DAFTAR
ISI
JUDUL MAKALAH.............................................................................................. i
ABSTRAK..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
A.
Latar
Belakang........................................................................................ 1
B.
Rumusan Masalah................................................................................... 2
C.
Tujuan Pembahasan................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................... 3
A.
Integrasi Keilmuan.................................................................................. 3
1.
Definisi
Integrasi..............................................................................3
2.
Definisi Ilmu
....................................................................................3
3.
Definisi Agama
................................................................................4
4.
Hakikat Integrasi Keilmuan
.............................................................5
B.
Integrasi di Era Modern.......................................................................... 7
1.
Sebab Munculnya Gagasan Integrasi............................................... 7
2.
Langkah Mewujudkan Integrasi...................................................... 9
BAB III ANALISIS............................................................................................ 12
A.
Refleksi.................................................................................................. 12
BAB IV PENUTUP............................................................................................ 14
B.
Kesimpulan............................................................................................ 14
C.
Saran...................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA
Abstrak
Ilmu adalah pengetahuan yang dianugrahkan kepada manusia.
Agama merupakan pedoman hidup bagi manusia. Keduanya berjalan pada porosnya
masing-masing namun tidak bisa dipisahkan. Islam agama rahmatan lil alamin, tidak
memisahkan ilmu dengan agama. Perselisihan agama dan ilmu terjadi karena
munculnya pandangan yang bertolak belakang.
Pergulatan antara paradigma Islam dan paradigma modern
masih terus bergejolak. Integrasi keilmuan muncul untuk membawa kemaslahatan
agar tidak ada lagi dikotomi ilmu. Gerakan orentalis yang dipromotori
orang-orang Barat sangat menolak dan memisahkan antara ilmu dan agama. Ilmu
dan agama berdiri pada posisinya masing-masing. Integrasi mencoba untuk
menyatukan dan menggabungkan ilmu dan agama.
Kembali kepada agama dan mengembangkan konsep Islam
adalah harapan dalam mewujudkan integrasi keilmuan. Sampai saat ini, konsep
integrasi masih belum diterima dengan mudah. Globalisasi dari barat sangat kuat
mempengaruhi masyarakat akan dikotomi ilmu.
Kata Kunci: Integrasi, Ilmu, Agama.
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Hingga sekarang, masih saja ada
anggapan-anggapan yang kuat dalam masyarakat luas yang mengatakan bahwa antara ”agama”
dan ”ilmu” adalah dua entitas yang tidak dapat dipertemukan menjadi satu. Karena
menurut mereka keduanya mempunyai wilayah masing-masing, terpisah antara satu
dan lainnya, baik dari segi objek formal-material, metode penelitian, kriteria
kebenaran, ataupun peran yang dimainkan oleh para ilmuwan.
Dikotomi-dikotomi keilmuan yang
semakin menjamur dan melekat di benak ilmuan ilmuan kontemporer dan ke-Baratan semakin
memperkuat jika keduanya seakan dua kutub yang saling berlawanan dan tidak bisa
dipertemukan. Hal ini diperkuat lagi dengan realita yang terjadi dalam
lembaga-lembaga pendidikan serta pandangan yang subur di masyarakat kita saat
ini dalam hal tersebut. Padahal bila menilik di era kejayaan islam (flash
back) maka kita akan mendapati sesuatu yang berbeda jauh dengan
anggapan-anggapan yang berkembang di masyarakat kita saat ini.
Karena peradaban global yang semakin
membabi buta sehingga mereka yang bepandangan sekular beranggapan bahwa ilmu
dan agama berjalan dengan dimensi yang berbeda dan berdiri sendiri sendiri.
Keduanya memiliki cara dan corak yang
berbeda, baik dari pendekatan epistemologi, ontologi maupun aksiologi.
Agama dan ilmu adalah dua bidang
yang dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan. Agama bernilai mutlak,
tidak berubah karena perubahan waktu dan tempat. Sedangkan ilmu sekalipun
berdasarkan agama, maka dapat berubah dari waktu ke waktu dan dari tempat ke
tempat. Oleh karena itu, agama dapat dikatakan sebagai primer, dan ilmu dapat
dikategorikan sebagai sekunder.
