Thursday, June 6, 2019

Peran Paradigma Dalam Revolusi Sains Menurut Pemikiran Thomas S Khun (A)


DAFTAR ISI

Halaman Judul.........................................................................................................
Daftar Isi...................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A.    Latar Belakang........................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah..................................................................................... 1
C.    Tujuan Pembahasan.................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................
A.    Pengertian paradigma .............................................................................. 4
B.     Pandangan Khun tentang paradigma ilmu............................................. 6
C.    Proses perkembangan ilmu dan peran paradigma Thomas S Kuhn dalam revolusi sains……………………………………………………...9
BAB III KESIMPULAN..................................................................................... 13
Daftar  Pustaka.................................................................................................... 14










BAB 1
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Revolusi adalah proses menjebol tatanan lama sampai ke akar-akarnya, kemudian menggantinya dengan tatanan yang baru. Begitu juga yang di maksud dengan revolusi sains atau revolusi sains muncul jika paradigma yang lama mengalami krisis dan akhirnya orang mencampakkannya serta mencita-gunakan paradigma yang baru yang sekiranya lebih rasional dan logis.
Dulu misalnya, orang hanya mengetahui hanya ada lima planet di cakrawala kita. Kemudia dengan laju-pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka ditemukan kembali tiga planet baru dan ribuan planet kecil, hal ini mengindikasikan bahwasanya kemajuan dari aspek astronomi kian pesat.
Setiap masyarakat yang beradap sekarang percaya bahwa bumi dengan semua anggota tata surya beredar mengelilingi matahari, padahal semula orang beranggapan, bahwa bumilah pusat alam semesta. Semua benda angkasa beredar mengelilingi bumi. Inilah yang di sebut revolusi astronomi.
Transformasi-transformasi paradigma semacam ini adalah revolusi sains, dan transisi yang berurutan dari paradigma yang satu ke paradigma yang lainnya melalui revolusi, adalah pola perkembangan yang biasa dari sains yang telah matang.
B.     RUMUSAN MASALAH
a.      Apa pengertian paradigma menurut Thomas S Kuhn?
b.      Bagaimana pandangan Thomas S Kuhn tentang paradigma ilmu ?
c.       Bagaimana Peran paradigma Thomas S Kuhn dalam revolusi sains ?



C.    TUJUAN PEMBAHASAN
a.      Untuk memahami maksud paradigma menurut Thomas S Kuhn.
b.      Untuk mengetahui pandangan Thomas S Kuhn tentang paradigma ilmu.
c.       Untuk mengetahui Peran paradigma Thomas S Kuhn dalam revolusi sains.




















