Tuesday, June 25, 2019

ASPEK ASPEK INTERLANGUAGE


BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sesuatu yang tak dapat dihindari dalam mempelajari psikolinguistik adalah mengenai struktur mental dan bagaimana individu mendapat bahasa (pemerolehan bahasa). Proses individu mulai mengenal komunikasi dengan lingkungannya secara verbal disebut dengan pemerolehan bahasa . Pemerolehan bahasa pertama (B1)  terjadi bila individu yang sejak semula tanpa bahasa kini telah memperoleh satu bahasa. Pada masa pemerolehan bahasa anak, anak lebih mengarah pada fungsi komunikasi dari pada bentuk  bahasanya.
Perihal pemerolehan bahasa dan seluk beluknya menjadi tema kajian Psikolinguistik yang merupakan studi psikologi bahasa yang mengulas proses mental yang terjadi pada penggunaan dan pemerolehan bahasa. Studi ini terkait dengan disiplin ilmu lainnya, misalnya: linguistik, yang mengkaji struktur dan perubahan bahasa; neurolinguistik, yang mempelajari hubungan antara otak dan bahasa; serta sosiolinguistik, yang membahas tentang hubungan antara bahasa dan perilaku sosial.
Manusia berbahasa ibarat burung bersayap”, demikian kata George H. Lewis. Bahasa tak terlepas dari hakikat keberadaan manusia karena itulah yang menjadi piranti komunikasi antar manusia. Pada ungkapan di atas nampak bahwa manusia tanpa bahasa sama seperti burung tanpa sayap, karena sayaplah yang mecirikan burung dan bahasalah yang mencirikan manusia.
Noam Chomsky, bapak Linguistik dunia, menyebutkan bahwa jika kita mempelajari bahasa maka pada hakikatnya kita sedang mempelajari esensi manusia, yang menjadikan keunikan manusia itu sendiri. Manusia dirancang untuk berjalan, tetapi tidak diajari agar bisa berjalan. Demikian pula dalam berbahasa, tidak seorangpun bisa diajari bahasa karena manusia diciptakan untuk berbahasa. Dalam artian bahwa pada kenyataannya manusia akan berbahasa tanpa bisa dicegah agar dia tidak memperoleh bahasa.
Bahasa dikatakan menjadi keunikan yang mencirikan manusia dan membedakannya dengan makhluk hidup lainnya. Pernyataan ini tidak berarti bahwa hanya manusia yang memiliki piranti komunikasi. Binatang disebut tidak berbahasa tapi tetap bisa berkomunikasi. Ocehan burung kakatua yang bisa menyerupai ucapan manusia; perintah ‘duduk’ atau ‘kejar’ yang dipahami anjing; kemampuan monyet untuk memahami perintah ujaran manusia; nyanyian burung yang berirama; tempo bunyi yang didengungkan lebah; suara-suara yang dikeluarkan ikan paus; semua itu adalah contoh piranti komunikasi binatang. Piranti ini tidak serta merta disebut bahasa walaupun memang menyerupai bahasa.
Pada makalah ini penulis akan memaparkan aspects interlanguage, (Interlanguage adalah pembahasan bahasa yang mengacu kepada sistem bahasa di luar sistem B1 dan kedudukannya berada di antara B1 dan B2 (Selinker, 1972)[1]. Istilah lain adalah approximative system dan idiosyncratic dialect. Kajian studinya menghasilkan analisis kegagalan (error analysis) dan membedakannya dengan mistik (mistake). Namun untuk lebih fokusnya penulis ingin membahas bagaimana manusia memperoleh bahasa bahasa keduanya setelah perolehan bahasa pertamanya. artinya dalam makalah ini penulis ingin memaparkan pada masalah aspek-aspek pemerolehan bahasa kedua (B2) setelah individu mendapatkan bahasa pertamanya (B1).
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas penulis membatasi permasalah yang kami rumuskan sebagai berikut :
1.      Apa saja tipe dan teori dalam pembelajaran bahasa
2.      Bagaimana bentuk metode pengajaran bahasa kedua
3.      Apa saja aspek-aspek dalam pembelajaran bahasa kedua
C.    Tujuan Penulisan.
Sesuai dengan rumusan masalah yang penulis uraikan diatas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui tipe dan teori dalam pembelajaran bahasa
2.      Untuk mengetahui bentuk-bentuk metode pengajaran bahasa kedua
3.      Untuk mengetahui aspek-aspek dalam pembelajaran bahasa kedua


