingin mengetahui makna akronim adpel,
maka harus diketahui lebih dahulu kepanjangan akronim adpel. Kepanjangan
akronim adpel adalah administrsi pelabuhan. Maknanya, yakni
di pelabuhan, terutama administrasinya.
Contoh lagi denga kalimat akronim amdal. Bagaimana proses
pembentukannya? Akronim amdal dipendekkan dari kata kata analisis
mengenai dampak lingkungan.
Di negera tercinta ini ada akronim Babinkumnas yang kepanjangannya
Badan Pembinaan Hukum Nasional, Bakin yang
kepanjangan Badan Koordinasi Intelijen Negara,
serta Bakoptranas yang kepanjangannya Badan Koordinasi Penyelenggaraan
Transmigrasi Nasional.
Apakah yang dapat disimpulkan berdasarkan uraian diatas? Kesimpulannya,
yakni makna akronim adalah makna kepanjangan kata kata yang membentuk akronim
tersebut. Akronim sudah dinggap kata.
l.
Makna
singkatan
Berbeda dengan akronim, singkatan atau abreviasi
teratur cara memendekkan kata menjadi unsurnya. Seperti contoh ABRI yang
kepanjangannya adalah Angakatan Bersenjata Republik Indonesia. Pada singkatan
ini diambil huruf pertama pada setiap unsur.
Kadang kadang singkatan sudah seperti kata. Karena itu,
dapat dipendekkan atau disingkat lagi ketika singkatan tersebut ditambah dengan
unsur lain. Misalnya, ABRI yang digabungkan dengan urutan kata masuk
desa terbentuklah singkatan A.M.D. yang kepanjangannya ABRI Masuk
Desa yang maknanya, juga dalam kepanjangan itu sendiri.
m.
Makna
bentuk yang diplesetkan
Akhir akhir ini dalam penggunaan BI, meskipun tidak dalam situasi
resmi, yakni gejala bentuk yang diplesetkan. Gejala bentuk yang
diplesetkan menarik manarik untuk dibicarakan, terutama dilihat dari segi
makna, pesan yang disampaikan. Bentuk yang diplesetkan merupakan tindak sewenang
wenangan pemakai bahasa untuk menggunakan lambang tertentu yang tentu saja
ingin memaknakan sesuatu.
Dalam hubungan dengan istilah bentuk yang diplesetkan, Heryanto
membagi bentuk yang diplesetkan atas 3 jenis.
Subkategori pertama, yakni plesetan yang menuntut kemahiran,
mengundang tawa penonton dengan mendistorsi kata sehingga terbentuk kata kata
lain yang sebenarnya tidak mempunyai sangkut paut atan malahan tidak bermakna,
tetapi kedengarannya lucu. Misalnya, kata kepala diplesetkan menjadi kelapa,
tolong diplesetkan menjadi lontong, airport diplesetkan
menjadi air pot, partisipasi diplesetkan menjadi partisisapi.
Subkategori kedua, yakni sejumlah graffiti yang
mendistorsikan istilah peribumi menjadi sedikit keberatan tanpa sepenuhnya
meleyapkan unsur pribumi itu. Contohnya: Perex diplesetkan menjadi perek=
perempuan eksperimen; wheduz diplesetkan menjadi wedus (Jawa: Domba), ghendek
diplesetkan menjadi gendeng (Jawa: Gila); warung Takashimura
kependekan dari urutan kata tak kasih murah.
Pada plesetan jenis kedua ini terjadi penjegalan terhadap sesuatu
yang sudah lazim. Misalnya: pepatah yang berbunyi tong kosong berbunyi
nyaring, diplesetkan menjadi tong kosong berbunyi glondang.
Jadi, kata nyaring diplesetkan menjadi glondang. Pepatah: sambil
menyelam minum air, kata air diplesetkan menjadi kopi, sehingga
pepatah itu berbunyi: sambil menyelam minum kopi.
Subkategori ketiga, yakni plesetan oposisi karena ia
memberikan nalar dan acuan yang secara konfrontatif bertubrukan atau menjungkirbalikkakan
apa yang sudah atau sedang lazim dalam masyarakat. Plesetan jensi ini bukan
sekedar menggantikan satu tanda atau makna degan tanda atau makna lain, tetapi
menjungkirbalikkan nilai perlawanan frontal terhadap tanda atau makna yang
telah ada. Yang banyak menjadi sasaran plesetan jenis ini, yakni singkatan.
Misalnya singkatan rumah sangat sederhana (RSS), diplesetkan menjadi rumah
sangat sengsara; singkatan kitab undang undang hukum
pidana (KHUP) diplesetkan menjadi kasih uang habis
perkara, singkatan inpres desa tertinggal (IDT),
diplesetkan menjadi iki duite teko = ini duitnya tiba
(Jawa), dan dalam bahasa Gorontalo menjadi iliilangi doi tilayadu
= berkurang uang yang dibagi.
Plesetan oposisi tampak pula pada pepatah, misalnya, sedikit
sedikit, lama lama jadi bukit; kata bukit diplesetkan menjadi habis,
sehingga pepatah itu berbunyi, sedikit sedikit, lama lama jadi habis.
Ada pula pepatah yang berasal dari tukang kayu yang berbunyi bersakit sakit
dahulu, bersenang senang kemudian; urutan kata bersenang senang kemudian
diplesetkan menjadi bersakit sakit seterusnya, sehingga pepatah itu
berbunyi, bersakit sakit dahulu bersakit sakit seterusnya.[6]
BAB III
KESIMPULAN
Makna yang
dimiliki oleh setiap kata yang terdiri
dari sejumlah komponen (yang disebut komponen makna) yang membentuk keseluruhan
makna kata itu. Komponen makna ini dapat dianalisis, dibutiri atau desebutkan
satu persatu, berdasarkan “pengertian-pengertian” yang dimilikinya.
Menurut Tarski (dalam Palmer 1981;196), kalimat yang
benar adalah kalimat yang menyatakan bahwa sebuah keadaan begini atau begitu dan
keadaannya memang demikian. Pada umumnya, teori ini digunakan untuk mengetahui
makna sebuah kalimat yang dihubungkan dengan kondisi tertu dan apabila kondisi
itu benar, kalimat itu benar adanya.
Dalam melogikan teorinya, Traski menggunakan rumus
sebagai berikut: S benar, jika dan hanya jika P
Kata merupakan momen kebahasaan yang
bersama-sama dalam kalimat menyampaikan pesan dalam suatu komunikasi. Kata
berwujud berbagai bentuk.
Daftar pustaka
Chaer,Abdul. 2007. Linguistik Umum.
Jakarta. Rineka Cipta
Cummings, Louise. 2007. Pragmatik. Yogyakarta.
Pustaka Pelajar
Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta.
Rineka Cipta.
Masyarakat Indonesia majalah ilmu ilmu sosial, Lembaga ilmu
pengetahuan Indonesia, Jakarta
[1] Mansur Padeta, Semantik Leksikal, Jakarta,
Rineka Cipta, 2001.hal:78
[2] Abdul Chaer, Linguistik Umum,
Jakarta, Rineka Cipta, 2007, hal: 318-322
[3] . Masyarakat
Indonesia majalah ilmu ilmu sosial, Lembaga ilmu pengetahuan Indonesia,
Jakarta, hal. 215
[4] Louise Cummings, Pragmatik, Yogyakarta,
Pustaka Pelajar, 2007, hal:60
[6] Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, Rineka
Cipta, Jakarta, 2001, hal 133-156
No comments:
Post a Comment