BAB II
PEMBAHASAN
Pada zaman Yunani kuno priode filsafat ilmu dengan filsafat sukar dipisahkan. Pembuktian empirik kurang mendapat perhatian dan metode ilmiah tampaknya belum berkembang. Sedikit demi sedikit, dengan makin berkembangnya penalaran dan metode ilmiah, dengan makin kuatnya dan makin dihargainya pembuktian empirik, dan seiring dengan itu, makin meluasnya penggunaan instrumen penelitian, satu persatu cabang-cabang ilmu mulai melepaskan diri dari filsafat.
Definisi ilmu bergantung pada sistem filsafat yang dianut, sedangkan sewaktu posisi ilmu lebih bebas dan lebih mandiri, definisi ilmu umumnya didasarkan pada apa yang dikerjakan oleh ilmu itu dengan melihat metode yang digunakannya. Berkembanglah ilmu-ilmu alamiah (natural sciences) dan ilmu-ilmu social (social science). Astronomi, anggota ilmu-illmu alamiah, merupakan salah satu ilmu yang pertama-tama melepaskan diri dari filsafat, sedangkan psikologi, anggota ilmu-ilmu sosial, termasuk yang terakhir melepaskan diri dari filsafat.[1]
Masalah ilmu pengetahuan mungkin menjadi masalah terpenting bagi kehidupan manusia. Hal ini menjadi ciri manusia karena manusia senantiasa bereksistensi, tidak hanya berada seperti batu atau rumput yang berada di tengah lapangan, tetapi mengada.[2]
Oleh karena itu, manusia berbudaya, mengembangkan ilmu pengetahuan dan menggunakannya untuk kehidupan pribadi dan lingkungannya yang telah mereka antisipasikan.
Menurut Kuhn, ilmu dapat berkembang maju dalam pengertian tertentu, jika ia tidak dapat mencapai kesempurnaan absolud dalam konotasi dapat dirumuskan dengan definisi teori. Oleh karena itu ia memandang bahwa ilmu itu berkembang secara open-endend atau sifatnya selalu terbuka untuk direduksi dan dikembangkan.
Tidak dapat juga dipungkiri ilmu yang terspesialisasi itu semakin menambah sekat-sekat antara satu disiplin ilmu dengan disiplin ilmu yang lain, sehingga muncul arogansi ilmu yang satu terhadap ilmu lain. Tugas filsafat diantaranya adalah menyatukan visi keilmuan itu sendiri agar tidak terjadi bentrokan antara berbagai kepentingan.[3]
Bagaimanapun penilaian orang, Kuhn telah berjasa besar, terutama dalam mendobrak citra filsafat ilmu sebagai logika ilmu, dan mengangkat citra bahwa ilmu adalah suatu kenyataan yang punya kebenaran seakan-akan obyektif. Di samping itu teori yang dibangun Kuhn mempunyai implikasi yang sangat luas dalam bidang-bidang keilmuan yang beraneka ragam. Selama lebih dari dua dekade, gagasan Kuhn tentang paradigma menjadi bahan diskusi, sejumlah kajian kritis baik yang mendukung maupun yang menentang berkembang dalam berbagai disiplin ilmu masing-masing. Paradigma sebagai kosa kata menjadi wacana tersendiri baik pada level teori maupun praksis.
Berdasarkan uraian di atas penulis memcoba untuk membahas tentang biografi Thomas S. Khun, bagaimana pengertian paradigma, paradigma ilmu pengetahuan menurut Kuhn, pandangan Kuhn tentang perkembangan Ilmu (open ended) dan Ilmu normal.
A.    Pengertian paradigma
Istilah paradigma pada awalnya berkembang dalam dunia ilmu pengetahuan terutama yang kaitannya dengan filsafat ilmu pengetahuan. Tokoh yang mengembangkan istilah tersebut dalam dunia ilmu pengetahuan adalah Thomas S. Kuhn dalam bukunya yang berjudul The Structure of Scientific Revolution (1970:49). Inti sari pengertian paradigm adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan asumsi-asumsi teoritis yang umum (merupakan suatu sumber nilai) sehingga merupakan suatu sumber hukum-hukum, metode serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat, cirri serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.
Munculnya sebuah buku “Structure of Scientific Revolutions” pada tahun 1962, yang dikreasi oleh seorang yang dilahirkan di Cincinnati, Ohaio. Dia adalah Thomas Kuhn. Pada tahun 1922 Kuhn belajar fisika di Havard University, kemudian melanjutkan studinya di pascasarjana, dan memutuskan pindah ke bidang sejarah ilmu. “Structure of Scientific Revolutions”, banyak mengubah persepsi orang terhadap apa yang dinamakan ilmu. Jika sebagian orang mengatakan bahwa pergerakan ilmu itu bersifat linier-akumulatif, maka tidak demikian halnya dalam penglihatan Kuhn.
Menurut Kuhn ilmu bergerak melalui tahapan-tahapan yang berpuncak pada kondisi normal dan kemudian “membusuk” karena telah digantikan oleh ilmu atau paradigma baru. Demikian selanjutnya Paradigma baru mengancam paradigm lama yang sebelumnya juga menjadi paradigm baru.
Inggris: Paradigma. Dari bahasa Yunani para deigma, dari pada (di samping, disebelah) dan dekynai (memperlihatkan : yang berarti : model, contoh, arketipe, ideal.[4]
Beberapa pengertian paradigma :
1.      Cara memandang sesuatu
2.      Dalam ilmu pengetahuan : model, pola, ideal. Dari model-model ini fenomena yang dipandang, dijelaskan.
3.      Dasar untuk menyeleksi problem-problem dan pola untuk memecahkan problem-problem riset.[5]
Paradigma merupakan konstruk berpikir yang mampu menjadi wacana      untuk temuan ilmiah : yang dalam konseptualisasi Kuhn : menjadi wacana untuk temuan ilmiah baru.[6]
Jadi dapat disimpulkan bahwa paradigma dapat kita gunakan di dalam ilmu sebagai model, contoh, pola yang dapat dijadikan dasar untuk menyeleksi berbagai problem-problem serta pola-pola untuk mencari dan menemukan problem-problem yang ada di dalam ilmu pengetahuan untuk memecahkan problem-problem riset. Jadi secara singkat pengertian paradigma adalah keseluruhan konstelasi kepercayaan, nilai dan teknik yang dimiliki suatu komunitas ilmiah dalam memandang sesuatu (fenomena). Paradigma membantu merumuskan tentang apa yang harus di pelajari, persoalan apa yang harus dijawab dan aturan apa yang harus di ikuti dalam menginterprestasikan jawaban yang diperoleh.
