DAFTAR ISI
Halaman Judul.........................................................................................................
Daftar Isi...................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A.
Latar Belakang........................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah..................................................................................... 1
C.
Tujuan Pembahasan.................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................
A.
Pengertian paradigma .............................................................................. 4
B.
Pandangan Khun tentang paradigma ilmu............................................. 6
C.
Proses perkembangan ilmu dan peran paradigma Thomas S Kuhn dalam
revolusi sains……………………………………………………...9
BAB III KESIMPULAN..................................................................................... 13
Daftar
Pustaka.................................................................................................... 14
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Revolusi adalah proses menjebol tatanan lama sampai ke
akar-akarnya, kemudian menggantinya dengan tatanan yang baru. Begitu juga yang
di maksud dengan revolusi sains atau revolusi sains muncul jika paradigma yang
lama mengalami krisis dan akhirnya orang mencampakkannya serta mencita-gunakan
paradigma yang baru yang sekiranya lebih rasional dan logis.
Dulu misalnya,
orang hanya mengetahui hanya ada lima planet di cakrawala kita. Kemudia dengan
laju-pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka ditemukan kembali
tiga planet baru dan ribuan planet kecil, hal ini mengindikasikan bahwasanya
kemajuan dari aspek astronomi kian pesat.
Setiap
masyarakat yang beradap sekarang percaya bahwa bumi dengan semua anggota tata
surya beredar mengelilingi matahari, padahal semula orang beranggapan, bahwa
bumilah pusat alam semesta. Semua benda angkasa beredar mengelilingi bumi.
Inilah yang di sebut revolusi astronomi.
Transformasi-transformasi
paradigma semacam ini adalah revolusi sains, dan transisi yang berurutan dari
paradigma yang satu ke paradigma yang lainnya melalui revolusi, adalah pola
perkembangan yang biasa dari sains yang telah matang.
B.
RUMUSAN MASALAH
a.
Apa
pengertian paradigma menurut Thomas S Kuhn?
b.
Bagaimana
pandangan Thomas S Kuhn tentang paradigma ilmu ?
c.
Bagaimana
Peran paradigma Thomas S Kuhn dalam revolusi sains ?
C.
TUJUAN PEMBAHASAN
a.
Untuk
memahami maksud paradigma menurut Thomas S Kuhn.
b.
Untuk
mengetahui pandangan Thomas S Kuhn tentang paradigma ilmu.
c.
Untuk mengetahui Peran
paradigma Thomas S Kuhn dalam revolusi sains.
BAB II
PEMBAHASAN
Pada zaman Yunani kuno priode filsafat ilmu dengan filsafat sukar
dipisahkan. Pembuktian empirik kurang mendapat perhatian dan metode ilmiah
tampaknya belum berkembang. Sedikit demi sedikit, dengan makin berkembangnya
penalaran dan metode ilmiah, dengan makin kuatnya dan makin dihargainya
pembuktian empirik, dan seiring dengan itu, makin meluasnya penggunaan
instrumen penelitian, satu persatu cabang-cabang ilmu mulai melepaskan diri
dari filsafat.
Definisi ilmu bergantung pada sistem filsafat yang dianut,
sedangkan sewaktu posisi ilmu lebih bebas dan lebih mandiri, definisi ilmu
umumnya didasarkan pada apa yang dikerjakan oleh ilmu itu dengan melihat metode
yang digunakannya. Berkembanglah ilmu-ilmu alamiah (natural sciences) dan
ilmu-ilmu social (social science). Astronomi, anggota ilmu-illmu alamiah,
merupakan salah satu ilmu yang pertama-tama melepaskan diri dari filsafat,
sedangkan psikologi, anggota ilmu-ilmu sosial, termasuk yang terakhir melepaskan
diri dari filsafat.[1]
Masalah ilmu pengetahuan mungkin menjadi masalah terpenting bagi
kehidupan manusia. Hal ini menjadi ciri manusia karena manusia senantiasa
bereksistensi, tidak hanya berada seperti batu atau rumput yang berada di tengah
lapangan, tetapi mengada.[2]
Oleh karena itu, manusia berbudaya, mengembangkan ilmu pengetahuan
dan menggunakannya untuk kehidupan pribadi dan lingkungannya yang telah mereka
antisipasikan.
