Sunday, June 9, 2019

INTEGRASI KEILMUAN (A)


                                          DAFTAR ISI

JUDUL MAKALAH.............................................................................................. i
ABSTRAK..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iii
BAB I     PENDAHULUAN................................................................................. 1
A.      Latar Belakang........................................................................................ 1
B.       Rumusan  Masalah................................................................................... 2
C.       Tujuan Pembahasan................................................................................. 2

BAB II   PEMBAHASAN..................................................................................... 3
A.      Integrasi Keilmuan.................................................................................. 3
1.      Definisi Integrasi..............................................................................3
2.      Definisi Ilmu ....................................................................................3
3.      Definisi Agama ................................................................................4
4.      Hakikat Integrasi Keilmuan .............................................................5
B.       Integrasi di Era Modern.......................................................................... 7
1.      Sebab Munculnya Gagasan Integrasi............................................... 7
2.      Langkah Mewujudkan Integrasi...................................................... 9
BAB III  ANALISIS............................................................................................ 12
A.      Refleksi.................................................................................................. 12
BAB IV  PENUTUP............................................................................................ 14
B.       Kesimpulan............................................................................................ 14
C.       Saran...................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA


Abstrak
Ilmu adalah pengetahuan yang dianugrahkan kepada manusia. Agama merupakan pedoman hidup bagi manusia. Keduanya berjalan pada porosnya masing-masing namun tidak bisa dipisahkan. Islam agama rahmatan lil alamin, tidak memisahkan ilmu dengan agama. Perselisihan agama dan ilmu terjadi karena munculnya pandangan yang bertolak belakang.
Pergulatan antara paradigma Islam dan paradigma modern masih terus bergejolak. Integrasi keilmuan muncul untuk membawa kemaslahatan agar tidak ada lagi dikotomi ilmu. Gerakan orentalis yang dipromotori orang-orang Barat sangat menolak dan memisahkan antara ilmu dan agama. Ilmu dan agama berdiri pada posisinya masing-masing. Integrasi mencoba untuk menyatukan dan menggabungkan ilmu dan agama.
Kembali kepada agama dan mengembangkan konsep Islam adalah harapan dalam mewujudkan integrasi keilmuan. Sampai saat ini, konsep integrasi masih belum diterima dengan mudah. Globalisasi dari barat sangat kuat mempengaruhi masyarakat akan dikotomi ilmu.
Kata Kunci: Integrasi, Ilmu, Agama.



BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
                        Hingga sekarang, masih saja ada anggapan-anggapan yang kuat dalam masyarakat luas yang mengatakan bahwa antara ”agama” dan ”ilmu” adalah dua entitas yang tidak dapat dipertemukan menjadi satu. Karena menurut mereka keduanya mempunyai wilayah masing-masing, terpisah antara satu dan lainnya, baik dari segi objek formal-material, metode penelitian, kriteria kebenaran, ataupun peran yang dimainkan oleh para ilmuwan.
                        Dikotomi-dikotomi keilmuan yang semakin menjamur dan melekat di benak ilmuan ilmuan kontemporer dan ke-Baratan semakin memperkuat jika keduanya seakan dua kutub yang saling berlawanan dan tidak bisa dipertemukan. Hal ini diperkuat lagi dengan realita yang terjadi dalam lembaga-lembaga pendidikan serta pandangan yang subur di masyarakat kita saat ini dalam hal tersebut. Padahal bila menilik di era kejayaan islam (flash back) maka kita akan mendapati sesuatu yang berbeda jauh dengan anggapan-anggapan yang berkembang di masyarakat kita saat ini.
                        Karena peradaban global yang semakin membabi buta sehingga mereka yang bepandangan sekular beranggapan bahwa ilmu dan agama berjalan dengan dimensi yang berbeda dan berdiri sendiri sendiri. Keduanya  memiliki cara dan corak yang berbeda, baik dari pendekatan epistemologi, ontologi maupun aksiologi.
                        Agama dan ilmu adalah dua bidang yang dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan. Agama bernilai mutlak, tidak berubah karena perubahan waktu dan tempat. Sedangkan ilmu sekalipun berdasarkan agama, maka dapat berubah dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat. Oleh karena itu, agama dapat dikatakan sebagai primer, dan ilmu dapat dikategorikan sebagai sekunder.
                        Islam adalah agama rahmatan lil ‘aalamiin,  maka tidak dapat dipungkiri bahwa agama Islam menjadi rahmat bagi semesta alam. Dengan tanda kutip bahwa Islam bukan hanya mengayomi manusia saja melainkan seluruh alam semesta dan seisinya. Maka muncullah asumsi yang menyatakan bahwa sudah seharusnya agama dapat "diintegrasikan" atau “berintegrasi” dengan berbagai bidang kehidupan dan berbagai disiplin ilmu.
Pembicaraan integrasi keilmuan sebenarnya sudah lama menjadi perbincangan atau perdebatan bagi ilmuan barat dan timur hingga sekarang. Untuk melangkah pada pemahaman akan intergrasi tersebut. Maka kita harus memahami tentang integrasi keilmuan begitu juga sebab-sebab munculnya integrasi tersebut dan semuanya  ini, akan dikupas tuntas dengan tajam (namun tidak setajam silet) dalam bagian-bagian makalah ini.
“Agama tanpa ilmu pengetahuan akan lumpuh dan gagal mencapai tujuannya yang mulia, ilmu pengetahuan tanpa bantuan agama akan buta dan gagal pula melihat tujuannya yang sejati” (Albert Einstein).

