Tuesday, June 25, 2019

NEUROLINGUISTIC AND LANGUAGE LOSS


KATA PENGANTAR


Bismillahirrahmaanirrahiim….
Tiada untaian kata yang pantas kami ucapkan selain ucapan rasa syukur Alhamdulillah Kepada Sang Khaliq yang telah memberikan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan tugas mata kuliah “Psikolinguistik” yang berjudulNeurolinguistic and Language Loss, meski sangat jauh dari kesempurnaan. Namun, hal itu tidak akan mengurangi eksistensi kami ke depan untuk lebih baik.
Sholatan wa salaman semoga tetap tercurahkan Kepada Sang Revolusioner Islam Nabiyullah Muhammad Saw. Yang telah membawa kita dari jurang kesesatan menuju alam yang penuh dengan terangnya ilmu pengetahuan seperti apa yang telah kita rasakan pada saat ini, itu tidak lain adalah berkat kegigihan Beliau dalam membela Islam.
  Ucapan terimakasih kepada Dosen Pengampu Prof. Dr. H. .........yang telah memberikan bimbingan dan teman-teman serta orang-orang yang berjasa dalam penyelesaian tugas ini. Kritik dan saran dalam penulisan dan isi sangat diharapkan karena kami masih pemula dan untuk perbaikan selanjutnya.



                                                                                                                        Malang, 14 November 20..

Penulis,

                                                                                             Kelompok I






DAFTAR ISI


Halaman Judul                                                                                            i
Kata Pengantar                                                                                            ii                            
Daftar Isi                                                                                                     iii                                                                                                                                                                                 
BAB I  PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah                                                                        1                            
B.  Rumusan Masalah                                                                                  1
C.  Tujuan                                                                                                    1                                        
BAB II PEMBAHASAN
A.    Neurolinguistic                                                                                      2    
B.     Language Los                                                                                        6
                                                                                                             
    
BAB III PENUTUP                                                                                  
Kesimpulan                                                                                                 14                                                                                                                                                                                                              
Daftar Pustaka                                                                                      17 


BAB I
PENDAHULUAN


A.      Latar Belakang Masalah
Manusia yang normal fungsi otak dan alat bicaranya tentu dapat berbahasa dengan baik dan benar. Tetapi mereka yang memiliki kelainan fungsi otak dan alat bicaranya, tentu mempunyai kesulitan dalam berbahasa, baik produktif maupun reseptif. Gangguan – gangguan berbahasa sangat mempengaruhi proses berkomunikasi dan berbahasa.
Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Berbahasa merupakan proses mengemunikasikan bahasa tersebut. Proses berbahasa sendiri memerlukan pikiran dan perasaan yang dilakukan oleh otak manusia untuk menghasilkan kata-kata atau kalimat.
Secara teoritis proses berbahasa dimulai dengan enkode semantik, enkode gramatika dan enkode fonologi. Enkode semantik dan enkode gramatika berlangsung dalam otak, sedangkan enkode fonologi dimulai dari otak lalu diteruskan pelaksanaannya oleh alat – alat bicara yang melibatkan sistem syaraf otak bicara. Ketiga enkode tersebut berkaitan dalam produksi bahasa seseorang yang juga berkaitan erat dengan hubungan antara otak dan organ bicara seseorang.
Banyak faktor yang mempengaruhi dan menyebabkan seseorang dalam berbahasa, faktor gangguan berbahasa terbsebut dapat mengganggu bahasa seseorang menjadi tidak bisa berbahasa dengan baik dan benar.

