KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahim…
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan tugas mata kuliah “Filsafat
Ilmu” yang berjudul “ Epistemologi Ilmu : Hermeneutika “ dengan baik dan lancar.
Ucapan terimakasih kepada Dosen Pengampu “Bapak Dr. Muhammad In’am Esha, MA.” yang telah memberikan bimbingan dan
teman-teman serta orang-orang yang berjasa dalam penyelesaian tugas ini. Kritik
dan saran dalam penulisan dan isi sangat diharapkan karena kami masih pemula dan untuk perbaikan
selanjutnya.
Malang,
..... November 20
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah 1
B.
Rumusan Masalah 2
C.
Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Asal-usul
dan pengertian Hermeneutika 3
B. Hermeneutika Dalam Pandangan Filosofi 5
BAB III PENUTUP
Kesimpulan 8
Daftar Pustaka 9
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Salah satu ciri khas filsafat dewasa ini adalah perhatiannya kepada
bahasa. Tentu saja, bahasa bukan merupakan tema baru dalam filsafat. Minat
untuk masalah-masalah yang menyangkut bahasa telihat sepanjang sejarah
filsafat, sudah sejak permulaannya di Yunani. Namun demikian, perhatian
filosofis untuk bahasa itu belum pernah begitu umum, begitu luas dan begitu
mendalam seperti dalam abad ke-20. Dikatakan pula bahwa pada zaman ini bahasa
memainkan peranan yang dapat dibandingkan dengan being (ada) dalam
filsafat klasik dulu. Karena terdapat kemiripan tertentu, yaitu keduanya
bersifat universal. Hanya saja being adalah universal dari sudut
objektif: “ada” meliputi segala sesuatu; apa saja merupakan being.
Sedangkan bahasa adalah universal dari sudut subjektif: bahasa meliputi segala
sesuatu yang dikatakan dan diungkapkan.; makna atau arti hanya timbul dalam
hubungan dengan bahasa.
Bahasa adalah tema yang dominan dalam filsafat Eropa
kontinental maupun filsafat Inggris dan Amerika. Di mana-mana dapat kita
saksikan thelinguistic turn; di mana-mana refleksi filosofis berbalik kepada
bahasa. Dan tidak sedikit aliran mengambil bahasa sebagai pokok pembicaraan
yang hampir eksklusif, seperti misalnya hermeneutika, strukturalisme,
semiotika, dan filsafat analitis.
Hermeneutika adalah kata yang sering didengar dalam bidang teologi,
filsafat, bahkan sastra. Hermeneutik Baru muncul sebagai sebuah gerakan dominan
dalam teologi Protestan Eropa, yang menyatakan bahwa hermeneutika merupakan
“titik fokus” dari isu-isu teologis sekarang. Martin Heidegger tak
henti-hentinya mendiskusikan karakter hermeneutis dari pemikirannya. Filsafat
itu sendiri, kata Heidegger, bersifat (atau harus bersifat) “hermeneutis”.
Dari pemaparan tersebut di atas, maka kelompok kami mencoba
memaparkan tentang filsafat hermeneutika secara global
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
asal-usul dan pengertian Hermeneutika?
2. Bagaimana Hermeneutika
Dalam Pandangan Filosofi?
C.
Tujuan
Untuk mengetahui asal-usul dan pengertian Hermeneutika dan bagaimana
Hermeneutika Dalam Pandangan Filosofi.
.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Asal-usul dan pengertian Hermeneutika
Istilah hermeneutika sering dalam tradisi Yunani diasosiasikan
dengan Hermes. Hermes adalah seorang utusan yang bertugas menyampaikan pesan
Jupiter kepada manusia. Menurut mits, Hermes bertugas menasirkan kehendak
dewata dengan bantuan kata-kata manusia.