  1. Rumusan Masalah
            Dari penjelasan diatas dan agar pembahasan tidak menjadi panjang lebar. Maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1.      Apa integrasi keilmuan itu ?
2.       Apa sebab munculnya integrasi di era modern dan langkahnya?

  1. Tujuan Pembahasan
            Tujuan dari pembahasan ini adalah untuk mengetahui jawaban beberapa pertanyaan dari rumusan masalah yang telah ditentukan. Diantaranya yaitu:
1.      Mengetahui hakikat dari integrasi keilmuan
2.      Mengetahui sebab munculnya integrasi di era modern dan langkahnya

BAB II
PEMBAHASAN
  1. Integrasi KeIlmuan
            Agar dapat memaknai kata dari “Integrasi ke-ilmuan” maka sebelumnya disini pemakalah mengulas sedikit definisi-definisi yang diperlukan untuk dicantumkan. Agar dalam memaknai kata “integrasi ke-ilmuan” dapat dipahami dengan mudah dan jelas.
1.      Definisi Integrasi  
        Kata integrasi berasal dari bahasa latin “integer”, yang berarti utuh atau menyeluruh dan dari bahasa inggris "integration" yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan. Berdasarkan arti etimologisnya itu, integrasi dapat diartikan sebagai pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat. Arti lainnya dari integrasi adalah tidak bercampur murni.
        Definisi lain mengenai integrasi adalah menurut Barbour. Dia mengatakan bahwa integrasi adalah upaya untuk memadukan keduanya, yaitu memadukan antara agama dan ilmu.[1] Sedangkan kuntowijoyo berpendapat bahwa integrasi adalah penyatuan kekayaan keilmuan manusia dengan wahyu (petunjuk Allah swt dalam al-quran, beserta pelaksanaannya dalam sunnah nabi). Tanpa adanya sifat mengucilkan Tuhan (sekularisme) atau mengucilkan manusia.