Islam adalah agama rahmatan lil
‘aalamiin, maka tidak dapat
dipungkiri bahwa agama Islam menjadi rahmat bagi semesta alam. Dengan tanda kutip
bahwa Islam bukan hanya mengayomi manusia saja melainkan seluruh alam semesta
dan seisinya. Maka muncullah asumsi yang menyatakan bahwa sudah seharusnya agama
dapat "diintegrasikan" atau “berintegrasi” dengan berbagai
bidang kehidupan dan berbagai disiplin ilmu.
Pembicaraan
integrasi keilmuan sebenarnya sudah lama menjadi perbincangan atau perdebatan bagi ilmuan barat dan timur hingga sekarang. Untuk
melangkah pada pemahaman akan intergrasi
tersebut.
Maka kita harus memahami tentang integrasi keilmuan
begitu juga sebab-sebab munculnya integrasi tersebut dan semuanya ini,
akan dikupas tuntas dengan tajam (namun
tidak setajam silet) dalam bagian-bagian makalah ini.
“Agama tanpa ilmu pengetahuan akan lumpuh dan gagal
mencapai tujuannya yang mulia, ilmu pengetahuan tanpa bantuan agama akan buta
dan gagal pula melihat tujuannya yang sejati” (Albert Einstein).
- Rumusan Masalah
Dari penjelasan
diatas dan agar pembahasan tidak menjadi panjang lebar. Maka dapat dirumuskan
beberapa permasalahan sebagai berikut:
1.
Apa integrasi keilmuan itu ?
2.
Apa sebab munculnya
integrasi di era modern dan langkahnya?
- Tujuan Pembahasan
Tujuan dari
pembahasan ini adalah untuk mengetahui jawaban beberapa pertanyaan dari rumusan
masalah yang telah ditentukan. Diantaranya yaitu:
1.
Mengetahui hakikat dari integrasi keilmuan
2.
Mengetahui sebab munculnya integrasi di era modern dan langkahnya
BAB
II
PEMBAHASAN
- Integrasi KeIlmuan
Agar dapat
memaknai kata dari “Integrasi ke-ilmuan” maka sebelumnya disini pemakalah
mengulas sedikit definisi-definisi yang diperlukan untuk dicantumkan. Agar
dalam memaknai kata “integrasi ke-ilmuan” dapat dipahami dengan mudah dan jelas.
1.
Definisi Integrasi
Kata integrasi
berasal dari bahasa latin “integer”, yang berarti utuh atau menyeluruh dan dari bahasa inggris "integration"
yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan. Berdasarkan arti etimologisnya itu, integrasi dapat diartikan
sebagai pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat. Arti lainnya
dari integrasi adalah tidak bercampur murni.
Definisi lain mengenai integrasi adalah menurut
Barbour. Dia mengatakan bahwa integrasi adalah upaya untuk memadukan keduanya,
yaitu memadukan antara agama dan ilmu.[1]
Sedangkan kuntowijoyo berpendapat bahwa integrasi adalah penyatuan kekayaan
keilmuan manusia dengan wahyu (petunjuk Allah swt dalam al-quran, beserta
pelaksanaannya dalam sunnah nabi). Tanpa adanya sifat mengucilkan Tuhan
(sekularisme) atau mengucilkan manusia.
2.
Definisi Ilmu
Kata ilmu dalam
bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab yang dari kata ‘alima yang berarti
‘tahu’[2].
Dalam bahasa Inggris di sebut “science” berasal dari perkataan Latin “scientia”
yang diturunkan dari kata scire yang berarti mengetahui (to know) atau belajar
(to learn). Dalam arti yang kedua ini ilmu dipahami sebagai aktifitas,
sebagaimana dikatakan Charles Singer bahwa ilmu adalah proses yang membuat
pengetahuan (science in the process which makes knowledge).
Sebagai aktifitas,
ilmu melangkah lebih lanjut pada metode. Titus mengatakan bahwa banyak
orang mempergunakan istilah ilmu untuk menyebut suatu metode guna memperoleh
pengetahuan yang objektif dan dapat membuktikan kebenarannya (a method of
obtaining knowledge that is objective and verifiable).
3.