Menurut Kuhn, ilmu dapat berkembang maju dalam pengertian tertentu,
jika ia tidak dapat mencapai kesempurnaan absolud dalam konotasi dapat
dirumuskan dengan definisi teori. Oleh karena itu ia memandang bahwa ilmu itu
berkembang secara open-endend atau sifatnya selalu terbuka untuk direduksi dan
dikembangkan.
Tidak dapat juga dipungkiri ilmu yang terspesialisasi itu semakin
menambah sekat-sekat antara satu disiplin ilmu dengan disiplin ilmu yang lain,
sehingga muncul arogansi ilmu yang satu terhadap ilmu lain. Tugas filsafat
diantaranya adalah menyatukan visi keilmuan itu sendiri agar tidak terjadi
bentrokan antara berbagai kepentingan.[3]
Bagaimanapun penilaian orang, Kuhn telah berjasa besar, terutama
dalam mendobrak citra filsafat ilmu sebagai logika ilmu, dan mengangkat citra
bahwa ilmu adalah suatu kenyataan yang punya kebenaran seakan-akan obyektif. Di
samping itu teori yang dibangun Kuhn mempunyai implikasi yang sangat luas dalam
bidang-bidang keilmuan yang beraneka ragam. Selama lebih dari dua dekade,
gagasan Kuhn tentang paradigma menjadi bahan diskusi, sejumlah kajian kritis baik
yang mendukung maupun yang menentang berkembang dalam berbagai disiplin ilmu
masing-masing. Paradigma sebagai kosa kata menjadi wacana tersendiri baik pada
level teori maupun praksis.
Berdasarkan uraian di atas penulis memcoba untuk membahas tentang
biografi Thomas S. Khun, bagaimana pengertian paradigma, paradigma ilmu
pengetahuan menurut Kuhn, pandangan Kuhn tentang perkembangan Ilmu (open ended)
dan Ilmu normal.
A.
Pengertian paradigma
Istilah paradigma pada awalnya berkembang dalam dunia ilmu
pengetahuan terutama yang kaitannya dengan filsafat ilmu pengetahuan. Tokoh
yang mengembangkan istilah tersebut dalam dunia ilmu pengetahuan adalah Thomas
S. Kuhn dalam bukunya yang berjudul The Structure of Scientific Revolution
(1970:49). Inti sari pengertian paradigm adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan
asumsi-asumsi teoritis yang umum (merupakan suatu sumber nilai) sehingga
merupakan suatu sumber hukum-hukum, metode serta penerapan dalam ilmu pengetahuan
sehingga sangat menentukan sifat, cirri serta karakter ilmu pengetahuan itu
sendiri.
Munculnya sebuah buku “Structure of Scientific Revolutions” pada
tahun 1962, yang dikreasi oleh seorang yang dilahirkan di Cincinnati, Ohaio.
Dia adalah Thomas Kuhn. Pada tahun 1922 Kuhn belajar fisika di Havard
University, kemudian melanjutkan studinya di pascasarjana, dan memutuskan
pindah ke bidang sejarah ilmu. “Structure of Scientific Revolutions”, banyak
mengubah persepsi orang terhadap apa yang dinamakan ilmu. Jika sebagian orang
mengatakan bahwa pergerakan ilmu itu bersifat linier-akumulatif, maka tidak
demikian halnya dalam penglihatan Kuhn.
Menurut Kuhn ilmu bergerak melalui tahapan-tahapan yang berpuncak
pada kondisi normal dan kemudian “membusuk” karena telah digantikan oleh ilmu
atau paradigma baru. Demikian selanjutnya Paradigma baru mengancam paradigm
lama yang sebelumnya juga menjadi paradigm baru.
Inggris: Paradigma. Dari bahasa Yunani para deigma, dari pada (di
samping, disebelah) dan dekynai (memperlihatkan : yang berarti : model, contoh,
arketipe, ideal.[4]
Beberapa pengertian paradigma :
1.
Cara
memandang sesuatu
2.
Dalam
ilmu pengetahuan : model, pola, ideal. Dari model-model ini fenomena yang
dipandang, dijelaskan.
3.