2.      Definisi Ilmu
        Kata ilmu dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab yang dari kata ‘alima yang berarti ‘tahu’[2]. Dalam bahasa Inggris di sebut “science” berasal dari perkataan Latin “scientia” yang diturunkan dari kata scire yang berarti mengetahui (to know) atau belajar (to learn). Dalam arti yang kedua ini ilmu dipahami sebagai aktifitas, sebagaimana dikatakan Charles Singer bahwa ilmu adalah proses yang membuat pengetahuan (science in the process which makes knowledge).
        Sebagai aktifitas, ilmu melangkah lebih lanjut pada metode.  Titus mengatakan bahwa banyak orang mempergunakan istilah ilmu untuk menyebut suatu metode guna memperoleh pengetahuan yang objektif dan dapat membuktikan kebenarannya (a method of obtaining knowledge that is objective and verifiable).
3.      Definisi Agama
        Arti agama dalam Islam diungkapkan dengan kata “din”, yang bukan sekedar konsep, tetapi merupakan ungkapan yang diterjemahkan amat baik ke dalam realitas, dan dihidupi dalam pengalaman manusia.
        Agama secara etimologis berasal dari bahasa arab “aqoma” yang berarti menegakkan. Sementara kebanyakan ahli mengatakan bahwa kata aqma berasal dari bahasa sansekerta  a = tidak; gama = kacau,  artinya tidak kacau; atau adanya keteraturan dan peraturan untuk mencapai arah atau tujuan tertentu.[3]
        Emile Durkheim mengatakan bahwa agama adalah suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci. Kita sebagai umat beragama semaksimal mungkin berusaha untuk terus meningkatkan keimanan kita melalui rutinitas beribadah, mencapai rohani yang sempurna kesuciannya.[4]
        Definsi agama (umum), manusia mengakui dalam agama adanya yang suci: manusia itu insyaf, bahwa ada suatu kekuasaan yang memungkinkan dan melebihi segala  yang ada. Kekuasaan inilah yang dianggap sebagai asal atau khalik segala yang ada. Tentang kekuasaan ini bermacam-macam bayangan yang terdapat pada manusia, demikian pula cara membayangkannya. Demikianlah Tuhan dianggap oleh manusia sebagai tenaga gaib di seluruh dunia dan dalam unsur-unsurnya atau sebagai kholik rohani. Tenaga gaib ini dapat menjelma antara lain dalam alam (animisme) dalam kitab suci (Taurat) atau dalam manusia (Kristus).[5]
        Agama juga disinonimkan dengan Religion berasal dari kata Latin “religio”, berarti  “tie-up” dalam bahasa Inggris, Religion dapat diartikan “having engaged ‘God’ atau ‘The Sacred Power’. Secara umum di Indonesia, Agama dipahami sebagai sistem kepercayaan, tingkah laku, nilai, pengalaman dan  yang terinstitusionalisasi, diorientasikan kepada masalah spiritual/ritual yang disalingtukarkan dalam sebuah komunitas dan diwariskan antar generasi dalam tradisi.
        Dengan demikian pengertian kata agama mengandung arti yang bersifat mendasar yang dimiliki oleh berbagai agama, yaitu bahwa agama adalah jalan, jalan hidup atau jalan yang harus ditempuh oleh manusia dalam kehidupannya di dunia ini, jalan yang mendatangkan kehidupan yang teratur, aman, tenteram, dan sejahtera sebagaimana makna umum yang ada pada berbagai agama.[6]
        Berangkat dari beberapa pemahaman diatas, dapat ditarik beberapa point tentang pengertian agama bahwa agama adalah kodifikasi kepercayaan, praktik ibadat, hukum etika, keanggotaan   denominasi, eksternal dan memasukkan spiritualitas di dalamnya.[7]
4.      Hakikat Integrasi keilmuan
        Dari rangkain penjelasan diatas maka kita sudah mengetahui apa yang dimaksud dengan kata-kata integrasi, ilmu dan agama. Tiga kata tersebut jika disatu padukan dan digabungkan maka akan lahir istilah yang disebut dengan integrasi keilmuan.
        Sebagai upaya membangun suatu pandangan dan sikap yang positif terhadap kedua jenis ilmu yang sekarang berkembang di dunia Islam.[8] Kata kunci konsepsi integrasi keilmuan berangkat dari premis bahwa semua pengetahuan yang benar berasal dari Allah (all true knowledge is from Allah). Dalam pengertian yang lain, Usman Hassan menggunakan istilah "knowledge is the light that comes from Allah ".[9] Beberapa ayat Alquran yang digunakan oleh para pemikir Muslim untuk mendukung konsep integrasi keilmuan ini di antaranya adalah QS: Al Alaq ayat 5.[10]
        Integrasi keilmuan yang biasa disebut integral antara agama dan ilmu, hakikatnya adalah usaha menggabungkan atau menyatupadukan ontologi, epistemologi dan aksiologi ilmu-ilmu pada kedua bidang tersebut.
        Apa benar bahwa agama mesti diintegrasikan atau dipadukan dengan wilayah-wilayah kehidupan manusia. Hanya dengan jalan inilah agama benar-benar menjadi rahmat bagi pemeluknya, bagi umat manusia, atau bahkan keseluruhan alam semesta.
        Persoalannya kemudian adalah pemaduan seperti apa yang bisa dilakukan? Ini adalah pertanyaan pertama. Bisa diduga, “integrasi” tak bermakna tunggal. Dalam wacana tentang ilmu dan agama, integrasi, memang dapat dan telah dimaknai berbeda-beda. Integrasi bukan saja bermakna majemuk, melainkan, lebih jauh, bisa bersifat positif juga negatif.
        Setidaknya sebagai suatu jargon, integrasi yang diharapkan adalah integrasi yang konstruktif yaitu integrasi yang dimaknai sebagai suatu upaya integrasi yang menghasilkan suatu  kontribusi baru untuk berbagai disiplin ilmu dan agama sendiri, yang tidak bisa diperoleh jika keduanya terpisah. Integrasi juga diperlukan untuk menghindari dampak negatif yang mungkin muncul jika keduanya berjalan sendiri-sendiri.
        Makna integrasi dalam bahasa yang lebih Islami bahwa dapat dikatakan dengan ketinggian seseorang dalam profesionalismenya menguasai sains modern yang berhubungan dengan kepribadian islam. Dalam hubungan integratif menurut Eka Mahmud, ilmu dan agama akan berjalan secara aktif. Sebab baik sains maupun agama menyadari akan adanya suatu wawasan yang lebih besar dan mencakup keduanya.
        Karena dengan integrasi, ilmu akan jelas arahnya, yakni mempunyai ruh yang jelas untuk selalu mengabdi pada nilai-nilai kemanusiaan dan kebajikan jagat raya, bukan malah menjadi alat dehumanisasi, eksploitasi, dan destruksi alam. Nilai-nilai itu tidak bisa tercapai bila dikotomi ilmu masih ada seperti yang terjadi saat ini.
                       