B.       Rumusan Masalah
1.         Apa Pengertian Neurolinguistik ?
2.         Bagaimana Language Loss itu ?

C.      Tujuan
Untuk mengetahui tentang Neurolinguistik dan Language Loss

BAB II
PEMBAHASAN
                                                                                                                                                                           
A.  Pengertian Neurolinguistik
Neuropsycholinguistics dibentuk oleh kata-kata neuro, psyche dan linguistics. Dalam hal ini perlu dijelaskan hanyalah kta neuro yang mengandung acuan yang relatif sama dengan nerve yang berarti “saraf” dan psyche yang berarti pikiran dan metalitas. Dalam sistem saraf manusia, otak merupakan pusat saraf, pengendali pikiran, dan mekanisme organ tubuh manusia, termasuk mekanisme yang mengatur pemrosesan bahasa, Menurut Chaer (2003:7), Neuropsikolinguistik mengkaji hubungan antara bahasa, berbahasa, dan otak manusia.
Neuropsikolinguistik sebenarnya merupakan gabungan dari Neurolingustik dan Psikolinguistik. Secara lebih sederhana, Fromkin and Rodman (1989:361) mendefenisikan bahwa Neurolinguistik adalah kajian mengenai landasan biologis bahasa dan mekanisme otak yang berperan dalam pemerolehan dan penggunaan bahasa (neurolinguistics is the study concerned with the biological foundation of language and the brain mechanisme underlaying its acquistion and use).[1]
Sistem saraf manusia terdiri dari dua bagian utama, yaitu :[2]
1.      Tulang punggung ( Terdiri dari sederetan tulang punggung yang bersambung-sambung)
2.      Otak
Otak terdiri dua bagian :
a.       Batang Otak ( Brain Stem) yang terdiri dari medulla, pons, otak tengah, dan cerebellum
ü Berkaitan dengan fisikal tubuh (Pernapasan, detak jantung, gerakan, refleks, pencernaan, dan pemunculan emosi.

