BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sesuatu yang tak dapat dihindari dalam mempelajari
psikolinguistik adalah mengenai struktur mental dan bagaimana individu mendapat
bahasa (pemerolehan bahasa). Proses individu mulai mengenal komunikasi dengan
lingkungannya secara verbal disebut dengan pemerolehan bahasa . Pemerolehan
bahasa pertama (B1) terjadi bila
individu yang sejak semula tanpa bahasa kini telah memperoleh satu bahasa. Pada
masa pemerolehan bahasa anak, anak lebih mengarah pada fungsi komunikasi dari
pada bentuk bahasanya.
Perihal pemerolehan
bahasa dan seluk beluknya menjadi tema kajian Psikolinguistik yang merupakan
studi psikologi bahasa yang mengulas proses mental yang terjadi pada penggunaan
dan pemerolehan bahasa. Studi ini terkait dengan disiplin ilmu lainnya,
misalnya: linguistik, yang mengkaji struktur dan perubahan bahasa;
neurolinguistik, yang mempelajari hubungan antara otak dan bahasa; serta
sosiolinguistik, yang membahas tentang hubungan antara bahasa dan perilaku
sosial.
”Manusia
berbahasa ibarat burung bersayap”, demikian kata George H. Lewis. Bahasa tak terlepas dari hakikat
keberadaan manusia karena itulah yang menjadi piranti komunikasi antar manusia.
Pada ungkapan di atas nampak bahwa manusia tanpa bahasa sama seperti burung
tanpa sayap, karena sayaplah yang mecirikan burung dan bahasalah yang
mencirikan manusia.
Noam Chomsky, bapak
Linguistik dunia, menyebutkan bahwa jika kita mempelajari bahasa maka pada
hakikatnya kita sedang mempelajari esensi manusia, yang menjadikan keunikan
manusia itu sendiri. Manusia dirancang untuk berjalan, tetapi tidak diajari
agar bisa berjalan. Demikian pula dalam berbahasa, tidak seorangpun bisa
diajari bahasa karena manusia diciptakan untuk berbahasa. Dalam artian bahwa
pada kenyataannya manusia akan berbahasa tanpa bisa dicegah agar dia tidak
memperoleh bahasa.
Bahasa dikatakan
menjadi keunikan yang mencirikan manusia dan membedakannya dengan makhluk hidup
lainnya. Pernyataan ini tidak berarti bahwa hanya manusia yang memiliki piranti
komunikasi. Binatang disebut tidak berbahasa tapi tetap bisa berkomunikasi.
Ocehan burung kakatua yang bisa menyerupai ucapan manusia; perintah ‘duduk’
atau ‘kejar’ yang dipahami anjing; kemampuan monyet untuk memahami perintah
ujaran manusia; nyanyian burung yang berirama; tempo bunyi yang didengungkan lebah;
suara-suara yang dikeluarkan ikan paus; semua itu adalah contoh piranti
komunikasi binatang. Piranti ini tidak serta merta disebut bahasa walaupun
memang menyerupai bahasa.
Pada makalah ini penulis akan memaparkan aspects
interlanguage, (Interlanguage adalah pembahasan bahasa yang mengacu kepada
sistem bahasa di luar sistem B1 dan kedudukannya berada di antara B1 dan B2
(Selinker, 1972)[1].
Istilah lain adalah approximative system dan idiosyncratic dialect.
Kajian studinya menghasilkan analisis kegagalan (error analysis) dan membedakannya dengan mistik (mistake).
Namun untuk lebih fokusnya penulis ingin membahas bagaimana manusia memperoleh
bahasa bahasa keduanya setelah perolehan
bahasa pertamanya. artinya dalam makalah ini penulis ingin memaparkan pada
masalah aspek-aspek pemerolehan bahasa kedua (B2) setelah individu mendapatkan
bahasa pertamanya (B1).
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas penulis membatasi
permasalah yang kami rumuskan sebagai berikut :
1.
Apa saja tipe
dan teori dalam pembelajaran bahasa
2.
Bagaimana bentuk
metode pengajaran bahasa kedua
3.
Apa saja
aspek-aspek dalam pembelajaran bahasa kedua
C.
Tujuan
Penulisan.