  1. Integrasi di Era Modern
1.      Sebab Munculnya Gagasan Integrasi
          Ilmuwan dulu memang mengklasifikasi ilmu dalam berbagai macam jenis, Ibnu Khaldun misalnya membuat klasifikasi ilmu dalam dua jenis ilmu pokok: naqliyah dan aqliyah. Ilmu naqliyah adalah ilmu yang berdasarkan wahyu, dan ilmu aqliyah adalah ilmu yang berdasarkan rasio. Menurut Ibnu Khaldun yang termasuk ilmu naqliyah adalah: al-Quran, hadis, fiqh, kalam, tasawuf dan bahasa; sedangkan yang termasuk ilmu aqliyah adalah: filsafat, kedokteran, pertanian, geometri, astronomi dst.
          Tetapi klasifikasi ilmu tersebut menurut Azyumardi Azra (Perta, 2002:16) bukan dimaksud mendikotomi ilmu antara satu dengan yang lain, tetapi hanya sekedar klasifikasi. Klasifikasi tersebut menunjukkan betapa ilmu tersebut berkembang dalam peradaban islam. Dalam konteks ini ilmu agama islam merupakan salah satu saja dari berbagai cabang ilmu secara keseluruhan.
          Ilmu dan Agama, tidak ada yang dapat diperbandingkan satu dengan yang lain dan keduanya tidak dapat ditempatkan pada posisi bersaing atau konflik. Ilmu dan agama mempunyai bahasa sendiri karena melayani fungsi yang berbeda dalam kehidupan manusia, agama berurusan dengan nilai dan makna tertinggi, sedangkan ilmu menelusuri cara benda-benda dan berurusan dengan fakta obyektif.
          Dalam sejarahnya, memang antara agama dan ilmu pernah menyatu, bahkan berwujud tunggal, tetapi suatu waktu keduanya berpisah karena ada pertentangan antara otoritas keagamaan dengan para ilmuwan. Sejak saat itulah agama berjalan sendiri-sendiri, dan terkesan saling berkonflik antar keduanya. Mengintegrasikan  kedua bidang tersebut, merupakan sebuah harapan yang tidak hanya untuk kebaikan umat islam semata, tetapi bagi peradaban umat manusia seluruhnya.
          Integralisme bisa dipandang sebagai sebuah post-strukturalisme Timur.[11] Sebab munculnya integrasi ilmu adalah bentuk dan wujud kritikan paradigma islam terhadap paradigma modern. Karena untuk melawan sekularisme paradigma islam ingin melakukan terobosan baru dalam memecahkan kebuntuhan tersebut dan mengembalikan lagi hubungan ilmu pengetahuan dengan manusia yang bertugas sebagai khlifah di bumi.
          Sekularisme mempunyai multiefek, merasuk dalam ke jiwa peradaban dan sangat fundamental dalam cara berpikir manusia.[12] Dengan merenungkan masalah-masalah besar yang dihadapi oleh umat manusia pada masa sekarang ini. Kadang-kadang kita merasa bahwa situasi yang penuh problematika di dunia modern justru dikembangkan oleh perkembangan pemikiran manusia itu sendiri.[13] Di balik kemajuan ilmu dan teknologi dunia modern maka sesungguhnya menyimpan rahasia suatu potensi yang dapat menghancurkan martabat manusia.
          Penggunaan integrasi  pada mulanya berangkat dari dua pendekatan menurut  Barbour. Pendekatan pertama, berangkat dari adanya pendekatan data ilmiah yang kemudian menawarkan bukti konklusif bagi keyakinan agama untuk memperoleh suatu kesepakatan dan kesadaran akan eksistensi Tuhan. Sedangkan pendekatan kedua, adalah dengan menguji agama dengan kriteria-kriteria tertentu sesuai rumusan dan metode ilmiah. Kemudian dari dua pemikiran tersebut ditarik ke filsafat agar menjadi kerangka yang konseptual.[14]
          Menurut Sotandyo Wignjosoebroto; disaat ini para ilmuan dan para cerdik cendikiawan kini mulai berpikir dan berwacana, bagaimana “mendamaikan” dua khazanah yang ada dalamperadaban manusia itu kedalam suatu kesatuan yang integratif. Kehendak untuk mengintegrasikan kedua khazanah ilmu sebagaimana dikatakan dimuka ini haruslah disambut dengan baik sebagai niat yang baik.[15] Karena menurut Armahezi Taher dalam integralisme islam terdapat kesejajaran antara pandangan psikologis, sosiologis dan ditambahkan dengan ruh dan Al-Qur’an.[16]