b.      Korteks Serebral yang terdiri dari Hemisfer Kiri dan Hemisfer Kanan
ü Berkaitan dengan intelektual dan bahasa
ü Hemisfer Kiri dan Hemisfer Kanan dihubungkan oleh korpus kalosum (berfungsi mengintergrasikan dan mengkooridinir semua yang dilakukan Hemisfer)
ü Berikut fungsi hemisfer kiri dan hemisfer kanan otak manusia :
Hemisfer Kiri
Hemisfer Kanan
1.      Berbahasa
2.      Membaca
3.      Menulis
4.      Analisa
5.      Menghitung
6.      Berpikir Nalar
7.      Sains
8.      Mengendalikan semua anggota badan di sebelah kanan
1.      Musik dan lagu
2.      Emosi
3.      Kesenian
4.      Refleksi
5.      Daya ingat
6.      Daya intuisi
7.      Kepribadian
8.      Mengendalikan semua anggota badan di sebelah kiri
            Dengan demikian Hemisfer kiri  merupakan otak bagian kiri dengan fungsinya dalam kebahasaan.
Dalam berbahasa terdapat gangguan yang menyebabkan manusia tidak dapat berbahasa dengan normal, salah satunya adalah aphasia atau afasia, yang mana menyerang pada otak pada bagian Broca dan Wernick. Kami akan menjelaskan dengan singkat mengenai kedua hal tersebut:
1.       Afasia Broca (Broca’s Aphasia Damage ) 
Kerusakan ini terjadi pada area Broca[3] dan dinisbahkan pada nama penemu area Broca yakni Piere Paul Broca. Penderita afasia Broca pada umumnya mereka akan mengalami kesulitan mengekspresikan diri secara lisan dan artikulasi kurang baik., begitu juga ia tak mampu  membentuk kalimat kompleks dengan tata bahasa yang benar, Pasien sendiri masih memiliki kemampuan pemahaman bahasa yang baik, walaupun ada beberapa kasus di mana kemampuan pemahaman bahasa pasien ikut menurun[4]. 
Berikut adalah contoh pasien dengan afasia Broca. Ia bermakud menjelaskan bagaimana ia datang ke rumah sakit untuk menjalani bedah gigi:
"Ya... ah... Senin... ng... Ayah dan Peter H... (namanya), dan Ayah.... ng... rumah sakit... dan... ah... Rabu... Rabu, jam sembilan... dan oh... Kamis... jam sepuluh, ah dokter... dua... dan dokter... dan ng... gigi... yah."[5]
Daerah yang diserang berdekatan dengan korteks motor, maka alat-alat ujaran berbahasa seperti mulut akan  berubah bentuk (Jw:mencong), sehingga kata-kata yang dihasilkan akan terpatah-patah dan lafalnya tidak jelas. Sebagaimana tetangga penulis yang menderita stroke ketika berbincang dengan penulis maka kalimat yang keluar sukar difahami . Pun juga ditandai dengan ketidakmampuan untuk memproduksi dan memahami kalimat-kalimat yang grammatical , disebut dengan istilah agrammatic. 
Ada juga afasia Broca yang disebut dengan afasia Motorik Kortikal, dimana hilangnya kemampuan untuk mengutarakan pikiran dengan menggunakan perkataan, secara gampangnya gudang tempat penyimpanan kata-kata musnah atau hilang. Ia masih bisa mengerti bahasa lisan dan tulisan, akan tetapi ekspresi verbal tidak bisa sama sekali, namun visual masih bisa. Sedang pada penderita Motorik Subkortial ,  hubungan antara Kortial (atas) dengan Subkortial terputus sehingga perintah untuk mengeluarkan perkataan masih bisa dismapaikan melalui gudang Broca (gudang perkataan). Jadi penderita ini tidak dapat mengeluarkan isi pikirannya perkataan, namun dengan membeo[6]. Sedang Motorik Transkortial, gangguan tipe berbahasa ini terjadi akibat gangguan area Broca dan Wernick yang menyebabkan tidak harmonisnya proses pemahaman dan ekspresi bahasa atau kata-kata.
2.      Afasia Wernick (Wernick’s Aphasia Damage)  
Afasia Wernicke yang berhubungan dengan kerusakan area Wernicke pada otak. Area Wernicke adalah pusat bahasa yang bertanggung jawab untuk memproduksi makna, seperti interpretasi kata dan pemilihan kata untuk menghasilkan produksi ujaran[7]. Penderita afesia ini cukup lancar dalam berbicara, namun sulit dimengerti karena kata-kata yang diucapkannya tidak cocok dari segi makna. Penderita ini juga sering kali keliru dalam memilih kata, sebagai contoh: Kata fair digantikan dengan chair, kata carrot dengan cabbage . 
Penderita afasia Wernick juga kesulitan untu menyebutkan nama-nama benda, walaupun sebenarnya ia mengetahuinamanya. Ia mampu menunjukkan benda yang dimaksud akan tetapi ketika akan menyebutkan nama benda tersebut ia tak mampu untuk mengungkapkannya. Kata “pensil” bagi orang normal sangatlah gampang untuk diucapkan, hal yang berbeda dialami penderita afasia Wernick, ia akan sulit menemukan kata dan menamainya  walau lisannya relative lancar[8]. 
Kami juga akan sedikit menjelaskan tentang cara pengobatan bagi penderita afasia dan epilepsy memlalui teknik Split Brain (otak tepisah) ang dibagi menjadi dua teknik : commissurotami dan hemisphiretomy.
Teknik Pembedahan Otak Split Brain (otak terpisah):  [9]
1.      Commissurotomy 
Teknik ini umumn digunakan dalam menangani kasus epilepsy merupakan teknik pertama kali dignakan dalam meneliti lateralisasi otak. Teknik ini digunakan ddengan cara memotong corpus collosum ,  dengan memisahkan antara hemisfer kiri dan kanan, dikrenakan pengobatan medis tidak membuahkan hasil.  Dari hasil operasi itu diperoleh hsil positif serta digunakan untuk mengetahui fungsi masing-masing hemisfer. Eksperimen ini pertama kali dilakukan leh Robert Sperry dan kawan-kawan.
2.      Hemispheretomy
Teknik ini diterapkan terhadap penderita afasia dan epilepsy, yaitu engan cara mengangkat salah satu hemisfer yang cedera atau terganggu. Dari eksperimen tersebut ditemukan bahwa secara umum bahasa diproses pada hemisfer kiri. Hal ini diperkuat oleh temuan bahwa bila hemisfer kanan diangkat tidak terjadi gangguan fungsi bahasa atau  afasia.
B.  Language Loss
Languange Loss diantaranya :
1.      Gangguan berbicara
                 Berbicara merupakan aktivitas motorik yang mengandung modalitas psikis. Oleh karena itu, gangguan berbicara ini dapat di kelompokkan ke dalam dua kategori. Pertama, gangguan mekanisme berbicara yang berimplikasi pada gangguan organik; dan kedua, gangguan berbicara psikogenik.[10]