Definisi Agama
Arti agama
dalam Islam diungkapkan dengan kata “din”, yang bukan sekedar konsep, tetapi
merupakan ungkapan yang diterjemahkan amat baik ke dalam realitas, dan dihidupi
dalam pengalaman manusia.
Agama secara
etimologis berasal dari bahasa arab “aqoma” yang berarti menegakkan. Sementara
kebanyakan ahli mengatakan bahwa kata aqma berasal dari bahasa sansekerta a = tidak; gama = kacau, artinya tidak kacau; atau adanya keteraturan
dan peraturan untuk mencapai arah atau tujuan tertentu.[3]
Emile Durkheim
mengatakan bahwa agama adalah suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas
kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci. Kita sebagai
umat beragama semaksimal mungkin berusaha untuk terus meningkatkan keimanan
kita melalui rutinitas beribadah, mencapai rohani yang sempurna kesuciannya.[4]
Definsi agama (umum),
manusia mengakui dalam agama adanya yang suci: manusia itu insyaf, bahwa ada
suatu kekuasaan yang memungkinkan dan melebihi segala yang ada. Kekuasaan inilah yang dianggap
sebagai asal atau khalik segala yang ada. Tentang kekuasaan ini bermacam-macam
bayangan yang terdapat pada manusia, demikian pula cara membayangkannya.
Demikianlah Tuhan dianggap oleh manusia sebagai tenaga gaib di seluruh dunia
dan dalam unsur-unsurnya atau sebagai kholik rohani. Tenaga gaib ini dapat
menjelma antara lain dalam alam (animisme) dalam kitab suci (Taurat) atau dalam
manusia (Kristus).[5]
Agama juga
disinonimkan dengan Religion berasal dari kata Latin “religio”, berarti “tie-up” dalam bahasa Inggris, Religion dapat
diartikan “having engaged ‘God’ atau ‘The Sacred Power’. Secara umum di
Indonesia, Agama dipahami sebagai sistem kepercayaan, tingkah laku, nilai,
pengalaman dan yang
terinstitusionalisasi, diorientasikan kepada masalah spiritual/ritual yang
disalingtukarkan dalam sebuah komunitas dan diwariskan antar generasi dalam
tradisi.
Dengan demikian
pengertian kata agama mengandung arti yang bersifat mendasar yang dimiliki oleh
berbagai agama, yaitu bahwa agama adalah jalan, jalan hidup atau jalan yang
harus ditempuh oleh manusia dalam kehidupannya di dunia ini, jalan yang
mendatangkan kehidupan yang teratur, aman, tenteram, dan sejahtera sebagaimana
makna umum yang ada pada berbagai agama.[6]
Berangkat dari
beberapa pemahaman diatas, dapat ditarik beberapa point tentang pengertian
agama bahwa agama adalah kodifikasi kepercayaan, praktik ibadat, hukum etika,
keanggotaan denominasi, eksternal dan
memasukkan spiritualitas di dalamnya.[7]
4.
Hakikat Integrasi keilmuan
Dari rangkain penjelasan diatas maka kita sudah mengetahui apa yang
dimaksud dengan kata-kata integrasi, ilmu dan agama. Tiga kata tersebut jika
disatu padukan dan digabungkan maka akan lahir istilah yang disebut dengan integrasi
keilmuan.
Sebagai upaya membangun suatu pandangan dan sikap yang positif
terhadap kedua jenis ilmu yang sekarang berkembang di dunia Islam.[8] Kata kunci konsepsi integrasi keilmuan berangkat dari premis bahwa
semua pengetahuan yang benar berasal dari Allah (all true knowledge is from
Allah). Dalam pengertian yang lain, Usman Hassan menggunakan istilah
"knowledge is the light that comes from Allah ".[9] Beberapa ayat Alquran yang digunakan oleh para pemikir Muslim
untuk mendukung konsep integrasi keilmuan ini di antaranya adalah QS: Al Alaq
ayat 5.[10]
Integrasi
keilmuan yang biasa disebut integral antara agama dan ilmu, hakikatnya adalah
usaha menggabungkan atau menyatupadukan ontologi, epistemologi dan aksiologi
ilmu-ilmu pada kedua bidang tersebut.