B.     Pandangan Khun tentang paradigma ilmu
Thomas Samuel Kuhn mula-mula meniti karirnya sebagai ahli fisika, tetapi kemudian mendalami sejarah ilmu. Lewat tulisannya, The Structure of Scientific Revolutions (1962), ia menjadi seorang penganjur yang gigih yang berusaha meyakinkan bahwa titik pangkal segala penyelidikan adalah berguru pada sejarah ilmu. Sebagai penulis sejarah dan sosiolog ilmu kuhn mendekati ilmu secara eksternal. Kuhn dengan mendasarkan pada sejarah ilmu, justru berpendapat bahwa terjadinya perubahan-perubahan yang berarti tidak pernah terjadi berdasarkan upaya empiris untuk membuktikan salah (falsifikasi) suatu teori atau system, melainkan berlangsung melalui revolusi-revolusi ilmiah. Dengan kata lain, Kuhn berdiri dalam posisi melawan keyakinan yang mengatakan bahwa kemajuan ilmu berlangsung secara kumulatif. Ia mengambil posisi alternatif bahwa kemajuan ilmiah pertama-pertama bersifat revolusioner. Secara sederhana yang dimaksud dengan revolusi ilmiah oleh Kuhn adalah segala perkembangan nonkumulatif di mana paradigm yang terlebih dahulu ada (lama) diganti dengan tak terdamaikan lagi, keseluruhan ataupun sebagian dengan yang baru.
Gagasannya yang sangat radikal dan progresif tersebut kiranya berasal dari pengalaman ilmiah yang pernah dihadapinya sendiri. Pada tahun 1947 Kuhn diminta untuk mengajar mekanika klasik abad ke 17, maka kemudian ia membaca mekanika Aristotelian yang melatar belakangi perkembangan mekanika Galilei dan Newton. Dia sangat heran dan sering tidak percaya bahwa mekanika Aristotelian inilah yang mendasari lahirnya mekanika Galilei dan Newton yang sangat termasyhur abad ke 17, Karena ia melihat betapa mekanika Aristoteles itu mengandung begitu banyak kesalahan-kesalahan. Pengalaman inilah yang menjadi cikal bakal yang memunculkan gagasannya mengenai revolusi ilmiah. Revalusi ilmiah di mengerti oleh Kuhn sebagai episode-episode perkembangan nonkumulatif dimana paradigma yang lama digantikan seluruhnya atau sebagian oleh paradigma baru yang tidak dapat didamaikan dengan paradigma sebelumnya.[7]
Jadi dapat disimpulkan dengan penggunaan istilah paradigma itu, Kuhn hendak menunjuk pada sejumlah contoh praktek ilmiah aktual yang diterima atau diakui dalam lingkungan komunitas ilmiah, menyajikan model-model yang berdasarkannya lahir tradisi penelitian ilmiah yang terpadu (koheren). Contoh praktek ilmiah itu mencakup dalil,  teori, penerapan dan instrumentasi. Dengan demikian, para ilmuan yang penelitiannya didasarkan pada paradigma yang sama, pada dasarnya terikat pada aturan dan standar yang sama dalam mengemban ilmunya. Keterikatan pada aturan dan standar ini adalah prasyarat bagi adanya ilmu normal. Jadi, secara umum dapat dikatakan bahwa paradigma itu adalah cara pandang atau kerangka berpikir yang berdasarkan fakta atau gejala diinterpretasi dan dipahami.
Paradigma menetapkan kriteria untuk memilih masalah yang dapat diasumsikan mempunyai solusi. Hanya masalah yang memenuhi kriteria yang diderivasi dari paradigma saja yang dapat disebut masalah ilmiah, yang layak digarap oleh ilmuan. Dengan demikian, maka paradigma menjadi sumber keterpaduan bagi tradisi penelitian yang normal. Aturan penelitian diderivasi dari paradigma. Namun, menurut Kuhn, tanpa adanya aturan ini, paradigma saja sudah cukup untuk membimbing penelitian. Jadi, ilmu normal sebenarnya tidak terlalu memerlukan aturan atau metode yang standar (yang disepakati oleh komunitas ilmiah). Tanpa aturan dan metode yang baku, ilmu normal dapat berjalan. Ini berarti bahwa tiap ilmuan dapat menciptakan aturan dan metode penelitian dan pengkajian sendiri sesuai dengan keperluan, sepanjang aturan dan metode ini diderivasi dari paradigma yang berlaku. Tetapi, jika paradigmanya belum mapan, maka perangkat aturan akan diperlukan atau menjadi penting.[8]
Ilmu yang sudah mapan dianggap oleh Kuhn dikuasai oleh paradigma tunggal. Paradigma ini membimbing kegiatan ilmiah dalam masa ilmu normal (normal science), dimana ilmuan berkesempatan menjabarkan dan mengembangkan paradigma secara rinci dan mendalam. Dalam tahap ini seorang ilmuan tidak bersikap kritis terhadap paradigma yang membimbing aktifitas ilmiah lainnya.
Tetapi suatu  ketika dapat terjadi, dalam menjalankan risetnya itu, sang ilmuan menjumpai berbagai fenomena yang tidak bisa diterangkan dengan teorinya. Pada saat inilah terjadi suatu anomali, yang apabila makin menumpuk kuantitas maupun kualitasnyaakan menimbulkan krisis. Dalam situasi krisis ini, paradigma yang ada diperiksa dan dipertanyakan, ini menyebabkan keadaan ilmiah yang keluar dari ilmu normal. Krisis menjadi situasi yang bisa menyebabkan revolusi ilmiah. Pada masa krisis ini ada kegelisahan mendalam yang dihadapi komunitas ilmiah.
Dalam upaya mengatasi krisis itu, sang ilmuan bisa kembali pada cara-cara ilmiah yang lama sambil memperluas cara-cara itu, atau dapat juga mengembangkan suatu paradigma tandingan yang bisa memecahkan masalah dan membimbing riset berikutnya. Terobosan yang terakhir, yaitu proses peralihan  komunitas ilmiah dari paradigma lama ke paradigma baru, itulah yang disebut sebagai revolusi ilmiah. Dikatakan oleh Kuhn bahwa peralihan tadi tidak semata-mata karena alasan logis rasional, melainkan mirip dengan proses pertobatan dalam agama. Jadi perkembangan berlangsung lewat sebuah lompatan-lompatan yang radikal dan revolusioner.