BAB II
PEMBAHASAN

A.                Tipe Pembelajaran dan Teori pemerolehan bahasa
Secara umum pembelajaran bahasa terbagi menjadi dua tipe, yakni  pemerolehan (acquasition ) atau dengan sebutan lain “naturalistic” dan pembelajaran ( learning ) atau yang dinamakan dengan tipe “formal”. Tipe yang pertama bahasa di peroleh tanpa adanya pengajar dan tenpat pembelajaran. Berbeda dengan tipe yang kedua dimana pemerolehan bahasa melalui sistem pembelajaran yang melibatkan guru, metode dan seperangkat proses kegiatan pembelajaran.
Para pakar sering membedakan antara istilah pemerolehan yang di pakai untuk persamaan istilah inggris “acquisition” dan pembelajaran untuk memakai persamaan istilah dalam bahasa inggris “learning”. Dalam pemaknaan yang pertama diartikan anak memperoleh kemampuan bahasa secara natural pada saat dia belajar bahasa ibunya ( native langue ). Dalam pengertian yang ke dua proses pemerolehan bahasa dilakukan dalam tatanan formal yang mana dapat diartikan dalam sekolah yang di dalamnya terdapat tenaga pengajar dan tempat belajar. Dengan demikian proses anak memperoleh bahasa ibunya adalah pemerolehan. Sedangkan pemerolehan bahasa dengan cara pendidikan formal adalah pembelajaran.
Sedangkan mengenai teori pembelajaran bahasa, penulis mengutip pendapat Ellis dalam bukunya Psikolinguistik kajian teoritik Abdul Chaer ( 1986: 215) bahwa ada dua tipe dalam pembelajaran bahasa, yakni :
1.      Naturalistik
Dalam pengertian tipe ini pembelajaran bersifat alamiah atau tanpa guru dan mengandung unsur kesengajaan.. Istilah pemerolehan bahasa dipakai untuk membahas penguasaan bahasa pertama di kalangan anak-anak karena proses tersebut terjadi tanpa sadar.
Pembelajaran  yang terjadi dalam komunikasi sehari-hari dan bebas dari pengajaran guru. Pembelajaran seperti ini tidak ada keseragaman dalam upaya pembelajarannya, yakni cara Pembelajaranya masing-masing berbeda setiap individu. Biasanya pembelajaran seperti ini bila individu datang ke negeri B2 tersebut.
Adapun cirri-ciri dari pembelajaran ini adalah terjadinya interaksi spontan dalamkomunikasi sehari-hari. Dalam penggunaan B2 dalam keseharian maka akan semakin tinggi keinginan individu belajar dengan menghafal vocab atau yang lainnya.
2.      Formal
Berbeda dengan tipe diatas tipe ini bersifat kesadaran dan memerlukan adanya guru dan proses pembelajaran. Belajar selalu dikaitkan dengan guru,kurikulum, alokasi waktu, dan sebagainya.[2]
Materi dan urutan tergantung guru materi. Metode pembelajaran juga digunakan dengan suasana lingkungan dan keadaan siswa. Materinya terpimpin ( penghafalan misalnya dikasi batasan mana yang harus di hafal dan tidaknya.
Sedangkan dalam teori pembelajaran bahasa ada dua teori yaitu;
1.      Teori Nativis
Seperti yang penulis paparkan bahwasannya pemerolehan bahasa salah satunya adalah dengan proses alami. Dan ini adalah perkembangan dari apa yang dinamakan dengan  teori nativis. Para pakar yang terkenal dengan teori ini adalah Chomsky dan lenneberg. Teori ini bermula dari pertanyaan dengan alat apakah seorang anak memperoleh bahasanya yang selanjutnya oleh mereka alat ini di sebut dengan LAD ( language acquisition device  ). Alat ini memungkinkan anak memperoleh bahasa ibunya.
Dari sebagian hasil penelitian yang mereka dapatkan adalah sebagai berikut :
                              a.            Semua anak normal, asalkan dikenalkan dengan bahasa ibunya pasti akan memperoleh bahasa tersebut.
                              b.            Pemerolehan bahasa tidak ada hubungannya dengan kecerdasan. Dalam artian baik anak cerdas ataupun tidak cerdas akan memperoleh bahasa pertamanya.
                              c.            Kalimat yang dihasilkan anak cenderung tidak menggunakan aturan gramatikal, tidak lengkap dan cenderung sedikit.
                             d.            Hanya manusia yang bisa berbahasa, hewan atau makhluk lain tidak bias berbahasa.
  1. Teori Learning
Teori ini lahir dari B.F. skinner pakar psikolog dari Harvard. Menurutnya berbahasa haruslah ditanggapi sebagai suatu respon operan berkondisi terhadap stimulus tersembunyi baik yang internal atau eksternal. Artinya semua pengetahuan bahasa yang dimiliki manusia yang tampak dalam perilaku berbahasa merupakan hasil integrasi dari peristiwa linguistic yang dialami dan diamati oleh manusia. Dari sinilah maka selanjutnya teori ini lebih di kenal dengan teori pembelajaran bahasa pengkodisisan operan. Dalam teori ini dinyatakan bahwa perilaku. berbahasa seseorang di bentuk oleh serentetan peristiwa beragam yang muncul dari sekitar orang itu.[3]