Sesuai dengan rumusan masalah yang penulis uraikan
diatas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui
tipe dan teori dalam pembelajaran bahasa
2.
Untuk mengetahui
bentuk-bentuk metode pengajaran bahasa kedua
3.
Untuk mengetahui
aspek-aspek dalam pembelajaran bahasa kedua
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Tipe
Pembelajaran dan Teori pemerolehan bahasa
Secara umum
pembelajaran bahasa terbagi menjadi dua tipe, yakni pemerolehan (acquasition ) atau dengan
sebutan lain “naturalistic” dan pembelajaran ( learning ) atau yang dinamakan
dengan tipe “formal”. Tipe yang pertama bahasa di peroleh tanpa adanya pengajar
dan tenpat pembelajaran. Berbeda dengan tipe yang kedua dimana pemerolehan
bahasa melalui sistem pembelajaran yang melibatkan guru, metode dan seperangkat
proses kegiatan pembelajaran.
Para pakar sering
membedakan antara istilah pemerolehan yang di pakai untuk persamaan istilah
inggris “acquisition” dan pembelajaran untuk memakai persamaan istilah dalam
bahasa inggris “learning”. Dalam pemaknaan yang pertama diartikan anak
memperoleh kemampuan bahasa secara natural pada saat dia belajar bahasa ibunya
( native langue ). Dalam pengertian yang ke dua proses pemerolehan bahasa
dilakukan dalam tatanan formal yang mana dapat diartikan dalam sekolah yang di
dalamnya terdapat tenaga pengajar dan tempat belajar. Dengan demikian proses
anak memperoleh bahasa ibunya adalah pemerolehan. Sedangkan pemerolehan bahasa
dengan cara pendidikan formal adalah pembelajaran.
Sedangkan mengenai teori pembelajaran bahasa, penulis mengutip pendapat
Ellis dalam bukunya Psikolinguistik kajian teoritik Abdul Chaer ( 1986: 215) bahwa
ada dua tipe dalam pembelajaran bahasa, yakni :
1.
Naturalistik
Dalam pengertian tipe ini pembelajaran
bersifat alamiah atau tanpa guru dan mengandung unsur kesengajaan.. Istilah pemerolehan bahasa
dipakai untuk membahas penguasaan bahasa pertama di kalangan anak-anak karena
proses tersebut terjadi tanpa sadar.
Pembelajaran yang terjadi dalam komunikasi sehari-hari dan
bebas dari pengajaran guru. Pembelajaran seperti ini tidak ada keseragaman
dalam upaya pembelajarannya, yakni cara Pembelajaranya masing-masing berbeda
setiap individu. Biasanya pembelajaran seperti ini bila individu datang ke
negeri B2 tersebut.
Adapun
cirri-ciri dari pembelajaran ini adalah terjadinya interaksi spontan
dalamkomunikasi sehari-hari. Dalam penggunaan B2 dalam keseharian maka akan
semakin tinggi keinginan individu belajar dengan menghafal vocab atau yang
lainnya.
2.
Formal
Berbeda dengan tipe diatas tipe ini
bersifat kesadaran dan memerlukan adanya guru dan proses pembelajaran. Belajar selalu dikaitkan dengan guru,kurikulum,
alokasi waktu, dan sebagainya.[2]
Materi dan urutan tergantung guru materi. Metode pembelajaran juga digunakan
dengan suasana lingkungan dan keadaan siswa. Materinya terpimpin ( penghafalan
misalnya dikasi batasan mana yang harus di hafal dan tidaknya.
Sedangkan dalam teori pembelajaran bahasa ada dua teori
yaitu;
1.
Teori Nativis
Seperti yang penulis paparkan bahwasannya
pemerolehan bahasa salah satunya adalah dengan proses alami. Dan ini adalah perkembangan dari
apa yang dinamakan dengan teori nativis.
Para pakar yang terkenal dengan teori ini adalah Chomsky dan lenneberg. Teori
ini bermula dari pertanyaan dengan alat apakah seorang anak memperoleh
bahasanya yang selanjutnya oleh mereka alat ini di sebut dengan LAD ( language
acquisition device ). Alat ini
memungkinkan anak memperoleh bahasa ibunya.