Oleh karena itu, Hermes harus mampu menginterpretasikan atau menyadur sebuah
pesan ke dalam bahasa yang digunakan oleh pendengarnya. Sejak itulah, Hermes
merupakan symbol seorang duta yang dibebani dengan misi khusus. Pengertian dari
mitologi ini, seringkali dapat menjelaskan pengertian hermeneutika teks-teks
kitab suci, yaitu menafsirkan kehendak Tuhan sebagaimana terkandung di dalam
ayat-ayat berbagai kitab suci. [1]
Dengan menelusuri akar kata paling awal dalam Yunani, orisinalitas
kata modern dari “hermeneutika” dan “hermeneutis” mengasumsikan proses “membawa
sesuatu untuk dipahami”, terutama seperti proses ini melibatkan bahasa, karena
bahasa merupakan mediasi paling sempurna dalam proses. [2]
Mediasi dan proses membawa pesan “agar dipahami” yang diasosiasikan
dengan Hermes ini terkandung di dalam tiga bentuk makna dasar
darihermēneuien dan hermēneia dalam penggunaan aslinya. Tiga
bentuk ini menggunakan bentuk kata kerja dari hermēneuein, yaitu: (1)
mengungkapkan kata-kata, misalnya “to say”; (2) menjelaskan; (3)menerjemahkan.
Ketiga makna itu bisa diwakilkan dalam bentuk kata kerja bahasa Inggris, “to
interpret.” Tetapi masing-masing ketiga makna itu membentuk sebuah makna
independen dan signifikan bagi interpretasi.[3]
Sebagai turunan dari simbol dewa, hermeneutika berarti suatu ilmu
yang mencoba menggambarkan bagaimana sebuah kata atau suatu kejadian pada waktu
dan budaya yang lalu dapat dimengerti dan menjadi bermakna secara eksistensial
dalam situasi sekarang. Dengan kata lain, hermeneutika merupakan teori
pengoperasian pemahaman dalam hubungannya dengan interpretasi terhadap sebuah
Teks.[4]
Secara etimologis, kata ‘hermeneutik’ atau ‘hermeneutika’ berasal
dari bahasa Inggris hermeneutics. Kata hermeneutics sendiri berasal
dari bahasa Yunani hermeneuo yang berarti ‘mengungkapkan
pikiran-pikiran seseorang dalam kata-kata’ atauhermeneuein yang berarti
‘menafsirkan’ dan hermeneia yang berarti ‘penafsiran’.
Kata hermeneuo juga bermakna ‘menerjemahkan’ atau ‘bertindak sebagai
penafsir’. Dari beberapa makna ini dapat disimpulkan bahwa hermeneutik adalah
‘usaha untuk beralih dari sesuatu yang relatif gelap kepada sesuatu yang lebih
terang’ atau ‘proses mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi
mengerti’.[5]
Tiga makna hermeneutis yang mendasar yaitu :
a.
Mengungkapkan sesuatu yang tadinya masih dalam
pikiran melalui kata-kata sebagai medium penyampaian.
b.
Menjelaskan secara rasional sesuatu sebelum
masih samar- samar sehingga maknanya dapat dimengerti
c.
Menerjemahkan suatu bahasa yang asing ke dalam
bahasa lain.
Tiga
pengertian tersebut terangkum dalam pengertian ”menafsirkan” –
interpreting, understanding.
B.
Hermeneutika Dalam Pandangan Filosofi
1.
Friedrich
Ernst Daniel Schleiermarcher
Hermeneutika sebagai metode interpretasi dan menganggap semua teks
dapat menjadi objek kajian hermeneutka. Hermeneutika adalah sebuah teori
tentang penjabaran dan interpretasi teks mengani konsep-konsep tradisional
kitab suci dan dogma. Makna bukan sekedar isyarat yang dibawa oleh bahasa,
sebab bahasa dapat mengungkakan sebuah realitas dengan jelas, tetapi pada saat
yang sama dapat menyembunyikan rapat-rapat.
Schleiermacher menawarkan sebuah metode rekonstruksi histories,
objektif dan subjektif terhadap sebuah pernyataan, membahas dengan bahasa
secara keseluruhan. Tugas utama hermeneutika adalah memahami teks sebaik atau
bahkan lebih baik daripada pengarangnya sendiri dan memahami pengarang teks
lebih baik daripada memahami diri sendiri.[6]
Model hermeneutika Schleiermacher meliputi dua hal :
a.