Dasar
untuk menyeleksi problem-problem dan pola untuk memecahkan problem-problem
riset.[5]
Paradigma merupakan konstruk berpikir yang mampu menjadi
wacana untuk temuan ilmiah : yang
dalam konseptualisasi Kuhn : menjadi wacana untuk temuan ilmiah baru.[6]
Jadi dapat disimpulkan bahwa paradigma dapat kita gunakan di dalam
ilmu sebagai model, contoh, pola yang dapat dijadikan dasar untuk menyeleksi
berbagai problem-problem serta pola-pola untuk mencari dan menemukan
problem-problem yang ada di dalam ilmu pengetahuan untuk memecahkan problem-problem
riset. Jadi secara singkat pengertian paradigma adalah keseluruhan konstelasi
kepercayaan, nilai dan teknik yang dimiliki suatu komunitas ilmiah dalam
memandang sesuatu (fenomena). Paradigma membantu merumuskan tentang apa yang
harus di pelajari, persoalan apa yang harus dijawab dan aturan apa yang harus
di ikuti dalam menginterprestasikan jawaban yang diperoleh.
B.
Pandangan Khun tentang paradigma ilmu
Thomas Samuel Kuhn mula-mula meniti karirnya sebagai ahli fisika,
tetapi kemudian mendalami sejarah ilmu. Lewat tulisannya, The Structure of
Scientific Revolutions (1962), ia menjadi seorang penganjur yang gigih yang
berusaha meyakinkan bahwa titik pangkal segala penyelidikan adalah berguru pada
sejarah ilmu. Sebagai penulis sejarah dan sosiolog ilmu kuhn mendekati ilmu
secara eksternal. Kuhn dengan mendasarkan pada sejarah ilmu, justru berpendapat
bahwa terjadinya perubahan-perubahan yang berarti tidak pernah terjadi
berdasarkan upaya empiris untuk membuktikan salah (falsifikasi) suatu teori
atau system, melainkan berlangsung melalui revolusi-revolusi ilmiah. Dengan
kata lain, Kuhn berdiri dalam posisi melawan keyakinan yang mengatakan bahwa
kemajuan ilmu berlangsung secara kumulatif. Ia mengambil posisi alternatif
bahwa kemajuan ilmiah pertama-pertama bersifat revolusioner. Secara sederhana
yang dimaksud dengan revolusi ilmiah oleh Kuhn adalah segala perkembangan
nonkumulatif di mana paradigm yang terlebih dahulu ada (lama) diganti dengan
tak terdamaikan lagi, keseluruhan ataupun sebagian dengan yang baru.
Gagasannya yang sangat radikal dan progresif tersebut kiranya
berasal dari pengalaman ilmiah yang pernah dihadapinya sendiri. Pada tahun 1947
Kuhn diminta untuk mengajar mekanika klasik abad ke 17, maka kemudian ia
membaca mekanika Aristotelian yang melatar belakangi perkembangan mekanika
Galilei dan Newton. Dia sangat heran dan sering tidak percaya bahwa mekanika
Aristotelian inilah yang mendasari lahirnya mekanika Galilei dan Newton yang
sangat termasyhur abad ke 17, Karena ia melihat betapa mekanika Aristoteles itu
mengandung begitu banyak kesalahan-kesalahan. Pengalaman inilah yang menjadi
cikal bakal yang memunculkan gagasannya mengenai revolusi ilmiah. Revalusi
ilmiah di mengerti oleh Kuhn sebagai episode-episode perkembangan nonkumulatif
dimana paradigma yang lama digantikan seluruhnya atau sebagian oleh paradigma
baru yang tidak dapat didamaikan dengan paradigma sebelumnya.[7]
Jadi dapat disimpulkan dengan penggunaan istilah paradigma itu,
Kuhn hendak menunjuk pada sejumlah contoh praktek ilmiah aktual yang diterima
atau diakui dalam lingkungan komunitas ilmiah, menyajikan model-model yang
berdasarkannya lahir tradisi penelitian ilmiah yang terpadu (koheren). Contoh
praktek ilmiah itu mencakup dalil,
teori, penerapan dan instrumentasi. Dengan demikian, para ilmuan yang
penelitiannya didasarkan pada paradigma yang sama, pada dasarnya terikat pada
aturan dan standar yang sama dalam mengemban ilmunya. Keterikatan pada aturan
dan standar ini adalah prasyarat bagi adanya ilmu normal. Jadi, secara umum dapat
dikatakan bahwa paradigma itu adalah cara pandang atau kerangka berpikir yang
berdasarkan fakta atau gejala diinterpretasi dan dipahami.
Paradigma menetapkan kriteria untuk memilih masalah yang dapat
diasumsikan mempunyai solusi. Hanya masalah yang memenuhi kriteria yang
diderivasi dari paradigma saja yang dapat disebut masalah ilmiah, yang layak
digarap oleh ilmuan. Dengan demikian, maka paradigma menjadi sumber keterpaduan
bagi tradisi penelitian yang normal. Aturan penelitian diderivasi dari paradigma.