a. Gangguan Mekanisme Berbicara
                Gangguan berbicara secara biologis disebabkan ketidaksempurnaan organ. Contohnya yaitu yang di alami tunarungu, tunanetra, dan penyandang gangguan mekanisme berbicara.
                Ketidaksempurnaan organ bicara menghambat kemampuan seseorang memproduksi ucapan (perkataan) yang sejatinya terpadu dari pita suara, lidah, otot-otot yang membentuk rongga mulut serta kerongkongan, dan paru-paru. Hal ini disebut gangguan mekanisme berbicara. Menurut Chaer (2009) dalam bukunya Psikolinguistik; kajian teoretik, bahwa gangguan berbicara berdasarkan mekanismenya dapat terjadi akibat kelainan pada paru-paru (pulmonal), pada pita suara (laringal), pada lidah (lingual), dan pada rongga mulut serta kerongkongan (resonantal).
1.      Gangguan Akibat Faktor Pulmonal
Gangguan berbicara ini di alami oleh para penderita penyakit paru-paru . Para penderita penyakit paru-paru ini kekuatan bernapasnya sangat kurang, sehingga cara berbicaranya di warnai oleh nada yang monoton, volume suara yang kecil sekali, dan terputus-putus, meskipun dari segi semantik dan sintaksis tidak ada masalah.
  1. Gangguan akibat Faktor Laringal
Gangguan pada pita suara menyebabkan suara yang dihasilkan menjadi serak atau hilang sama sekali. Gangguan berbicara akibat faktor laringal ini di tandai oleh suara serak atau hilang, tanpa kelainan semantik dan sintaksis. Artinya, dilihat dari segi semantik dan sintaksis ucapannya bisa di terima.

  1. Gangguan Akibat Faktor lingual
Lidah yang sariawan atau terluka akan terasa pedih jika digerakkan. Untuk mencegah rasa sakit itulah cara berbicara di atur dengan gerak lidah yang dibatasi. Dalam kondisi seperti ini maka pengucapan sejumlah fonem menjadi tidak sempurna. Misalnya kalimat “Jangan ragu-ragu silahkan ambil saja” Mungkin akan di ucapkan menjadi “Hangan agu-agu siakang ambiy aja”.
Pada orang yang terkena stroke dan badannya lumpuh sebelah, maka lidahnyapun lumpuh sebelah. Berbicaranya menjadi pelo atau cadel yang dalam istilah medis disebut disatria (terganggunya artikulasi).
  1. Gangguan Akibat Faktor Resonansi
Gangguan akibat faktor resonansi ini menyebabkan suara yang dihasilkan menjadi bersengau. Misalnya yang di derita orang sumbing akibat gangguan resonansi pada langit-langit keras (palatum) pada rongga mulut. Selain itu juga terjadi pada orang yang mengalami kelumpuhan pada langit-langit lunak (velum). Rongga langit-langit itu tidak memberikan resonansi yang seharusnya sehingga suaranya menjadi bersengau. Penderita penyakit miastenia gravis (gangguan yang menyebabkan otot menjadi lemah dan cepat lelah) sering dikenali secara langsung karena kesengauan ini.