B.                 Metode Pengajaran Bahasa kedua
1.      Metode Grammar Translation
Di lihat dari waktunya metode Grammar Translation merupakan metode tertua. Pada dasarnya metode ini menekankan pada pembelajaran tata bahasa (grammar) yang mana pengajarannya mengenai macam-macam aturan dalam bahasa. Biasanya kelanjutan dari metode ini adalah menerjemah ( translation ). Jadi penggunaan metode ini memiliki kelemahan dalam hal kecakapan berbicara atau maharah fi kalam dalam istilah bahasa arabnya.
2.      Metode Audiolingual
Metode ini terbilang baru dan sering dipakai dalam pembelajaran bahasa. Metode Audiolingual menekankan keterampilan berbicara (performance), bukan seperti metode Grammar Translation yang fokus pada aturan-aturan dan menekankan pada penguasaan speech bukan pada membaca atau menulis. System pelaksanaan metode ini adalah drill. Sedangkan media yang dilakukan biasanya adalah taperecorder. Ada beberapa jenis drill  dalam pelaksanaan metode ini yakni inflection drill, repetition drill, dan replacement drill.
                                   a.            inflection drill  adalah melatih infleksi secara terus menerus.
                                  b.            repetition drill adalah anak hanya mengulang apa yang diucapkan guru ( dengan atau tanpa tape).
                                   c.            replacement drill adalah dari tape dikeluarkan ucapan kemudian murid mengadakan perubahan dan direkam di tape yang lain.
3.      Metode Code Learning
Metode ini murid belajar aturan-aturan linguistic sederhana kemudian diterapkan sampai akhirnya mereka akan belajar dengan otomatis melalui buku-buku yang relefan. Disamping itu anak juga mempelajari aspek-aspek dalam pembelajaran bahasa, yakni berbicara, mendengar, membaca, menulis, dan menerjemahkan.
Namun dalam bukunya PSIKOLINGUISTI Suatu Pengantar, Samsunuwiyati Mar’at menambahkan metode “ Total Immersion” dan menganggapnya sebagai metode yang paling bagus dalam mempelajari bahasa. Metode ini adalah metode tinggal dan menyatu dengan masyarakat atau negara dimana bahasa itu berasal.[4]