Dari sebagian hasil penelitian yang mereka
dapatkan adalah sebagai berikut :
a.
Semua anak
normal, asalkan dikenalkan dengan bahasa ibunya pasti akan memperoleh bahasa
tersebut.
b.
Pemerolehan bahasa tidak ada hubungannya dengan
kecerdasan. Dalam artian baik anak cerdas ataupun tidak cerdas akan memperoleh
bahasa pertamanya.
c.
Kalimat yang
dihasilkan anak cenderung tidak menggunakan aturan gramatikal, tidak lengkap
dan cenderung sedikit.
d.
Hanya manusia
yang bisa
berbahasa, hewan atau makhluk lain tidak bias berbahasa.
- Teori Learning
Teori ini lahir dari B.F. skinner pakar psikolog
dari Harvard. Menurutnya berbahasa haruslah ditanggapi sebagai suatu respon
operan berkondisi terhadap stimulus tersembunyi baik yang internal atau
eksternal. Artinya semua pengetahuan bahasa yang dimiliki manusia yang tampak
dalam perilaku berbahasa merupakan hasil integrasi dari peristiwa linguistic
yang dialami dan diamati oleh manusia. Dari sinilah maka selanjutnya teori ini lebih
di kenal dengan teori pembelajaran bahasa pengkodisisan operan. Dalam teori ini
dinyatakan bahwa perilaku. berbahasa
seseorang di bentuk oleh serentetan peristiwa beragam yang muncul dari sekitar
orang itu.[3]
B.
Metode Pengajaran Bahasa kedua
1.
Metode Grammar
Translation
Di lihat dari waktunya metode Grammar
Translation merupakan metode tertua. Pada dasarnya metode ini menekankan
pada pembelajaran tata bahasa (grammar) yang mana pengajarannya mengenai
macam-macam aturan dalam bahasa. Biasanya kelanjutan dari metode ini adalah
menerjemah ( translation ). Jadi penggunaan metode ini memiliki
kelemahan dalam hal kecakapan berbicara atau maharah fi kalam dalam
istilah bahasa arabnya.
2.
Metode
Audiolingual
Metode ini terbilang baru dan sering
dipakai dalam pembelajaran bahasa. Metode Audiolingual menekankan
keterampilan berbicara (performance), bukan seperti metode Grammar
Translation yang fokus
pada aturan-aturan dan menekankan pada penguasaan speech bukan pada
membaca atau menulis. System pelaksanaan metode ini adalah drill.
Sedangkan media yang dilakukan biasanya adalah taperecorder. Ada
beberapa jenis drill dalam
pelaksanaan metode ini yakni inflection drill, repetition drill, dan
replacement drill.
a.
inflection
drill adalah melatih infleksi
secara terus menerus.
b.
repetition drill
adalah
anak hanya mengulang apa yang diucapkan guru ( dengan atau tanpa tape).
c.
replacement
drill adalah dari tape dikeluarkan ucapan kemudian murid
mengadakan perubahan dan direkam di tape yang lain.
3.
Metode Code Learning
Metode ini murid belajar aturan-aturan
linguistic sederhana kemudian diterapkan sampai akhirnya mereka akan belajar
dengan otomatis melalui buku-buku yang relefan. Disamping itu anak juga
mempelajari aspek-aspek dalam pembelajaran bahasa, yakni berbicara, mendengar,
membaca, menulis, dan menerjemahkan.
Namun dalam bukunya PSIKOLINGUISTI
Suatu Pengantar, Samsunuwiyati Mar’at menambahkan metode “ Total Immersion”
dan menganggapnya sebagai metode yang paling bagus dalam mempelajari bahasa.
Metode ini adalah metode tinggal dan menyatu dengan masyarakat atau negara
dimana bahasa itu berasal.[4]
C.
Aspek-aspek pembelajaran bahasa kedua
1.