Perubahan sebuah teori bukan hanya sekedar peningkatan dari teori yang lama, tetapi sudah menyentuh pada perubahan struktural. Jadi tidak ada lagi tampak sebuah inti yang terlindung dari sebuah teori ketika dikalahkan oleh sebuah teori tandingan. Demikianlah teori gravitasi Newton secara structural hancur ketika diserang oleh relativitas Einstein, sama halnya dengan kejatuhan geosentris Ptolemeus dari heliosentris Kopernikus. Sehingga teori yang dikalahkan tinggal sebagai pengetahuan sejarah.[9]
C.    Proses perkembangan ilmu dan peran paradigma Thomas S Kuhn dalam revolusi sains
Ada istilah pergeseran paradigma  atau shifting paradigm dari keadaan  sains normal (normal science) menuju revolusi sains (revolutionary science). Ada empat tahapan dalam pergeseran paradigm atau shifting paradigma: Yang pertama, masa dimana ilmu bersifat normal (normal science). Paradigma membimbing kegiatan ilmiah dalam masa sains normal sehingga ilmuwan bisa mengembangkan secara rinci dan mendalam, dan tidak sibuk dengan hal-hal yang mendasar. Pada sains normal, ilmuwan tidak bersikap kritis terhadap paradigma yang membimbing aktifitas ilmiahnya. Tiga fokus kajian sains normal adalah memperluas pengetahuan tentang fakta, meningkatkan kesesuaian antara prakiraan paradigma dan artikulasi lebih lanjut untuk memecahkan beberapa keraguan yang tersisa, untuk memperkuat citra sains.
Sains Normal disebut juga sebagai pemecah teka-teki, pada abad ke 18, misalnya hanya sedikit perhatian yang diberikan kepada eksperimen-eksperimen yang mengukur tarikan listrik dengan piranti seperti neraca. Karena memberikan hasil yang konsisten maupun yang sederhana, eksperimen-eksperimen itu tidak bisa digunakan untuk mengartikulasikan paradigma yang menurunkannya. Oleh sebab itu, eksperimen-eksperimen itu tetap merupakan kenyataan yang tidak berhubungan dan tidak dapat dihubungkan dengan kemajuan yang berlanjut dalam riset kelistrikan.[10]
Mengantarkan pada masalah riset yang normal kepada kesimpulan adalah mencapai apa yang diantisipasi dengan suatu cara baru, dan hal ini memerlukan pemecahan segala jenis teka-teki instrumental, konseptual dan matematis yang rumit. Orang yang berhasil membuktikan bahwa ia adalah seorang pakar pemecah teka-teki, dan tantangan teka-teki itu merupakan bagian penting dari apa yang biasanya mendorongnya.
Meskipun demikian ,individu yang terlibat di dalam masalah riset yang normal itu hampir tidak pernah mengerjakan yang manapun diantara hal-hal ini. Begitu terlibat, motivasinya agak berbeda jenisnya. Yang kemudian menantangnya ialah keyakinan bahwa, jika ia cukup terampil, ia akan terampil memecahkan teka-teki yang belum pernah dipecahkan atau dipecahkan lebih sempurna oleh siapapun.
Yang kedua, masa dimana mulai muncul gejala- gejala atau  anomaly yang menimbulkan pertanyaan dan mulai di cari oleh para ilmuan. Berbagai fenomena (anomali) bisa dijumpai oleh seorang ilmuwan selama menjalankan riset di sains normal. Jika anomali kian menumpuk, akan timbul krisis dan paradigma mulai dipertanyakan yang berarti sang ilmuwan mulai keluar dari sains normal. Data anomali (penyimpangan terhadap teori-teori dalam paradigma) berperan besar dalam memunculkan sebuah penemuan baru. Penemuan baru diawali dengan kesadaran akan anomali, yakni pengakuan bahwa alam dengan suatu cara, telah melanggar pengharapan yang didorong oleh paradigma yang menguasai sains normal. Kemudian ia berlanjut dengan eksplorasi yang sedikit banyak diperluas ke wilayah anomali dan hanya berakhir bila teori atau paradigma itu telah disesuaikan sehingga yang menyimpang menjadi sesuai dengan yang diharapkan. Sehingga, dalam penemuan baru harus ada penyesuaian antara fakta dengan teori yang baru.
Yang ketiga, munculnya revolusi sains dari penelitian atas fenomena yang terjadi. Revolusi sains muncul karena adanya anomali dalam riset ilmiah yang makin parah dan munculnya krisis yang tidak dapat diselesaikan oleh paradigma yang menjadi referensi riset. Untuk mengatasi krisis, ilmuwan bisa kembali lagi pada cara-cara ilmiah yang lama sambil memperluas cara-cara itu atau mengembangkan sesuatu paradigma tandingan yang bisa memecahkan masalah dan membimbing riset berikutnya. Jika yang terakhir ini terjadi, maka lahirlah revolusi sains.
Revolusi sains merupakan episode perkembangan non-kumulatif, dimana paradigma lama diganti sebagian atau seluruhnya oleh paradigma baru yang bertentangan. Transformasi-transformasi paradigma yang berurutan dari paradigma yang satu ke paradigma yang lainnya melalui revolusi, adalah pola perkembangan yang biasa dari sains yang telah matang.
Dan yang keempat, terbentuknya normal sains baru, berasal dari proses tahap pertama sampai ketiga. Dan menghasilkan konsep baru yang tidak sama dengan normal sains yang lama.
Contoh: pada awalnya teori pusat tata surya adalah bumi atau geosentris  (normal sains). Muncul fenoma dan penelitian oleh Copernicus (ini adalah tahap kedua, berupa fenomena, anomaly, gejala, pertanyaan- pertanyaan). Lalu muncul revolusi sains atau konsep baru berupa. Pusat tata surya adalah matahari (heliosentris). Inilah yang disebut dengan (revolusi sains). Ini masuk pada tahap ke tiga. Pada tahap akhir atau keempat adalah munculnya normal sains yang baru, yakni  Hasil dari proses tahap ketiga. yaitu teori heliosentris.
Proses pergeseran paradigma ini akan terus berputar dari tahap pertama sampai tahap keempat. Dan tahap keempat akhirnya menjadi tahap pertama dan akan bergeser oleh tahap yang baru dan memunculkan teori baru. Kalau dihubungkan pada contoh tadi, bisa jadi akan muncul teori baru bukan heliosentris lagi. Mungkin pusat tata surya adalah bulan atau semacamnya.

