C.                Aspek-aspek pembelajaran bahasa kedua
1.      Usia optimal dalam pembelajaran B2
Sebagian bahasawan berasumsi bahwasannya pembelajaran bahasa kedua yang baik adalah pada usia dini. Hal ini dibuktikan dengan diterapkannya pelajaran bahasa asing di sd ( meskipun bukan pada tahap perdana ). Penelitian lain menyatakan bahwasannya pelajar dewasa mengalami masalah tentang hal aksen stuktur B1 yang sudah melekat sehingga pemerolehan B2 juga berpengaruh. Dalam hal ini bahasawan beranggapan bahwa dalamkaitannya dengan hubungan antara bahasa dengan kondisi biologis, pemerolehan bahasa dipengaruhi adanya hipotesis masa emas ( critical period hyphothesis). Dan hipotesisi ini menyatakan bahwa pembelajaran bahasa adalah pada masa anak-anak sejak dini.
Namun dalam pembelajaran pada usia anak-anak juga ada kendala karena pembelajaran yang lebih awal akan lebih lambat. Artinya pelajar SMA akan lebih cepat mengerti dari anak SD dalam pembelajaran bahasa secara formal. Hal ini, dikutkan dengan pendapat Snow dalam Gleason dan ratner1998 yang menyatakan pembelajaran B2 lebih cepat disbanding dengan usia muda pd setting non-tutorial.
Puncaknya baik ahli psikolinguistik maupun teori sosiokultur tidak mengedepankan adanya usia optimal pembelajaran. Hal ini karena mereka memandang adanya proses pembelajaran yang bersifat bertingkat dan bertambah pada setiap usia.[5]
2.      Kondisi optimal dalam pembelajaran B2
 Pengajar bahasa berasumsi bahwasannya kurikulum yang baik dan diimplementasikan dengan baik oleh sang pengajar dabn setara dengan penutur yang asli serta ditunjang dengan latihan dan pajanan yang maksimal merupakan kondisi yang baik dalam pembelajaran B2.
Menurut peneliti bahasa anak kondisi yang baik adalah kondisi yang mirip dengan pembelajaran B1. Adanya percakapan dengan penutur asli dengan topic yang sepadan dengan tingkatan pembelajar yang membuat si pembelajar terlibat aktif dalam percakapan dengan penutur asli B2.
3.      Lama waktu Pembelajaran B2
Pengajar bahasa menganggap bahwasannya diperlukan banyak waktu untuk mengajar bahasa yang jauh dari pada bahasa yang lebih dekat. Misalnya pengajar  inggris lebih membutuhksn banyak waktu dari pada bahasa china.
Adapun ukuran yang dilakukan oleh peneliti untuk menguasai bahasa asing diperlukan waktu 2-4 tahun pajanan di kelas setara perguruan tinggi di tambah penggunaan secara langsung untuk mencapai kefasihan yang sempurna. Peneliti bahasa anak menemukan asumsi bahwasannya seorang anak dpat menguasai bahas dalam waktu 10-12 tahun untuk mencapai kesempurnaan bahasa B1, namun ada yang hanya sebatas 7 tahun saja. Dan dalam penguwasaan B2 tidak terlalu diperhatikan oleh bahasawan. Demikian pula ahli psikolinguistik yang berangaapan bahwasannya pembelajaran tersebut selalu berkesinambungan sepanjang hayat. Demikian juga dengan ahli sosiolinguistik yang tidak mengkaji lebih lanjut criteria tentang penutur asli atau bukan sehingga lamanya waktu untuk mencapai kefasihan setara penutur B2.
4.      Ciri-ciri keberhasilan pembelajaran B2
Para Bahasawan menetapkan bahwa pembelajar B2 yang baik sama halnya dengan pembelajar pada umumnya, yakni belajar yang giat, bermotivasi tinggi dan mendapati nilai tes bahasa yang tinggi. Peneliti bahasa anak menekankan bahwasannya kapasitas pembelajar memperoleh masukan dari penutur asli, juga kemauan selalu menggunakan dan berinteraksi dalam bahasa B2 tanpa rasa takut dalam membuat kesalahan.
Bahasawan lainnya mencirikan pembelajar yang peka terhadap informasi tentang B2. Ahli psikolinguistik tidak membahas tentang kriteria kecuali karena adanya keefisienan proses informasi. Crri pembelajar B2 yang efektif menurut teori sosiokultur berkaitan dengan keterbukaan antara pembelajar dengan budaya lain.
5.      Pengaruh B1 dan B2
Baik bahasawan dan pengajar bahasa asing menyepakati adanya pengaruh B1 terhadap B2. Peneliti bahasa anak menyatakan berlawanan bahwasannya sangat efektif  pengaruhnya dengan bahasa kedua dengan cara membandingkannya dengan B1.