2.      Langkah Mewujudkan Integrasi
          Sebagaimana penjelasan pada bab sebelumnya mengenai integral. Maka dibutuhkanlah integrasi yang konstruktif yaitu integrasi yang dimaknai sebagai suatu upaya integrasi yang menghasilkan suatu kontribusi baru untuk berbagai disiplin ilmu dan agama sendiri, yang tidak bisa diperoleh jika keduanya terpisah. Integrasi juga diperlukan untuk menghindari dampak negatif yang mungkin muncul jika keduanya berjalan sendiri-sendiri.
          Faktor yang akan menentukan bentuk integrasi yang falid adalah menyangkut tujuan melakukan iintegrasi, secara kebahasaan bisa kita fahami tujuanya adalah memadukan , tidak harus menyatukan atau bahkan mencampur adukan identitas atau watak dari masing-masing kedua entitas iyu tidak harus hilang. Sebagian orang bahkan bekata harus dipertahankan. Jika tidak bisa jadi yang di peroleh dari hasil integrasi itu fungsi dan manfaatnya yang tidak jelas.
          Jika Al-Qur’an dan Hadis diposisikan sebagai tempat berkonsultasi, atau sebagai sumber bagi setiap orang yang mencari sesuatu yang dibutuhkan untuk memberikan jawaban-jawaban terhadap teka-teki persoalan hidup yang selalu dibutuhkan, maka akan memberikan peluang bagi siapa saja yang menggunakan akal atau pikirannya untuk memahami Al-qur’an[17] dan begitu juga dalam memahami Al-Hadis. Sumber ajaran Islam telah mengarahkan pada sejenis filsafat yang menempatkan kitab wahyu bukan sekedar sumber tertinggi hukum keagamaan, tetapi juga bagi hakikat eksistensi dan sumber segala eksistensi.[18]
          Integrasi ilmu adalah keharusan bagi umat Islam, oleh karenanya tanggung jawab ini bukan hanya kewajiban pemerintah semata dan Perguruan Tinggi Agama Islam, tapi juga kalangan Perguruan Tinggi dan seluruh umat Islam yang menginginkan kemajuan Islam dan peradaban manusia yang lebih maju dari humanis.
          Integrasi ke-ilmuan bukan hanya tuntutan zaman, tetapi mempunyai legitimasi yang kuat secara normatif dari Al-Qur’an dan Al-Hadis serta secara historis dari perilaku para ulama Islam yang telah membuktikan sosoknya sebagai ilmuwan integratif yang memberikan sumbangan luar biasa bagi kemajuan peradaban manusia.
          Sampai saat ini integrasi keilmuan antara ilmu dan agama masih dalam proses. Karena belum semua jajaran internasional mengakui keberadaan paradigma islam terutama di negara-negara Barat. Kemungkinan karena adanya globalisasi yang menjadikan disahkannya ilmu sekular[19] sehingga membutuhkan proses yang jitu untuk mensosialisasikan paradigma islam ke kancah internasional.
          Menyusun dan merumuskan konsep integrasi keilmuan tentulah tidak mudah. Di Indonesia, bentuk integrasi ke-ilmuan masih diformulasikan baik oleh pemerintah sendiri maupun para intelektual muslim. Tawaran model integrasi yang coba dipraktekan oleh berbagai Perguruan Tinggi Islam masih menyisakan perdebatan intern maupun ekstern mereka sendiri.
          Model integrasi yang dipraktekan mereka merupakan hal yang belum final dan memerlukan evaluasi yang terus-menerus dari semua komponen masyarakat pendidikan Indonesia. Karena merumuskan integrasi keilmuan secara konsepsional dan filosofis, perlu melakukan kajian filsafat dan sejarah perkembangan ilmu, khususnya di kalangan pemikir dan tradisi keilmuan Islam.
          Langkah mewujudkan integrasi hemat saya adalah kembali kepada jalan yang benar. Keimanan mesti dikenali lewat sains, keimanan bisa tetap aman dari berbagai tahayyul melalui pencerahan sains. Keimanan tanpa sains berakibat fanatisme dan kemandekan.[20]