b. Gangguan Psikogenik
                Selain karena karena faktor gangguan mekanisme berbicara sebagaimana dijelaskan diatas, ada juga gangguan berbicara disebabkan segi mental atau psikogenik. Gangguan ini bersifat lebih ‘ringan’ karena itu lebih tepat disebut sebagai variasi cara berbicara yang normal sebagai ungkapan dari gangguan mental. Modalitas mental ini terungkap dari nada, intonasi, intensitas suara, lafal, dan diksi atau pilihan kata. Ujaran yang berirama lancar atau tersendat-sendat dapat juga mencerminkan sikap mental si pembicara. Gangguan psikogenik ini antara lain sebagai berikut:
  1. Berbicara Manja
                Disebut berbicara manja karena ada kesan keinginan untuk dimanja sebagaimana anak kecil yang membuat perubahan pada cara bicaranya. Fonem (s) dilafalkan (c) sehingga kalimat “sakit sekali susah sembuhnya” menjadi “cakit cekali cucah cembuhnya”. Gejala seperti ini dapat diamati pada orang tua pikun atau jompo (biasanya wanita).
  1. Berbicara kemayu
                Menurut Sidharta (dalam Chaer, 2009) istilah kemayu mengacu pada perangai kewanitaan yang berlebihan yang dalam hal ini ditunjukkan oleh seorang pria. Berbicara kemayu dicirikan oleh gerak bibir dan lidah yang menarik perhatian dan lafal yang dilakukan secara menonjol atau ekstra lemah gemulai dan memanjang. Meskipun berbicara jenis ini tidak langsung termasuk gangguan berbahasa, tetapi dapat dipandang sebagai sindrom fonologik yang mengungkapkan gangguan identitas kelamin.
  1. Berbicara Gagap
               Gagap yaitu berbicara yang kacau, tersendat-sendat, mendadak berhenti lalu mengulang-ulang suku kata pertama, kata-kata berikutnya, dan setelah berhasil mengucapkan kata-kata itu kalimat dapat di selesaikan. Penderita gagap kerap tidak berhasil mengucapkan suku kata awal, hanya berhasil mengucapkan konsonan atau vokal awalnya dengan susah payah hingga bisa menyelesaikan kalimatnya. Dalam usahanya mengucapkan kata pertama yang barangkali gagal, penderita gagap menampakkan rasa letih dan kecewanya.
               Menurut Sidharta (dalam Chaer, 2009) kegagapan adalah disfasia yang ringan. Kegagapan ini lebih sering terjadi pada kaum laki-laki, dan lebih banyak pada golongan remaja daripada golongan dewasa (Chauchard,1983).
               Penyebab  gagap belum di ketahui secara tuntas. Namun, hal-hal yang di anggap mempunyai peranan dalam menyebabkan terjadinya kegagapan itu. Misalnya:
  • Faktor Stres
  • Pendidikan anak yang terlalu keras dan ketat, serta tidak mengizinkan anak berargumentasi dan membantah.
  • Adanya kerusakan pada belahan otak (hemisfer) yang dominan.
  1. Berbicara Latah
               Latah atau ekolalla yaitu prilaku membeo atau menirukan ucapan orang lain. Ini merupakan sindrom yang terdiri atas curah verbal repetitif yang bersifat jorok (koprolalla) dan gangguan lokomotorik yang dapat dipancing. Kata-kata jorok yang ditiru cenderung berorientasi pada alat kelamin laki-laki. Yang sering di hinggapi sindrom ini adalah wanita berumur 40 tahun ke atas.
  1. Gangguan Berbahasa
               Berbahasa berarti berkomunikasi dengan menggunakan suatu bahasa. Anak-anak yang lahir dengan alat artikulasi dan auditori yang normal akan dapat mendengar kata-kata melalui telinganya dengan baik dan juga akan dapat menirukan kata-kata itu. Untuk dapat berbahasa diperlukan kemampuan mengeluarkan kata-kata. Ini berarti, daerah Broca (gudang tempat menyimpan sandi ekspresi kata-kata dalam otak) harus berfungsi dengan baik. Kerusakan pada daerah tersebut dan sekitarnya menyebabkan terjadinya gangguan bahasa yang disebut afasia.[11]
               Afasia ini dibedakan atas afasia ekspresi atau afasia motorik  dan afasia reseptif atau afasia sensorik.[3]
  1. Afasia Motorik
           Didapati adanya tiga macam afasia motorik ini, antara lain:
    1. Afasia motorik Kortikal
           Adalah hilangnya kemampuan untuk mengutarakan isi pikiran dengan menggunakan perkataan. Penderitanya masih mengerti bahasa lisan dan tulisan, namun ekspresi verbal tidak bisa sama sekali.
    1. Afasia Motorik  Subkortikal
            Terjadi karena kerusakan bagian bawah Broca. Penderitanya tidak dapat mengeluarkan isi pikirannya dengan menggunakan perkataan, tetapi masih bisa berekspresi verbal dengan membeo.
    1. Afasia Motorik Transkortikal
            Terjadi karena hubungan langsung antara pengertian dan ekspresi bahasa yang terganggu. Penderitanya dapat mengutarakan perkataan, namun hanya singkat dengan perkataan subtitusinya.
      b.   Afasia Sensorik
           Kerusakan karenanya dapat menyebabkan bukan saja pengertian dari apa yang didengar terganggu, tetapi juga pengertian dari apa yang dilihat ikut terganggu. 