Pemahaman
teks melalui penguasaan terhadap aturan-aturan sintaksis bahasa pengarang
sehingga menggunakan pendekatan linguistic.
b.
Penangkapan
muatan emosional dan batiniah pengarang secara intuitif dengan menempatkan diri
penafsir ke dalam dunia batin pengarang.
Dengan demikian, terdapat makna autentik dari sebuah teks, sebua
teks tidak mungkin bertujuan (telos).
2.
Wilhelm
Dilthey
Hermeneutika pada dasarnya bersifat menyejarah, makna tidak pernah
berhenti pada satu masa, tetapi selalu berubah menurut modifikasi sejarah.
3.
Martin
Heidgger
Pemikiran filsafat Heidgger meliputi dua periode sebagai berikut :
a.
Periode
1 meliputi hakikat tentang “ada” dan “waktu”. Manusia adalah satu-satunya
makhluk yang menanyakan tentang “ada”.
Sebab, manusia pada hakikatnya”ada” tetapi tidak begitu saja ada, melainkan
senantiasa secara erat berkaitan dengan “adanya” sendiri.
b.
Periode 2 Menjelaskan pengertian”kehre” yang
berarti “pembalikan”. Ketidaktersembunyian ”ada” merupakan kejadian asli.
Berpikir pada hakikatnya adalah terikat pada arti. Oleh karena itu, manusia
bukanlah pengauasa atas apa yang ”ada” melainkan sebagai penjaga padanya.
Bahasa bukan sekedar alat untuk menyampaikan
dan memperoleh informasi. Bahas pada hakikatnya adalah”bahasa hakikat” artinya
berpikir adalah suatu jawaban, tanggapan atau respons dan bukan manipulasi ide
yang hakikatnya telah terkandung dalam proses penuturan bahasa dan bukan hanya
sebagai alat belaka. Dalam realitas,
bahasa lebih menentukan daripada fakta atau perbuatan. Bahasa adalah tempat
tinggal ” sang ada”. Bahasa merupakan
ruang bagi pengalaman yang bermakna. Pengalaman yang telah diungkapkan adalah
pengalaman yang telah mengkristal, sehingga menjadi semacam substansi dan
pengaaman menjadi tak bermakna jika tidak menemukan rumahnya dalam bahasa.
Sebaliknya, tanpa pengalaman nyata, bahasa adalah ibarat ruang kosong tanpa
kehidupan.
Pemahaman teks terletak pada kegiatan
mendengarkan lewat bahasa manusia perihal apa yang dikatakan dalam ungkapan
bahasa. Bahasa adalah suatu proses, suatu dinamika, atau suatu gerakan.
4.
Hans-Georg Gadamer
Konsep Gadamer yang menonjol dalam
hermeneutika adalah menekankan apa yang dimaksud ”mengerti”. Lingkaran hermeneutika
– hermeneutic circle , bagian teks
disa dipahami lewat keseluruhan teks hanya bisa dipahami lewat bagian-
bagiannya.
Setiap pemahaman merupakan sesuatu yang
bersifat historis, dialetik dan peristiwa kabahasaan. Hermeneutika adalah
ontologi dan fenomologi pemahaman.
5.
Jurgen Habermas
Hermeneutika bertujuan untuk memahami proses pemahaman –
understanding the process of understanding.
Pemahaman adalah suatu kegiatan pengalaman dan pnegertian teoritis
berpadu menjadi satu.
Tidak mungkin dapat memahami sepenuhnya makna sesuatu fakta, sebab
selalu ada juga fakta yang tidak dapat diinterpretasikan.
Bahasa sebagai unsur fundamental dalam
hermeneutika. Sebab, analisis suatu fakta dilakukan melalui hubungan
simbol-simbol dan simbol-simbol tersebut sebagai simbol dari fakta.
6.
Paul Ricoeur
Teks adalah otonom atau berdiri sendiri dan
tidak bergantung pada maksud pengarang. Otonomi teks ada tiga macam sebagai
berikut :
a.