BAB III
ANALISIS
  1. REFLEKSI
                        Sudah seharusnya bagi kita untuk memberlakukan trand positive, dengan menyatakan bahwa dikotomi muncul karena mereka yang beranggapan seperti itu memandang agama dengan kacamata sebelah, tanpa ada nalar yang  signifikan. Agama menjadi terpisah, karena bagi mereka paham sekuler mempunyai keinginan dan tujuan tertentu dalam khazanah keilmuannya.
                        Agama rentan dengan perubahan karena sifatnya yang deduktif, sedangkan ilmu setiap saat bisa berubah karena sifatnya yang lebih induktif. Ilmu dan agama adalah dua domain independen yang dapat hidup bersama sepanjang mempertahankan "jarak aman" satu sama lain. Ilmu dan agama berada pada posisi sejajar dan tidak saling mengintervensi satu dengan yang lain.
            Menurut hemat kami, sebenarnya dari awal adanya Islam sudah mengajarkan suatu integrasi. Sebut saja hadits yang menyatakan “Innallah Jamilun Yuhibbu al Jamal”[21] yang artinya: sesungguhnya Allah swt itu indah dan menyenangi keindahan. Kemudian mari kita menengok sabda Nabi saw mengenai ilmu yang diriwayatkan oleh sahabat Anas bin Malik ra “ Uthlub al Ilma Wa Law Bi as Shin” yang artinya: tuntutlah ilmu meskipun sampai ke negara China.[22]
            Apakah kita pernah berpikir dan merenung secara filosofis, apa hikikat dan wujud keindahan di alam semesta ini. Kemudian mengapa ketika periode abad ke enam Masehi, Rasul saw sudah mengkaitkan ilmu dengan negara China yang notabene pada saat itu Islam masih di seantero Makkah, Madinah dan sekitarnya.
            Redaksi hadits tersebut menurut penulis kemungkinan besar bahwa Rasul saw memberikan kita kebebasan dalam mengais ilmu. Dengan tujuan agar masyarakat Islam mendatang bisa berpikiran maju kedepan bukan kebelakang. Maksudnya prinsip atau pedoman hidup kita (agama) harus di jaga dan patuhi, tanpa merubah dan mengkodifikasi karena alasan-alasan atau kepentingan individu tertentu. Akan tetapi ilmu pengetahuan harus kita kembangkan sesuai perkembangan zaman dan tidak menyalahi aturan agama.
            Mungkin penulis bisa menambahkan mengapa dalam QS.Mujadilah:11,[23] Allah menyebutkan dua istilah (Orang-orang yang beriman dan berilmu) yang keduanya berbeda dalam ahwal dan amalnya namun disebut secara berdampingan dan tidak terpisah. Sehingga menjadi jelas bahwa ayat tersebut adalah sebagai hujjah terhadap paham sekular yang masih mempertahankan dikotomi suatu ilmu.
            Dalam merealisasikan dan mewujudkan integrasi keilmuan yang ideal. Kita Maka perlu adanya juga selain kita merujuk kepada sumber yang paling benar Red: Allah swt dan wahyuNya. Agar ilmu pengetahuan hanya bukan sekedar ilmu saja. Karena menurut In’am Esha:2010, ilmu yang benar dalam Islam adalah dianggap sebagai petunjuk keimanan dan keimanan menumbuhkan tindakan yang shaleh sebagai bentuk implementasi ilmu dan iman. Sehingga konsep Islam antara ilmu, iman dan amal shaleh menjadi sesuatu yang utuh.