BAB III
KESIMPULAN

Bahasa antara (Interlanguage) adalah sebuah teori, yang merupakan kerangka asumsi  tentang pemahaman tentang bagaimana sesuatu bekerja. Seperti semua teori, itu adalah dinamis, terus-menerus  beradaptasi  dengan informasi baru. Awal bahasa antara dijelaskan oleh penelitian yang  menyelidiki kesalahan  peserta  didik  dan  pola  umum  perkembangan  bahasa  kedua.
Dalam transfer pelatihan peserta didik dapat belajar bahasa melalui media yang berbeda. Mereka mungkin memiliki masukan (input) yang tidak konsisten, seperti; input guru, dan buku tentang instruksi formal, yang pada gilirannya akan menghasilkan keragaman dalam produksi. Keragaman ini juga hasil dari overtraining selama menerima instruksi bahasa formal. Akibatnya, pola bicara yang digunakan dalam kasus ini sering muncul tidak wajar dan/atau tidak sistematis. Penggunaan prinsip ini ditentukan oleh perkembangan kognitif dan pengetahuan linguistik sebelumnya setiap individu pembelajar.
Penelitian lain menyatakan bahwasannya pelajar dewasa mengalami masalah tentang hal aksen stuktur B1 yang sudah melekat sehingga pemerolehan B2 juga berpengaruh. Dalam hal ini bahasawan beranggapan bahwa dalamkaitannya dengan hubungan antara bahasa dengan kondisi biologis, pemerolehan bahasa dipengaruhi adanya hipotesis masa emas.
Singkatnya, penting bagi kita (guru bahasa asing) untuk mengetahui  teori dan aspek-aspek inetrlanguage. Mengetahui  teori ini, guru memiliki ide tentang bagaimana siswa berpikir dan bertindak dalam produksi bahasa, yang kemudian dapat membantu siswa untuk memfasilitasi atau mempercepat akuisisi bahasa target. Kedua, pada gilirannya memungkinkan kita untuk menemukan metodologi yang berhubungan dengan materi pedagogik dan orang-orang yang mengajar bahasa target. Keuntungan lain adalah bahwa teori bahasa antara juga membantu kita untuk memahami proses kognitif yang terlibat dalam akuisisi bahasa kedua.


DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul., 2009, Psikolinguistik kajian Teoritik, Jakarta: Rineka cipta.
Hasanah, Mamluatul.,2010, Proses Manusia Berbahasa, Perspektif Alquran dan Psikolinguitik, Malang: UIN Maliki Press.
Mar’at, Samsunuwiyati.,2009, PSIKOLINGUISTIK Suatu Pengantar, Bandung: Refika Aditama.
Rohmani, nur Indah Abdurrahman., 2008, Psikolinguistik konsep dan Isu Umum, Malang: UIN Maliki Press.
Dardjowidjodjo, Soejono,, 2012, PSIKOLINGUISTIK Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia, Jakarta: IKAPI Obor Indonesia.
http://duermueller.tripod.com/interlanguage.html, diakses 26 oktober 2012


[2] Abdul Chaer, Psikolinguistik kajian Teoritik, Jakarta Rineka cipta hal:
[3] Mamluatul hasanah, Proses Manusia Berbahasa, Perspektif Alquran dan Psikolinguitik, UIN MALIKI PRESS, 2010 hal: 66-68
[4] Samsunuwiyati Mar’at, PSIKOLINGUISTI Suatu Pengantar, Refika Aditama, Bandung 2009 hal 98
[5] Rohmani nur Indah dan Abdurrahman, Psikolinguistik konsep dan Isu Umum hal 83-84

No comments:

Post a Comment

Ucapan selamat hari raya idul fitri 2020 atau 1441 H

Hari raya idul fitri dirayakan oleh umat Islam khususnya yang bertepatan pada bulan Syawal, dengan cara saling meminta maaf kepada orang-ora...