Usia optimal
dalam pembelajaran B2
Sebagian bahasawan berasumsi bahwasannya
pembelajaran bahasa kedua yang baik adalah pada usia dini. Hal ini dibuktikan
dengan diterapkannya pelajaran bahasa asing di sd ( meskipun bukan pada tahap
perdana ). Penelitian lain menyatakan bahwasannya pelajar dewasa mengalami
masalah tentang hal aksen stuktur B1 yang sudah melekat sehingga pemerolehan B2
juga berpengaruh. Dalam hal ini bahasawan beranggapan bahwa dalamkaitannya
dengan hubungan antara bahasa dengan kondisi biologis, pemerolehan bahasa
dipengaruhi adanya hipotesis masa emas ( critical period hyphothesis).
Dan hipotesisi ini menyatakan bahwa pembelajaran bahasa adalah pada masa
anak-anak sejak dini.
Namun dalam pembelajaran pada usia
anak-anak juga ada kendala karena pembelajaran yang lebih awal akan lebih
lambat. Artinya pelajar SMA akan lebih cepat mengerti dari anak SD dalam
pembelajaran bahasa secara formal. Hal ini, dikutkan dengan pendapat Snow dalam
Gleason dan ratner1998 yang menyatakan pembelajaran B2 lebih cepat disbanding
dengan usia muda pd setting non-tutorial.
Puncaknya baik ahli psikolinguistik
maupun teori sosiokultur tidak mengedepankan adanya usia optimal pembelajaran.
Hal ini karena mereka memandang adanya proses pembelajaran yang bersifat
bertingkat dan bertambah pada setiap usia.[5]
2.
Kondisi optimal
dalam pembelajaran B2
Pengajar bahasa berasumsi bahwasannya
kurikulum yang baik dan diimplementasikan dengan baik oleh sang pengajar dabn
setara dengan penutur yang asli serta ditunjang dengan latihan dan pajanan yang
maksimal merupakan kondisi yang baik dalam pembelajaran B2.
Menurut peneliti bahasa anak kondisi
yang baik adalah kondisi yang mirip dengan pembelajaran B1. Adanya percakapan
dengan penutur asli dengan topic yang sepadan dengan tingkatan pembelajar yang
membuat si pembelajar terlibat aktif dalam percakapan dengan penutur asli B2.
3.
Lama waktu
Pembelajaran B2
Pengajar
bahasa menganggap bahwasannya diperlukan banyak waktu untuk mengajar bahasa
yang jauh dari pada bahasa yang lebih dekat. Misalnya
pengajar inggris lebih membutuhksn
banyak waktu dari pada bahasa china.
Adapun ukuran
yang dilakukan oleh peneliti untuk menguasai bahasa asing diperlukan waktu 2-4
tahun pajanan di kelas setara perguruan tinggi di tambah penggunaan secara
langsung untuk mencapai kefasihan yang sempurna. Peneliti bahasa
anak menemukan asumsi bahwasannya seorang anak dpat menguasai bahas dalam waktu
10-12 tahun untuk mencapai kesempurnaan bahasa B1, namun ada yang hanya sebatas
7 tahun saja. Dan dalam penguwasaan B2 tidak terlalu diperhatikan oleh
bahasawan. Demikian pula ahli psikolinguistik yang berangaapan bahwasannya
pembelajaran tersebut selalu berkesinambungan sepanjang hayat. Demikian juga
dengan ahli sosiolinguistik yang tidak mengkaji lebih lanjut criteria tentang
penutur asli atau bukan sehingga lamanya waktu untuk mencapai kefasihan setara
penutur B2.
4.
Ciri-ciri
keberhasilan pembelajaran B2
Para Bahasawan
menetapkan bahwa pembelajar B2 yang baik sama halnya dengan pembelajar pada
umumnya, yakni belajar yang giat, bermotivasi tinggi dan mendapati nilai tes
bahasa yang tinggi. Peneliti bahasa anak menekankan
bahwasannya kapasitas pembelajar memperoleh masukan dari penutur asli, juga
kemauan selalu menggunakan dan berinteraksi dalam bahasa B2 tanpa rasa takut
dalam membuat kesalahan.
Bahasawan lainnya mencirikan pembelajar
yang peka terhadap informasi tentang B2. Ahli psikolinguistik tidak membahas
tentang kriteria
kecuali karena adanya keefisienan proses informasi. Crri pembelajar B2 yang
efektif menurut teori sosiokultur berkaitan dengan keterbukaan antara
pembelajar dengan budaya lain.