Apa
benar bahwa agama mesti diintegrasikan atau dipadukan dengan wilayah-wilayah
kehidupan manusia. Hanya dengan jalan inilah agama benar-benar menjadi rahmat
bagi pemeluknya, bagi umat manusia, atau bahkan keseluruhan alam semesta.
Persoalannya
kemudian adalah pemaduan seperti apa yang bisa dilakukan? Ini adalah pertanyaan
pertama. Bisa diduga, “integrasi” tak bermakna tunggal. Dalam wacana tentang
ilmu dan agama, integrasi, memang dapat dan telah dimaknai berbeda-beda.
Integrasi bukan saja bermakna majemuk, melainkan, lebih jauh, bisa bersifat
positif juga negatif.
Setidaknya sebagai
suatu jargon, integrasi yang diharapkan adalah integrasi yang konstruktif yaitu
integrasi yang dimaknai sebagai suatu upaya integrasi yang menghasilkan suatu kontribusi baru untuk berbagai disiplin ilmu
dan agama sendiri, yang tidak bisa diperoleh jika keduanya terpisah. Integrasi
juga diperlukan untuk menghindari dampak negatif yang mungkin muncul jika
keduanya berjalan sendiri-sendiri.
Makna integrasi dalam
bahasa yang lebih Islami bahwa dapat dikatakan dengan ketinggian seseorang
dalam profesionalismenya menguasai sains modern yang berhubungan dengan
kepribadian islam. Dalam hubungan integratif menurut Eka Mahmud, ilmu dan agama
akan berjalan secara aktif. Sebab baik sains maupun agama menyadari akan adanya
suatu wawasan yang lebih besar dan mencakup keduanya.
Karena dengan
integrasi, ilmu akan jelas arahnya, yakni mempunyai ruh yang jelas untuk selalu
mengabdi pada nilai-nilai kemanusiaan dan kebajikan jagat raya, bukan malah
menjadi alat dehumanisasi, eksploitasi, dan destruksi alam. Nilai-nilai itu
tidak bisa tercapai bila dikotomi ilmu masih ada seperti yang terjadi saat ini.
- Integrasi di Era Modern
1.
Sebab Munculnya Gagasan Integrasi
Ilmuwan dulu memang
mengklasifikasi ilmu dalam berbagai macam jenis, Ibnu Khaldun misalnya membuat
klasifikasi ilmu dalam dua jenis ilmu pokok: naqliyah dan aqliyah. Ilmu
naqliyah adalah ilmu yang berdasarkan wahyu, dan ilmu aqliyah adalah ilmu yang
berdasarkan rasio. Menurut Ibnu Khaldun yang termasuk ilmu naqliyah adalah:
al-Quran, hadis, fiqh, kalam, tasawuf dan bahasa; sedangkan yang termasuk ilmu
aqliyah adalah: filsafat, kedokteran, pertanian, geometri, astronomi dst.
Tetapi klasifikasi
ilmu tersebut menurut Azyumardi Azra (Perta, 2002:16) bukan dimaksud
mendikotomi ilmu antara satu dengan yang lain, tetapi hanya sekedar
klasifikasi. Klasifikasi tersebut menunjukkan betapa ilmu tersebut berkembang
dalam peradaban islam. Dalam konteks ini ilmu agama islam merupakan salah satu
saja dari berbagai cabang ilmu secara keseluruhan.
Ilmu dan Agama, tidak ada yang dapat diperbandingkan satu dengan
yang lain dan keduanya tidak dapat ditempatkan pada posisi bersaing atau
konflik. Ilmu dan agama mempunyai bahasa sendiri karena melayani fungsi yang
berbeda dalam kehidupan manusia, agama berurusan dengan nilai dan makna
tertinggi, sedangkan ilmu menelusuri cara benda-benda dan berurusan dengan
fakta obyektif.
Dalam sejarahnya, memang antara agama dan ilmu pernah menyatu,
bahkan berwujud tunggal, tetapi suatu waktu keduanya berpisah karena ada
pertentangan antara otoritas keagamaan dengan para ilmuwan. Sejak saat itulah
agama berjalan sendiri-sendiri, dan terkesan saling berkonflik antar keduanya. Mengintegrasikan
kedua bidang tersebut, merupakan sebuah harapan
yang tidak hanya untuk kebaikan umat islam semata, tetapi bagi peradaban umat
manusia seluruhnya.