BAB III
KESIMPULAN
Jalan revolusi sains menuju sains normal bukanlah jalan bebas hambatan. Sebagian ilmuwan atau masyarakat sains tertentu ada kalanya tidak mau menerima paradigma baru dan ini menimbulkan masalah sendiri karena dalam memilih paradigma tidak ada standar yang lebih tinggi dari pada persetujuan masyarakat yang bersangkutan. Untuk menyingkap bagaimana revolusi sains itu dipengaruhi, kita harus meneliti dampak sifat dan logika juga teknik-teknik argumentasi persuasif yang efektif di dalam kelompok-kelompok yang membentuk masyarakat sains itu. Oleh karena itu permasalahan paradigma sebagai akibat dari revolusi sains, hanya sebuah konsensus yang sangat ditentukan oleh retorika di kalangan masyarakat sains itu sendiri. Semakin paradigma baru itu diterima oleh mayoritas masyarakat sains, maka revolusi sains kian dapat terwujud.
Selama revolusi, para ilmuwan melihat hal-hal yang baru dan berbeda dengan ketika menggunakan instrumen-instrumen yang sangat dikenal untuk melihat tempat-tempat yang pernah dilihatnya. Seakan-akan masyarakat profesional itu tiba-tiba dipindahkan ke daerah lain dimana obyek-obyek yang sangat dikenal sebelumnya tampak dalam penerangan yang berbeda, berbaur dengan obyek-obyek yang tidak dikenal.
Ilmuwan yang tidak mau menerima paradigma baru sebagai landasan risetnya, dan tetap bertahan pada paradigma yang telah dibongkar dan sudah tidak mendapat dukungan dari mayoritas masyarakat sains, maka aktivitas risetnya tidak berguna sama sekali.