5.
Pengaruh B1 dan
B2
Baik
bahasawan dan pengajar bahasa asing menyepakati adanya pengaruh B1 terhadap B2.
Peneliti bahasa anak menyatakan berlawanan bahwasannya sangat efektif pengaruhnya dengan bahasa kedua dengan cara
membandingkannya dengan B1.
BAB
III
KESIMPULAN
Bahasa antara (Interlanguage)
adalah sebuah teori, yang merupakan kerangka asumsi tentang pemahaman
tentang bagaimana sesuatu bekerja. Seperti semua teori, itu adalah dinamis,
terus-menerus beradaptasi dengan informasi baru. Awal bahasa antara
dijelaskan oleh penelitian yang menyelidiki kesalahan peserta
didik dan pola umum perkembangan bahasa
kedua.
Dalam transfer pelatihan peserta didik dapat
belajar bahasa melalui media yang berbeda. Mereka mungkin memiliki masukan
(input) yang tidak konsisten, seperti; input guru, dan buku tentang instruksi
formal, yang pada gilirannya akan menghasilkan keragaman dalam produksi.
Keragaman ini juga hasil dari overtraining selama menerima instruksi bahasa formal.
Akibatnya, pola bicara yang digunakan dalam kasus ini sering muncul tidak wajar
dan/atau tidak sistematis. Penggunaan prinsip ini ditentukan oleh perkembangan
kognitif dan pengetahuan linguistik sebelumnya setiap individu pembelajar.
Penelitian
lain menyatakan bahwasannya pelajar dewasa mengalami masalah tentang hal aksen
stuktur B1 yang sudah melekat sehingga pemerolehan B2 juga berpengaruh. Dalam
hal ini bahasawan beranggapan bahwa dalamkaitannya dengan hubungan antara
bahasa dengan kondisi biologis, pemerolehan bahasa dipengaruhi adanya hipotesis
masa emas.
Singkatnya, penting bagi kita (guru bahasa
asing) untuk mengetahui teori dan
aspek-aspek inetrlanguage. Mengetahui
teori ini, guru memiliki ide tentang bagaimana siswa berpikir dan
bertindak dalam produksi bahasa, yang kemudian dapat membantu siswa untuk
memfasilitasi atau mempercepat akuisisi bahasa target. Kedua, pada gilirannya
memungkinkan kita untuk menemukan metodologi yang berhubungan dengan materi
pedagogik dan orang-orang yang mengajar bahasa target. Keuntungan lain adalah
bahwa teori bahasa antara juga membantu kita untuk memahami proses kognitif
yang terlibat dalam akuisisi bahasa kedua.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul., 2009, Psikolinguistik kajian Teoritik,
Jakarta:
Rineka cipta.
Hasanah, Mamluatul.,2010, Proses Manusia Berbahasa, Perspektif Alquran dan Psikolinguitik, Malang: UIN Maliki Press.
Mar’at, Samsunuwiyati.,2009, PSIKOLINGUISTIK Suatu
Pengantar, Bandung: Refika Aditama.
Rohmani, nur Indah Abdurrahman., 2008, Psikolinguistik
konsep dan Isu Umum, Malang: UIN Maliki Press.
Dardjowidjodjo, Soejono,, 2012, PSIKOLINGUISTIK
Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia, Jakarta: IKAPI Obor Indonesia.
http://duermueller.tripod.com/interlanguage.html, diakses
26 oktober 2012
http://mendiknas.ac.id/pentingnya/guru/mengetahui/interlanguage.html,
diakses 17 oktober 2012
[2]
Abdul Chaer, Psikolinguistik kajian Teoritik, Jakarta Rineka cipta hal:
[3]
Mamluatul hasanah, Proses Manusia Berbahasa, Perspektif Alquran dan
Psikolinguitik, UIN MALIKI PRESS, 2010 hal: 66-68
[4]
Samsunuwiyati Mar’at, PSIKOLINGUISTI Suatu Pengantar, Refika Aditama,
Bandung 2009 hal 98
[5]
Rohmani nur Indah dan Abdurrahman, Psikolinguistik konsep dan Isu Umum hal
83-84
No comments:
Post a Comment