Integralisme bisa dipandang sebagai sebuah post-strukturalisme
Timur.[11] Sebab munculnya integrasi ilmu adalah bentuk dan wujud kritikan
paradigma islam terhadap paradigma modern. Karena untuk melawan sekularisme
paradigma islam ingin melakukan terobosan baru dalam memecahkan kebuntuhan
tersebut dan mengembalikan lagi hubungan ilmu pengetahuan dengan manusia yang
bertugas sebagai khlifah di bumi.
Sekularisme mempunyai
multiefek, merasuk dalam ke jiwa peradaban dan sangat fundamental dalam cara
berpikir manusia.[12] Dengan
merenungkan masalah-masalah besar yang dihadapi oleh umat manusia pada masa
sekarang ini. Kadang-kadang kita merasa bahwa situasi yang penuh problematika
di dunia modern justru dikembangkan oleh perkembangan pemikiran manusia itu
sendiri.[13]
Di balik kemajuan ilmu dan teknologi dunia modern maka sesungguhnya menyimpan
rahasia suatu potensi yang dapat menghancurkan martabat manusia.
Penggunaan integrasi pada
mulanya berangkat dari dua pendekatan menurut
Barbour. Pendekatan pertama, berangkat dari adanya pendekatan data
ilmiah yang kemudian menawarkan bukti konklusif bagi keyakinan agama untuk
memperoleh suatu kesepakatan dan kesadaran akan eksistensi Tuhan. Sedangkan
pendekatan kedua, adalah dengan menguji agama dengan kriteria-kriteria tertentu
sesuai rumusan dan metode ilmiah. Kemudian dari dua pemikiran tersebut ditarik
ke filsafat agar menjadi kerangka yang konseptual.[14]
Menurut Sotandyo
Wignjosoebroto; disaat ini para ilmuan dan para cerdik cendikiawan kini mulai
berpikir dan berwacana, bagaimana “mendamaikan” dua khazanah yang ada
dalamperadaban manusia itu kedalam suatu kesatuan yang integratif. Kehendak
untuk mengintegrasikan kedua khazanah ilmu sebagaimana dikatakan dimuka ini
haruslah disambut dengan baik sebagai niat yang baik.[15]
Karena menurut Armahezi Taher dalam integralisme islam terdapat kesejajaran
antara pandangan psikologis, sosiologis dan ditambahkan dengan ruh dan
Al-Qur’an.[16]
2.
Langkah Mewujudkan Integrasi
Sebagaimana penjelasan pada bab sebelumnya mengenai integral. Maka
dibutuhkanlah integrasi yang konstruktif yaitu integrasi yang dimaknai sebagai
suatu upaya integrasi yang menghasilkan suatu kontribusi baru untuk berbagai
disiplin ilmu dan agama sendiri, yang tidak bisa diperoleh jika keduanya
terpisah. Integrasi juga diperlukan untuk menghindari dampak negatif yang
mungkin muncul jika keduanya berjalan sendiri-sendiri.
Faktor yang akan menentukan bentuk integrasi yang falid adalah
menyangkut tujuan melakukan iintegrasi, secara kebahasaan bisa kita fahami
tujuanya adalah memadukan , tidak harus menyatukan atau bahkan mencampur adukan
identitas atau watak dari masing-masing kedua entitas iyu tidak harus hilang.
Sebagian orang bahkan bekata harus dipertahankan. Jika tidak bisa jadi yang di
peroleh dari hasil integrasi itu fungsi dan manfaatnya yang tidak jelas.
Jika Al-Qur’an dan Hadis diposisikan sebagai tempat berkonsultasi,
atau sebagai sumber bagi setiap orang yang mencari sesuatu yang dibutuhkan
untuk memberikan jawaban-jawaban terhadap teka-teki persoalan hidup yang selalu
dibutuhkan, maka akan memberikan peluang bagi siapa saja yang menggunakan akal
atau pikirannya untuk memahami Al-qur’an[17] dan begitu juga dalam memahami Al-Hadis. Sumber ajaran Islam telah
mengarahkan pada sejenis filsafat yang menempatkan kitab wahyu bukan sekedar
sumber tertinggi hukum keagamaan, tetapi juga bagi hakikat eksistensi dan sumber
segala eksistensi.[18]
Integrasi ilmu adalah keharusan bagi umat Islam, oleh karenanya
tanggung jawab ini bukan hanya kewajiban pemerintah semata dan Perguruan Tinggi
Agama Islam, tapi juga kalangan Perguruan Tinggi dan seluruh umat Islam yang
menginginkan kemajuan Islam dan peradaban manusia yang lebih maju dari humanis.