BAB IV
PENUTUP
  1. KESIMPULAN
                        Kata integrasi, ilmu dan agama. Tiga kata tersebut jika disatu padukan dan digabungkan maka akan lahir istilah yang disebut dengan integrasi keilmuan. Integrasi keilmuan yang biasa disebut integral antara agama dan ilmu, hakikatnya adalah usaha menggabungkan atau menyatupadukan ontologi, epistemologi dan aksiologi ilmu-ilmu pada kedua bidang tersebut.
          Integrasi ilmu adalah keharusan bagi umat Islam bukan hanya tuntutan zaman, tetapi mempunyai legitimasi yang kuat secara normatif dari Al-Qur’an dan Al-Hadis serta secara historis dari perilaku para ulama Islam yang telah membuktikan sosoknya sebagai ilmuwan integratif yang memberikan sumbangan luar biasa bagi kemajuan peradaban manusia.
          Sebab munculnya integrasi ilmu adalah bentuk dan wujud kritikan paradigma islam terhadap paradigma modern. Yaitu aliran sekular yang masih menganggap ilmu dan agama adalah berbeda pada bidangnya. Dikotomi inilah yang menyebabkan pertentangan-pertentangan dari cendikiawan muslim untuk mewujudkan integrasi keilmuan.
          Sampai saat ini integrasi keilmuan antara ilmu dan agama masih dalam proses. Karena belum semua jajaran internasional mengakui keberadaan paradigma islam terutama di negara-negara Barat.