Namun, menurut Kuhn, tanpa adanya aturan ini, paradigma saja sudah cukup untuk
membimbing penelitian. Jadi, ilmu normal sebenarnya tidak terlalu memerlukan
aturan atau metode yang standar (yang disepakati oleh komunitas ilmiah). Tanpa
aturan dan metode yang baku, ilmu normal dapat berjalan. Ini berarti bahwa tiap
ilmuan dapat menciptakan aturan dan metode penelitian dan pengkajian sendiri
sesuai dengan keperluan, sepanjang aturan dan metode ini diderivasi dari
paradigma yang berlaku. Tetapi, jika paradigmanya belum mapan, maka perangkat
aturan akan diperlukan atau menjadi penting.[8]
Ilmu yang sudah mapan dianggap oleh Kuhn dikuasai oleh paradigma
tunggal. Paradigma ini membimbing kegiatan ilmiah dalam masa ilmu normal (normal
science), dimana ilmuan berkesempatan menjabarkan dan mengembangkan paradigma
secara rinci dan mendalam. Dalam tahap ini seorang ilmuan tidak bersikap kritis
terhadap paradigma yang membimbing aktifitas ilmiah lainnya.
Tetapi suatu ketika dapat
terjadi, dalam menjalankan risetnya itu, sang ilmuan menjumpai berbagai
fenomena yang tidak bisa diterangkan dengan teorinya. Pada saat inilah terjadi
suatu anomali, yang apabila makin menumpuk kuantitas maupun kualitasnyaakan
menimbulkan krisis. Dalam situasi krisis ini, paradigma yang ada diperiksa dan
dipertanyakan, ini menyebabkan keadaan ilmiah yang keluar dari ilmu normal.
Krisis menjadi situasi yang bisa menyebabkan revolusi ilmiah. Pada masa krisis
ini ada kegelisahan mendalam yang dihadapi komunitas ilmiah.
Dalam upaya mengatasi krisis itu, sang ilmuan bisa kembali pada
cara-cara ilmiah yang lama sambil memperluas cara-cara itu, atau dapat juga
mengembangkan suatu paradigma tandingan yang bisa memecahkan masalah dan
membimbing riset berikutnya. Terobosan yang terakhir, yaitu proses
peralihan komunitas ilmiah dari
paradigma lama ke paradigma baru, itulah yang disebut sebagai revolusi ilmiah.
Dikatakan oleh Kuhn bahwa peralihan tadi tidak semata-mata karena alasan logis
rasional, melainkan mirip dengan proses pertobatan dalam agama. Jadi
perkembangan berlangsung lewat sebuah lompatan-lompatan yang radikal dan
revolusioner.
Perubahan sebuah teori bukan hanya sekedar peningkatan dari teori
yang lama, tetapi sudah menyentuh pada perubahan struktural. Jadi tidak ada
lagi tampak sebuah inti yang terlindung dari sebuah teori ketika dikalahkan
oleh sebuah teori tandingan. Demikianlah teori gravitasi Newton secara
structural hancur ketika diserang oleh relativitas Einstein, sama halnya dengan
kejatuhan geosentris Ptolemeus dari heliosentris Kopernikus. Sehingga teori
yang dikalahkan tinggal sebagai pengetahuan sejarah.[9]
C.
Proses perkembangan ilmu dan peran paradigma Thomas S Kuhn dalam
revolusi sains
Ada istilah pergeseran paradigma
atau shifting paradigm dari keadaan sains normal (normal science) menuju revolusi
sains (revolutionary science). Ada empat tahapan dalam pergeseran
paradigm atau shifting paradigma: Yang pertama, masa dimana ilmu bersifat
normal (normal science). Paradigma membimbing kegiatan ilmiah
dalam masa sains normal sehingga ilmuwan bisa mengembangkan secara rinci dan
mendalam, dan tidak sibuk dengan hal-hal yang mendasar. Pada sains normal,
ilmuwan tidak bersikap kritis terhadap paradigma yang membimbing aktifitas
ilmiahnya. Tiga fokus kajian sains normal adalah memperluas pengetahuan tentang
fakta, meningkatkan kesesuaian antara prakiraan paradigma dan artikulasi lebih
lanjut untuk memecahkan beberapa keraguan yang tersisa, untuk memperkuat citra
sains.