3.   Gangguan Berpikir
                Pemakalah sebelumnya telah membahas mengenai keterkaitan antara bahasa dan pikiran karena bahasa dipersyarati kemampuan manusia berkognisi. Isi pikiran diutarakan dalam ekspresi verbal. Oleh karena itu, bisa disimpulkan bahwa ekspresi verbal yang terganggu bersumber atau di sebabkan oleh pikiran yang terganggu. Gangguan ekspresi verbal sebagai akibat dari gangguan pikiran yang dapat berupa hal-hal berikut:
    1. Pikun (Demensia)
               Orang yang pikun menunjukkan banyak gangguan seperti agnosia, apraksia, amnesia, perubahan kepribadian, perubahan perilaku, dan kemunduran dalam segala macam fungsi intelektual. Semua gangguan ini menyebabkan kurangnya berfikir, sehingga ekspresi verbalnya di warnai dengan kesukaran menemukan kata-kata yang tepat. Kalimat seringkali di ulang-ulang, pembicaraan sering terputus karena arah pembicaraan tidak teringat atau sering berpindah ke topik lain.
               Dr. Martina W.S. Nasrun sebagaimana dikutip oleh Chaer dalam bukunya Psikolinguistik; kajian teoretik, mengatakan bahwa Kepikunan adalah suatu penurunan fungsi memori atau daya ingat dan daya pikir lainnya yang dari hari ke hari semakin buruk. Gangguan kognitif ini meliputi terganggunya ingatan jangka pendek, kekeliruan mengenali tempat, orang, dan waktu. Juga gangguan kelancaran berbicara.
               Penyebab pikun ini antara lain karena terganggunya fungsi otak dalam jumlah besar, termasuk menurunnya jumlah zat-zat kimia dalam otak. Biasanya volume otak akan mengecil atau menyusut, sehingga rongga-rongga dalam otak melebar. Selain itu dapat pula disebabkan oleh penyakit, seperti stroke, tumor otak, depresi, dan gangguan sistematik.
    1. Autisma
               Anak autisma selain tidak responsif terhadap orang lain juga terobsesi dengan kesamaan lingkungan. Artinya, dia sangat kaku dengan rutinitas yang dihadapinya, dia akan marah apabila terdapat perubahan kondisi dari yang biasa dijumpainya.
               Ada dua kategori perilaku autisma yaitu, perilaku eksesif (berlebihan) dan perilaku yang defisit (berkekurangan). Yang termasuk perilaku eksesif yaitu hiperaktif dan tantrum (mengamuk) berupa jeritan, menyepak, menggigit, mencakar, memukul, dan sebagainya. Di sini juga sering terjadi anak menyakiti diri sendiri (self-abuse). Perilaku defisit ditandai dengan gangguan bicara, perilaku sosial kurang sesuai, bermain tidak benar dan emosi yang tidak tepat, misalnya tertawa tanpa sebab, menangis tanpa sebab dan melamun.  [12]
    1. Depresif
               Orang yang tertekan jiwanya memproyeksikan penderitaannya pada gaya bahasanya dan makna curah verbalnya. Volume curah verbalnya lemah lembut dan kelancarannya terputus-putus dalam interval yang cukup panjang. Namun, arah arus isi pikiran tidak terganggu.  Kelancaran bicaranya terputus oleh tarikan napas yang dalam, serta pelepasan napas keluar yang panjang. Perangai emosional yang terasosiasi dengan depresi itu bersifat universal. Curah verbal depresif dicoraki topik yang menyedihkan, menyalahi dan mengutuk diri sendiri, kehilangan semangat bekerja dan gairah hidup, tidak mampu menikmati kehidupan, malah cenderung berupaya mengakhirinya.
    1. Gangguan Lingkungan Sosial
               Yang dimaksud dengan akibat faktor lingkungan adalah terasingnya seorang anak manusia, yang aspek biologis bahasanya normal dari lingkungan kehidupan manusia. Jadi, anak yang terasing, tidak ada orang yang diajak dan mengajaknya berbicara, tidak mungkin dapat berbahasa. Karena dia sama sekali terasing dari kehidupan sosial masyarakat, maka dengan cepat ia menjadi sama sekali tak dapat berbahasa. Otaknya menjadi tidak lagi berfungsi secara manusiawi karena tidak ada yang membuatnya atau memungkinkannya berfungsi demikian. Maka sebenarnya anak terasing, yang tidak punya kontak dengan manusia, bukan lagi manusia, sebab manusia pada hakikatnya adalah makhluk sosial. Meskipun bentuk badannya adalah manusia tetapi dia tidak bermartabat sebagai manusia. Otaknya tidak berkembang sepenuhnya, tidak dapat berfungsi dalam masyarakat manusia, Dalam sejarah tercatat sejumlah kasus anak terasing, baik yang di asuh oleh hewan maupun yang terasingkan oleh keluarganya.[13]














BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Neurolinguistik adalah salah satu bidang kajian interdisipliner dalam ilmu linguistik dan ilmu kedokteran yang mengkaji hubungan antara otak manusia dengan bahasa.
 Sistem saraf manusia terdiri dari dua bagian utama, yaitu :[14]
a.       Tulang punggung ( Terdiri dari sederetan tulang punggung yang bersambung-sambung)
b.      Otak
Otak terdiri dua bagian :
1.      Batang Otak ( Brain Stem) yang terdiri dari medulla, pons, otak tengah, dan cerebellum
2.      Korteks Serebral yang terdiri dari Hemisfer Kiri dan Hemisfer Kanan
ü Hemisfer Kiri dan Hemisfer Kanan dihubungkan oleh korpus kalosum (berfungsi mengintergrasikan dan mengkooridinir semua yang dilakukan Hemisfer)
ü Berikut fungsi hemisfer kiri dan hemisfer kanan otak manusia :
Hemisfer Kiri
Hemisfer Kanan
Berbahasa
Membaca
Menulis
Analisa
Menghitung
Berpikir Nalar
Sains
9.      Mengendalikan semua anggota badan di sebelah kanan
Musik dan lagu
Emosi
Kesenian
Refleksi
Daya ingat
Daya intuisi
Kepribadian
9.      Mengendalikan semua anggota badan di sebelah kiri
Teknik Pembedahan Otak Split Brain (otak terpisah): 
a.    Commissurotomy 
Teknik ini umumn digunakan dalam menangani kasus epilepsy merupakan teknik pertama kali dignakan dalam meneliti lateralisasi otak
b.    Hemispheretomy
     Teknik ini diterapkan terhadap penderita afasia dan epilepsy, yaitu engan cara mengangkat salah satu hemisfer yang cedera atau terganggu.
Languange Loss diantaranya :
A.      Gangguan berbicara
1.    Gangguan Mekanisme Berbicara
a.         Gangguan Akibat Faktor Pulmonal
b.         Gangguan akibat Faktor Laringal
c.         Gangguan Akibat Faktor lingual
d.        Gangguan Akibat Faktor Resonansi
2.    Gangguan Psikogenik
a.       Berbicara Manja
b.      Berbicara kemayu
c.       Berbicara Gagap
d.      Berbicara Latah
A.      Gangguan Berbahasa
1.       Afasia Motorik (Afasia motorik Kortikal, Afasia Motorik Transkortikal & Afasia motorik Kortikal)
2.      Afasia Sensorik
B.        Gangguan Berpikir
1.      Pikun (Demensia)
2.      Autisma
3.      Depresif
4.      Gangguan Lingkungan Sosial
              







    


















DAFTAR PUSTAKA

·         Abdurrahman dkk, Psikolinguistik Konsep & Isu Umum, UIN Malang press: 2008.
·         Anjarningsih, Herwitha Yuhria, Otak dan kemampuan berbahasa, Jakarta: pustaka Rihama, 2010.
·         Arifuddin, Neuropsikolinguistik, PT.Rajagrafindo Persada: Jakarta, 2010.
·         Chaer, Abd, Psikolinguistik Kajian teoritik, Jakarta: Rineka Cipta, 2009.
·         Dardjowidjojo, Soenjono, Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005.
·         http://id.wikipedia.org/wiki/Area_Broca, diakses pada 03 Oktober 2012
·         http://id.wikipedia.org/wiki/Neurolinguistik,diakses pada 03 Oktober 2012



















[1] Afifuddin, Neouropsikolinguistik, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm.2.
[2] Soenjono Dardjowidjojo, Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia, ( Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005), hlm.203.
[3]  Herwitha Yuhria Anjarningsih, Otak dan kemampuan berbahasa, (Jakarta;pustaka Rihama, 2010), hlm. 64.
[4]   http://id.wikipedia.org/wiki/Area_Broca, diakses pada 03 Oktober 2012
[5]  Soenjono, Op.Cit           
[6]  Abdul Chaer, Op.Cit
[8]  Arifuddin, h. 276.
[9] Arifuddin, h. 276.
[10] Abdul Chaer, Psikolinguistik Kajian Teoretik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009) Cet. 2, hlm. 154.

[11] Abdul Chaer, h. 157-158

[12] Abdurrahman dkk, Psikolinguistik Konsep & Isu Umum, (UIN Malang press, 2008), hlm. 124.
[13] Abdul Chaer, hlm. 161-162
[14] Soenjono Dardjowidjojo, Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia, ( Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005), hlm.203.
                                                                                                                                                                                      














Ucapan selamat hari raya idul fitri 2020 atau 1441 H

Hari raya idul fitri dirayakan oleh umat Islam khususnya yang bertepatan pada bulan Syawal, dengan cara saling meminta maaf kepada orang-ora...