Integrasi ke-ilmuan bukan hanya tuntutan zaman, tetapi mempunyai
legitimasi yang kuat secara normatif dari Al-Qur’an dan Al-Hadis serta secara
historis dari perilaku para ulama Islam yang telah membuktikan sosoknya sebagai
ilmuwan integratif yang memberikan sumbangan luar biasa bagi kemajuan peradaban
manusia.
Sampai saat ini integrasi keilmuan antara ilmu dan agama masih
dalam proses. Karena belum semua jajaran internasional mengakui keberadaan
paradigma islam terutama di negara-negara Barat. Kemungkinan karena adanya
globalisasi yang menjadikan disahkannya ilmu sekular[19]
sehingga membutuhkan proses yang jitu untuk mensosialisasikan paradigma islam
ke kancah internasional.
Menyusun dan merumuskan konsep integrasi keilmuan tentulah tidak
mudah. Di Indonesia, bentuk integrasi ke-ilmuan masih diformulasikan baik oleh
pemerintah sendiri maupun para intelektual muslim. Tawaran model integrasi yang
coba dipraktekan oleh berbagai Perguruan Tinggi Islam masih menyisakan
perdebatan intern maupun ekstern mereka sendiri.
Model integrasi yang dipraktekan mereka merupakan hal yang belum
final dan memerlukan evaluasi yang terus-menerus dari semua komponen masyarakat
pendidikan Indonesia. Karena merumuskan integrasi keilmuan secara konsepsional
dan filosofis, perlu melakukan kajian filsafat dan sejarah perkembangan ilmu,
khususnya di kalangan pemikir dan tradisi keilmuan Islam.
Langkah
mewujudkan integrasi hemat saya adalah kembali kepada jalan yang benar.
Keimanan mesti dikenali lewat sains, keimanan bisa tetap aman dari berbagai
tahayyul melalui pencerahan sains. Keimanan tanpa sains berakibat fanatisme dan
kemandekan.[20]
BAB III
ANALISIS
- REFLEKSI
Sudah seharusnya bagi kita untuk
memberlakukan trand positive, dengan menyatakan bahwa dikotomi muncul
karena mereka yang beranggapan seperti itu memandang agama dengan kacamata
sebelah, tanpa ada nalar yang signifikan.
Agama menjadi terpisah, karena bagi mereka paham sekuler mempunyai
keinginan dan tujuan tertentu dalam khazanah keilmuannya.
Agama rentan dengan perubahan karena
sifatnya yang deduktif, sedangkan ilmu setiap saat bisa berubah karena sifatnya
yang lebih induktif. Ilmu dan agama adalah dua domain independen yang dapat
hidup bersama sepanjang mempertahankan "jarak aman" satu sama lain.
Ilmu dan agama berada pada posisi sejajar dan tidak saling mengintervensi satu
dengan yang lain.
Menurut hemat
kami, sebenarnya dari awal adanya Islam sudah mengajarkan suatu integrasi.
Sebut saja hadits yang menyatakan “Innallah Jamilun Yuhibbu al Jamal”[21]
yang artinya: sesungguhnya Allah swt itu indah dan menyenangi keindahan.
Kemudian mari kita menengok sabda Nabi saw mengenai ilmu yang diriwayatkan oleh
sahabat Anas bin Malik ra “ Uthlub al Ilma Wa Law Bi as Shin” yang
artinya: tuntutlah ilmu meskipun sampai ke negara China.[22]
Apakah kita pernah
berpikir dan merenung secara filosofis, apa hikikat dan wujud keindahan di alam
semesta ini. Kemudian mengapa ketika periode abad ke enam Masehi, Rasul saw
sudah mengkaitkan ilmu dengan negara China yang notabene pada saat itu Islam
masih di seantero Makkah, Madinah dan sekitarnya.