Sains Normal disebut juga sebagai pemecah teka-teki, pada abad ke
18, misalnya hanya sedikit perhatian yang diberikan kepada
eksperimen-eksperimen yang mengukur tarikan listrik dengan piranti seperti
neraca. Karena memberikan hasil yang konsisten maupun yang sederhana,
eksperimen-eksperimen itu tidak bisa digunakan untuk mengartikulasikan
paradigma yang menurunkannya. Oleh sebab itu, eksperimen-eksperimen itu tetap
merupakan kenyataan yang tidak berhubungan dan tidak dapat dihubungkan dengan
kemajuan yang berlanjut dalam riset kelistrikan.[10]
Mengantarkan pada masalah riset yang normal kepada kesimpulan
adalah mencapai apa yang diantisipasi dengan suatu cara baru, dan hal ini
memerlukan pemecahan segala jenis teka-teki instrumental, konseptual dan
matematis yang rumit. Orang yang berhasil membuktikan bahwa ia adalah seorang
pakar pemecah teka-teki, dan tantangan teka-teki itu merupakan bagian penting
dari apa yang biasanya mendorongnya.
Meskipun demikian ,individu yang terlibat di dalam masalah riset
yang normal itu hampir tidak pernah mengerjakan yang manapun diantara hal-hal
ini. Begitu terlibat, motivasinya agak berbeda jenisnya. Yang kemudian
menantangnya ialah keyakinan bahwa, jika ia cukup terampil, ia akan terampil
memecahkan teka-teki yang belum pernah dipecahkan atau dipecahkan lebih
sempurna oleh siapapun.
Yang kedua, masa dimana mulai muncul gejala- gejala atau anomaly yang menimbulkan
pertanyaan dan mulai di cari oleh para ilmuan. Berbagai fenomena (anomali) bisa
dijumpai oleh seorang ilmuwan selama menjalankan riset di sains normal. Jika
anomali kian menumpuk, akan timbul krisis dan paradigma mulai dipertanyakan
yang berarti sang ilmuwan mulai keluar dari sains normal. Data anomali
(penyimpangan terhadap teori-teori dalam paradigma) berperan besar dalam
memunculkan sebuah penemuan baru. Penemuan baru diawali dengan kesadaran akan
anomali, yakni pengakuan bahwa alam dengan suatu cara, telah melanggar
pengharapan yang didorong oleh paradigma yang menguasai sains normal. Kemudian
ia berlanjut dengan eksplorasi yang sedikit banyak diperluas ke wilayah anomali
dan hanya berakhir bila teori atau paradigma itu telah disesuaikan sehingga
yang menyimpang menjadi sesuai dengan yang diharapkan. Sehingga, dalam penemuan
baru harus ada penyesuaian antara fakta dengan teori yang baru.
Yang ketiga, munculnya revolusi sains dari penelitian
atas fenomena yang terjadi. Revolusi sains muncul karena adanya anomali dalam
riset ilmiah yang makin parah dan munculnya krisis yang tidak dapat
diselesaikan oleh paradigma yang menjadi referensi riset. Untuk mengatasi
krisis, ilmuwan bisa kembali lagi pada cara-cara ilmiah yang lama sambil
memperluas cara-cara itu atau mengembangkan sesuatu paradigma tandingan yang
bisa memecahkan masalah dan membimbing riset berikutnya. Jika yang terakhir ini
terjadi, maka lahirlah revolusi sains.
Revolusi sains merupakan episode perkembangan non-kumulatif, dimana
paradigma lama diganti sebagian atau seluruhnya oleh paradigma baru yang
bertentangan. Transformasi-transformasi paradigma yang berurutan dari paradigma
yang satu ke paradigma yang lainnya melalui revolusi, adalah pola perkembangan
yang biasa dari sains yang telah matang.
Dan yang keempat, terbentuknya normal sains baru, berasal
dari proses tahap pertama sampai ketiga. Dan menghasilkan konsep baru yang
tidak sama dengan normal sains yang lama.
Contoh: pada awalnya teori pusat tata surya adalah bumi atau geosentris (normal sains). Muncul fenoma dan penelitian
oleh Copernicus (ini adalah tahap kedua, berupa fenomena, anomaly, gejala,
pertanyaan- pertanyaan). Lalu muncul revolusi sains atau konsep baru berupa.
Pusat tata surya adalah matahari (heliosentris). Inilah yang disebut
dengan (revolusi sains). Ini masuk pada tahap ke tiga. Pada tahap akhir
atau keempat adalah munculnya normal sains yang baru, yakni Hasil dari proses tahap ketiga. yaitu teori
heliosentris.