  1. SARAN
            Sangat diakui masih banyak kekurangan dalam penulisan ini kami mengharap saran dan masukan untuk memperbaiki makalah ini menuju kesempurnaan. Waallahu a’lam bisshawab


DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Amin, dkk., 2004, Integrasi Sains-Islam: Mempertemukan Epistemologi Islam dan Sains, (Yogyakarta: Pilar Religia)
Abidin Bagir, Zainal, dkk., 2006, Ilmu, Etika, dan Agama: Menyingkap Tabir Alam dan Manusia, (Yogyakarta: CRCS)
Baharun, Hasan dkk., 2011, Seri Pemikiran Tokoh Metodologi Studi Islam, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media)
Barbour , Ian G., 2002, Juru Bicara Tuhan: Antara Sains dan Agama, (Bandung:Mizan)
Fajar, A.Malik, dkk. , 2004, Horizon Baru Pengembangan Pendidikan Islam, (Malang: UIN Press)
Giddens, Anthoni, 2005, Konsekwensi-Konsekwensi Modernitas, (Yogyakarta: Kreasi Wacana)
In’am Esha, Muhammad, 2010, Menuju Pemikiran Filsafat, (Malang: UIN Press)
Kuntowijoyo, 1991, Paradigma Islam:Interpretasi Untuk Aksi,(Bandung: Mizan)
Kuntowijoyo, 2005,  Islam Sebagai Ilmu, (Jakarta: Teraju)
Kuswanjono, Arqom, 2010, Integrasi Ilmu dan Agama (Yogyakarta: BPF UGM)
Muhaimin, 2007, Kawasan dan Wawasan Studi Islam, (Jakarta: Kencana)
Muslim, Imam, Shahih Muslim,(Maktabah Syamilah)
Butt, Nasim, 1996, Sains dan Masyarakat Islam, (Pustaka Hidayah, Bandung)
Rahmat, Jalaluddin,2003, Psikologi agama: Sebuah pengantar, (Bandung: Mizan)
Roibin, dkk. , 2004, Memadu Sains dan Agama Menuju Universitas Islam Masa Depan (Malang: Banyumedia Publishing)
Salam,Burhanuddin,  2005,  Pengantar Filsafat, (Jakarta: Bumi Aksara)
Suprayogo,Imam, 2004, Pendidikan Berparadigma Al-Qur’an, (Malang: UIN Press)
Williams, Monier, 1899, A Sanskrit English Dictionary. (Oxford University :Pressa)


[1] Zainal Abidin Bagir, dkk, Ilmu, Etika, dan Agama: Menyingkap Tabir Alam dan Manusia, (Yogyakarta: CRCS, 2006), hal. 4
[2]. Amin Abdullah, dkk, Integrasi Sains-Islam: Mempertemukan Epistemologi Islam dan Sains, (Yogyakarta: Pilar Religia, 2004), hal. 122
[3] DR.Arqom Kuswanjono, Integrasi Ilmu dan Agama (Yogyakarta: BPF UGM, 2010) hal.79          
[4] Monier Williams, A Sanskrit English Dictionary. (Oxford University :Pressa,1899) hal.124
[5]Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005) hal. 170-171
[6] Muhaimin, et al, Kawasan dan Wawasan Studi Islam, (jakarta: Kencana, 2007) hal. 34
[7] Anthoni Giddens, Konsekwensi-Konsekwensi Modernitas, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005)hal.95
[8] Nasim Butt, Sains dan Masyarakat Islam, (Pustaka Hidayah, Bandung, 1996), hal.74
[9] Usman Hassan, The Concept of  Ilm and Knowledge in Islam, The Association of Muslim Scientists
and Engineers, 2003, hal. 3.
[10]  zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷ètƒ
[11] Hasan Baharun, dkk., Seri Pemikiran Tokoh Metodologi Studi Islam, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hal. 145
[12] Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu, (Jakarta: Teraju, 2005) hal. 118
[13] Kuntowijoyo, Paradigma Islam:Interpretasi Untuk Aksi,(Bandung: Mizan, 1991) hal. 357
[14] Ian G. Barbour, Juru Bicara Tuhan: Antara Sains dan Agama, (Bandung:Mizan, 2002), hal. 42
[15] A.Malik Fajar,dkk, Horizon Baru Pengembangan Pendidikan Islam, (Malang: UIN Press, 2004)hal.47
[16] Hasan Baharun,Op.Cit,.hal. 146
[17] Imam Suprayogo, Pendidikan Berparadigma Al-Qur’an, (Malang: UIN Press, 2004), hal.22
[18]  Muhammad In’am Esha, Menuju Pemikiran Filsafat, (Malang: UIN Press, 2010), hal.59
[19] Kuntowijoyo, Op.Cit, hal. 117
[20] Jalaluddin Rahmat, Psikologi agama: Sebuah pengantar, (Bandung: Mizan, 2003), hal.57
[21] HR. Muslim, Bab Tahrim al Kibr, (Maktabah al-Syamilah)hal.93
[22] HR. Baihaqi, Bab Min Syu’bi al Iman, (Maktabah al-Syamilah)hal.253
[23]  Æìsùötƒ ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uyŠ 4

 


No comments:

Post a Comment

Ucapan selamat hari raya idul fitri 2020 atau 1441 H

Hari raya idul fitri dirayakan oleh umat Islam khususnya yang bertepatan pada bulan Syawal, dengan cara saling meminta maaf kepada orang-ora...