Redaksi hadits
tersebut menurut penulis kemungkinan besar bahwa Rasul saw memberikan kita
kebebasan dalam mengais ilmu. Dengan tujuan agar masyarakat Islam mendatang
bisa berpikiran maju kedepan bukan kebelakang. Maksudnya prinsip atau pedoman
hidup kita (agama) harus di jaga dan patuhi, tanpa merubah dan mengkodifikasi
karena alasan-alasan atau kepentingan individu tertentu. Akan tetapi ilmu
pengetahuan harus kita kembangkan sesuai perkembangan zaman dan tidak menyalahi
aturan agama.
Mungkin penulis
bisa menambahkan mengapa dalam QS.Mujadilah:11,[23]
Allah menyebutkan dua istilah (Orang-orang yang beriman dan berilmu) yang
keduanya berbeda dalam ahwal dan amalnya namun disebut secara berdampingan dan
tidak terpisah. Sehingga menjadi jelas bahwa ayat tersebut adalah sebagai
hujjah terhadap paham sekular yang masih mempertahankan dikotomi suatu ilmu.
Dalam
merealisasikan dan mewujudkan integrasi keilmuan yang ideal. Kita Maka perlu
adanya juga selain kita merujuk kepada sumber yang paling benar Red:
Allah swt dan wahyuNya. Agar ilmu pengetahuan hanya bukan sekedar ilmu saja.
Karena menurut In’am Esha:2010, ilmu yang benar dalam Islam adalah dianggap
sebagai petunjuk keimanan dan keimanan menumbuhkan tindakan yang shaleh sebagai
bentuk implementasi ilmu dan iman. Sehingga konsep Islam antara ilmu, iman dan
amal shaleh menjadi sesuatu yang utuh.
BAB IV
PENUTUP
- KESIMPULAN
Kata
integrasi, ilmu dan agama. Tiga kata tersebut jika disatu padukan dan
digabungkan maka akan lahir istilah yang disebut dengan integrasi keilmuan. Integrasi
keilmuan yang biasa disebut integral antara agama dan ilmu, hakikatnya adalah
usaha menggabungkan atau menyatupadukan ontologi, epistemologi dan aksiologi
ilmu-ilmu pada kedua bidang tersebut.
Integrasi ilmu adalah
keharusan bagi umat Islam bukan hanya tuntutan zaman, tetapi mempunyai
legitimasi yang kuat secara normatif dari Al-Qur’an dan Al-Hadis serta secara
historis dari perilaku para ulama Islam yang telah membuktikan sosoknya sebagai
ilmuwan integratif yang memberikan sumbangan luar biasa bagi kemajuan peradaban
manusia.
Sebab munculnya
integrasi ilmu adalah bentuk dan wujud kritikan paradigma islam terhadap
paradigma modern. Yaitu aliran sekular yang masih menganggap ilmu dan agama
adalah berbeda pada bidangnya. Dikotomi inilah yang menyebabkan
pertentangan-pertentangan dari cendikiawan muslim untuk mewujudkan integrasi
keilmuan.
Sampai saat ini integrasi keilmuan antara ilmu dan agama masih
dalam proses. Karena belum semua jajaran internasional mengakui keberadaan
paradigma islam terutama di negara-negara Barat.