Proses pergeseran paradigma ini akan terus berputar dari tahap
pertama sampai tahap keempat. Dan tahap keempat akhirnya menjadi tahap pertama
dan akan bergeser oleh tahap yang baru dan memunculkan teori baru. Kalau
dihubungkan pada contoh tadi, bisa jadi akan muncul teori baru bukan
heliosentris lagi. Mungkin pusat tata surya adalah bulan atau semacamnya.
BAB III
KESIMPULAN
Jalan revolusi sains menuju sains normal bukanlah jalan bebas
hambatan. Sebagian ilmuwan atau masyarakat sains tertentu ada kalanya tidak mau
menerima paradigma baru dan ini menimbulkan masalah sendiri karena dalam
memilih paradigma tidak ada standar yang lebih tinggi dari pada persetujuan
masyarakat yang bersangkutan. Untuk menyingkap bagaimana revolusi sains itu
dipengaruhi, kita harus meneliti dampak sifat dan logika juga teknik-teknik
argumentasi persuasif yang efektif di dalam kelompok-kelompok yang membentuk
masyarakat sains itu. Oleh karena itu permasalahan paradigma sebagai akibat
dari revolusi sains, hanya sebuah konsensus yang sangat ditentukan oleh
retorika di kalangan masyarakat sains itu sendiri. Semakin paradigma baru itu
diterima oleh mayoritas masyarakat sains, maka revolusi sains kian dapat
terwujud.
Selama revolusi, para ilmuwan melihat hal-hal yang baru dan berbeda
dengan ketika menggunakan instrumen-instrumen yang sangat dikenal untuk melihat
tempat-tempat yang pernah dilihatnya. Seakan-akan masyarakat profesional itu
tiba-tiba dipindahkan ke daerah lain dimana obyek-obyek yang sangat dikenal
sebelumnya tampak dalam penerangan yang berbeda, berbaur dengan obyek-obyek
yang tidak dikenal.
Ilmuwan yang tidak mau menerima paradigma baru sebagai landasan
risetnya, dan tetap bertahan pada paradigma yang telah dibongkar dan sudah
tidak mendapat dukungan dari mayoritas masyarakat sains, maka aktivitas
risetnya tidak berguna sama sekali.
Referensi
Bakhtiar,
Amsal, Filsafat Ilmu .2004, Cetakan pertama .Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Bagus,
Lorens.2002, Kamus Filsafat . Cetakan ketiga. Jakarta: Gramedia.
Muhajir,
Noeng. 2001, Filsafat Ilmu Edisi II. Cetakan kedua. Yogyakarta: Rakesarasin
Semiawan,
Conny dkk, 2005, Panorama Filsafat Ilmu Landasan Perkembangan Ilmu
Sepanjang Zaman. Cetakan pertama. Bandung: Mizan.
Soetomo,
Greg. 1995. Sains Dan Problem Ketuhanan. Cetakan keenam.
Yogyakarta: Kanisius.
Thomas
S Kuhn. 2000, Peran Paradigma dalam Revolusi Sains. Cetakan
ketiga. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Wiramihardja,
Sutardjo A, 2007, Pengantar Filsafat. Cetakan kedua. Bandung: PT
Refika Aditama.
[1] Conny Semiawan
dkk, Panorama Filsafat Ilmu Landasan Perkembangan Ilmu Sepanjang Zaman. Cetakan
pertama. (Bandung: Mizan, 2005), h. 107
[2] Sutardjo A.
Wiramihardja, Pengantar Filsafat. Cetakan kedua. (Bandung: PT
Refika Aditama, 2007), h. 79
[3] Amsal
Bakhtiar, Filsafat Ilmu , Cetakan pertama (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2004), h. 3
[4] Lorens Bagus, Kamus
Filsafat . Cetakan ketiga. (Jakarta: Gramedia, 2002), h. 779
[5] Ibid
[6] Noeng Muhajir,
Filsafat Ilmu Edisi II. Cetakan kedua. (Yogyakarta: Rakesarasin, 2001),
h. 177
[7] Greg Soetomo, Sains
Dan Problem Ketuhanan. Cetakan keenam ( Yogyakarta: Kanisius, 1995), h.
21
[10] Thomas S Kuhn,
Peran Paradigma dalam Revolusi Sains. Cetakan ketiga. (Bandung:
PT REMAJA ROSDAKARYA. 2000). p 34
No comments:
Post a Comment