Intensi atau maksud pengarang.
b.
Situasi kultural dan kondisi sosial pengadaan
teks.
c.
Untuk siapa teks dimaksud.
Tugas hermeneutika mengarahkan perhatiannya
kepada makna objektif dari teks itu sendiri, terlepas dari maksud subjektif
pengarang ataupub orang lain.
Interpretasi dianggap telah berhasil mencapai
tujuannya jika ”dunia teks” dan ” dunia interpreter” telah berbaur menjadi
satu.
7.
Jacques Derrida
Dalam filsafat bahasa – dalam kaitan dengan
hermeneutika, membedakan antara ”tanda” dan ”simbol”. Setiap tanda bersifat
arbitrer. Bahasa menurut kodartnya
adalah ”tulis”Objek timbul dalam jaringan tanda, dan jaringan atau rajutan
tanda ini disebut ”teks”. Segala sesuatu yang ada selalui ditandai dengan
tekstualitas. Tidak ada makna yang melebihi teks. Makna senantiasa tertenun
dalam teks.
BAB III
PENUTUP
Hermenetika, yang dalam bahasa Inggrisnya adalah hermeneutics, berasal dari kata Yunani hermeneutine dan hermeneia yang masing –
masing berarti “menafsirkan dan “ penafsiran”.
Istilah did dapat dari sebuah
risalah yang berjudul Peri Hermeneias
(Tentang Penafsiran). Hermeneutica
juga bermuatan pandangan hidup dari penggagasnya.
Perkembangan hermenetika dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Scheleiermacher, mengubah makna hermenetika dari sekedar kajian teks
keagamaan – bible menjadi kajian pemikiran filsafat.
2. Wilhelm Dilthey, makna herneneutika menjadi
kajian sejarah.
3. Edmund Husserl, pengetahuan dunia objektif bersifat tak pasti, karena
pengetahuan sesungguhnya diperoleh dari apparatus sensor yang tak sempurna.
4. Martin Heidegger, Hermeneutika sebagai kajian ontologis.
5. Hans –Georg Gadamer, Menekankan dialektika – dialogis.
6. Jurgen Habermas, Menggeser makan hermeneutika kepada pemahaman yang
diwarnai oeh kepentingan.
7. Paul Ricoeur, Aspek pandangan hidup interpreter sebagai faktor utama.
DAFTAR PUSTAKA
E. Palmer, Richard. Hermeneutics Interpretation Theory in
Schleirmacher, Dilthey, Heidegger, and Gadamer diterjemahkan oleh
Masnuri Hery dan Damanhuri dengan judul Hermeneutika; Teori Baru
Mengenai Interpretasi.Cet. II; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.
Hardiman, F. Budi. Melampaui Positivisme dan Modernitas:
Diskursus Filosofis tentang Metode Ilmiah dan Problem Modernitas.
Yogyakarta: Kanisius, 2003.
Raharjo, Mudjia, Dasar-dasar hermeneutika antara intensionalisme
dan Gadamerian, Yogyakarta: Ar ruzz
Media, 2008.
[1] Mudjia Raharjo,
Dasar-dasar hermeneutika antara intensionalisme dan Gadamerian (Yogyakarta: Ar ruzz Media, 2008), hlm. 28.
[2]
Richard E.
Palmer, Hermeneutics Interpretation Theory in Schleirmacher, Dilthey,
Heidegger, and Gadamer diterjemahkan oleh Masnuri Hery dan Damanhuri
dengan judul Hermeneutika; Teori Baru Mengenai Interpretasi(Cet. II;
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 15.
[3]
Richard E.
Palmer, op.cit., h. 15
[4]
Ibid.
[5] F. Budi Hardiman, Melampaui Positivisme dan Modernitas:
Diskursus Filosofis tentang Metode Ilmiah dan Problem Modernitas (Yogyakarta:
Kanisius, 2003), hlm. 37.
[6]
Mudjia Rahardjo, Op.Cit. hlm.36.
No comments:
Post a Comment