Referensi
Bakhtiar, Amsal, Filsafat Ilmu .2004, Cetakan pertama .Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Bagus, Lorens.2002, Kamus Filsafat . Cetakan ketiga. Jakarta: Gramedia.
Muhajir, Noeng. 2001, Filsafat Ilmu Edisi II. Cetakan kedua. Yogyakarta: Rakesarasin
Semiawan, Conny dkk, 2005, Panorama Filsafat Ilmu Landasan Perkembangan Ilmu Sepanjang Zaman. Cetakan pertama. Bandung: Mizan.
Soetomo, Greg. 1995. Sains Dan Problem Ketuhanan. Cetakan keenam. Yogyakarta: Kanisius.
Thomas S Kuhn. 2000, Peran Paradigma dalam Revolusi Sains. Cetakan ketiga. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Wiramihardja, Sutardjo A, 2007, Pengantar Filsafat. Cetakan kedua. Bandung: PT Refika Aditama.


[1] Conny Semiawan dkk, Panorama Filsafat Ilmu Landasan Perkembangan Ilmu Sepanjang Zaman. Cetakan pertama. (Bandung: Mizan, 2005), h. 107
[2] Sutardjo A. Wiramihardja, Pengantar Filsafat. Cetakan kedua. (Bandung: PT Refika Aditama, 2007), h. 79
[3] Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu , Cetakan pertama (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), h. 3
[4] Lorens Bagus, Kamus Filsafat . Cetakan ketiga. (Jakarta: Gramedia, 2002), h. 779
[5] Ibid
[6] Noeng Muhajir, Filsafat Ilmu Edisi II. Cetakan kedua. (Yogyakarta: Rakesarasin, 2001), h. 177
[7] Greg Soetomo, Sains Dan Problem Ketuhanan. Cetakan keenam ( Yogyakarta: Kanisius, 1995), h. 21
[8] Arif Sidharta,…Op. Cit., h.  94-95
[9] Greg Soetomo,….Op. Cit., h. 22-23
[10] Thomas S Kuhn, Peran Paradigma dalam Revolusi Sains. Cetakan ketiga. (Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA. 2000). p 34

No comments:

Post a Comment

Ucapan selamat hari raya idul fitri 2020 atau 1441 H

Hari raya idul fitri dirayakan oleh umat Islam khususnya yang bertepatan pada bulan Syawal, dengan cara saling meminta maaf kepada orang-ora...