- SARAN
Sangat
diakui masih banyak kekurangan dalam penulisan ini kami mengharap saran dan
masukan untuk memperbaiki makalah ini menuju kesempurnaan. Waallahu a’lam
bisshawab
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah,
Amin, dkk., 2004, Integrasi Sains-Islam: Mempertemukan Epistemologi Islam
dan Sains, (Yogyakarta: Pilar Religia)
Abidin
Bagir, Zainal, dkk., 2006, Ilmu, Etika, dan Agama: Menyingkap Tabir Alam dan
Manusia, (Yogyakarta: CRCS)
Baharun, Hasan
dkk., 2011, Seri Pemikiran Tokoh Metodologi Studi Islam, (Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media)
Barbour , Ian
G., 2002, Juru Bicara Tuhan: Antara Sains dan Agama, (Bandung:Mizan)
Fajar, A.Malik,
dkk. , 2004, Horizon Baru Pengembangan Pendidikan Islam, (Malang: UIN
Press)
Giddens, Anthoni, 2005, Konsekwensi-Konsekwensi Modernitas, (Yogyakarta: Kreasi Wacana)
In’am Esha,
Muhammad, 2010, Menuju Pemikiran Filsafat, (Malang: UIN Press)
Kuntowijoyo,
1991, Paradigma Islam:Interpretasi Untuk Aksi,(Bandung: Mizan)
Kuntowijoyo,
2005, Islam Sebagai Ilmu, (Jakarta:
Teraju)
Kuswanjono,
Arqom, 2010, Integrasi Ilmu dan Agama (Yogyakarta: BPF UGM)
Muhaimin, 2007,
Kawasan dan Wawasan Studi Islam, (Jakarta: Kencana)
Muslim, Imam, Shahih
Muslim,(Maktabah Syamilah)
Butt, Nasim,
1996, Sains dan Masyarakat Islam, (Pustaka Hidayah, Bandung)
Rahmat,
Jalaluddin,2003, Psikologi agama: Sebuah pengantar, (Bandung: Mizan)
Roibin, dkk. ,
2004, Memadu Sains dan Agama Menuju Universitas Islam Masa Depan
(Malang: Banyumedia Publishing)
Salam,Burhanuddin, 2005, Pengantar
Filsafat, (Jakarta: Bumi Aksara)
Suprayogo,Imam,
2004, Pendidikan Berparadigma Al-Qur’an, (Malang: UIN Press)
Williams,
Monier, 1899, A Sanskrit English Dictionary. (Oxford University :Pressa)
[1] Zainal Abidin
Bagir, dkk, Ilmu, Etika, dan Agama: Menyingkap Tabir Alam dan Manusia,
(Yogyakarta: CRCS, 2006), hal. 4
[2]. Amin
Abdullah, dkk, Integrasi Sains-Islam: Mempertemukan Epistemologi Islam dan
Sains, (Yogyakarta: Pilar Religia, 2004), hal. 122
[3] DR.Arqom
Kuswanjono, Integrasi Ilmu dan Agama (Yogyakarta: BPF UGM, 2010) hal.79
[4] Monier
Williams, A Sanskrit English Dictionary. (Oxford University
:Pressa,1899) hal.124
[5]Burhanuddin
Salam, Pengantar Filsafat, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005) hal. 170-171
[6] Muhaimin, et
al, Kawasan dan Wawasan Studi Islam, (jakarta: Kencana, 2007) hal. 34
[8] Nasim Butt, Sains
dan Masyarakat Islam, (Pustaka Hidayah, Bandung, 1996), hal.74
[9] Usman Hassan, The Concept of Ilm and Knowledge in Islam, The
Association of Muslim Scientists
and Engineers, 2003, hal. 3.
[11] Hasan Baharun,
dkk., Seri Pemikiran Tokoh Metodologi Studi Islam, (Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media, 2011), hal. 145
[12] Kuntowijoyo, Islam
Sebagai Ilmu, (Jakarta: Teraju, 2005) hal. 118
[13] Kuntowijoyo, Paradigma
Islam:Interpretasi Untuk Aksi,(Bandung: Mizan, 1991) hal. 357
[14] Ian G.
Barbour, Juru Bicara Tuhan: Antara Sains dan Agama, (Bandung:Mizan,
2002), hal. 42
[15] A.Malik
Fajar,dkk, Horizon Baru Pengembangan Pendidikan Islam, (Malang: UIN Press,
2004)hal.47
[16] Hasan Baharun,Op.Cit,.hal.
146
[17] Imam
Suprayogo, Pendidikan Berparadigma Al-Qur’an, (Malang: UIN Press, 2004),
hal.22
[18] Muhammad In’am Esha, Menuju Pemikiran
Filsafat, (Malang: UIN Press, 2010), hal.59
[19] Kuntowijoyo, Op.Cit,
hal. 117
[21] HR. Muslim, Bab
Tahrim al Kibr, (Maktabah al-Syamilah)hal.93
[22] HR. Baihaqi, Bab
Min Syu’bi al Iman, (Maktabah al-Syamilah)hal.253
No comments:
Post a Comment