Thursday, June 6, 2019

Metode Ilmiah dan kebenaran ilmiah


Bab 1




A.      Pendahuluan

Pengetahuan (knowledge) adalah sesuatu yang diketahui langsung dari pengalaman, berdasarkan pancaindra, dan diolah oleh akal budi secara spontan. Pada intinya, pengetahuan bersifat spontan, subjektif dan intuitif. Pengetahuan dapat dibedakan menjadi pengetahuan non-ilmiah dan pengetahuan pra-ilmiah. Pengetahuan non-ilmiah adalah hasil serapan indra terhadap pengalaman hidup sehari hari yang tidak perlu dan tidak mungkin diuji kebenarannya. Sedangkan pengetahuan pra-ilmiah adalah hasil serapan indra dan pemikiran rasional yang terbuka terhadap pengujian lebih lanjut menggunakan metode metode ilmiah.
Ilmu (sains) berasal dari Bahasa Latin scientia yang berarti knowledge. Ilmu dipahami sebagai proses penyelidikan yang berdisiplin. Ilmu bertujuan untuk meramalkan dan memahami gejala gejala alam. Ilmu pengetahuan ialah pengetahuan yang telah diolah kembali dan disusun secara metodis, sistematis, konsisten dan koheren. Agar pengetahuan menjadi ilmu, maka pengetahuan tadi harus dipilah (menjadi suatu bidang tertentu dari kenyataan) dan disusun secara metodis, sistematis serta konsisten. Tujuannya agar pengalaman tadi bisa diungkapkan kembali secara lebih jelas, rinci dan setepat-tepatnya.
Metode Ilmiah merupakan suatu cara sistematis yang digunakan oleh para ilmuwan untuk memecahkan masalah yang dihadapi.Metode ini menggunakan langkah-langkah yang sistematis, teratur dan terkontrol. Supaya suatu metode yang digunakan dalam penelitian disebut metode ilmiah.
Sedangkan Kebenaran ilmiah merupakan sesuatu yang krusial  dalam kehidupan ini. Sering kali dengan dalih sebuah kebenaran seseorang, kelompok, lembaga, atau bahkan  negara akan menghalalkan tindakan terhadap orang lain karena dianggap sudah melakukan tindakan yang benar.
Kebenaran tidak mungkin berdiri sendiri jika tidak ditopang dengan dasar-dasar penunjangnya, baik pernyataan, teori, keterkaitan, konsistensi, keterukuran , dapat dibuktikan, berfungsi, dan bersifat netral atau tidak netral. Untuk mencapai sebuah kebenaran ada beberapa tahapan yang harus dilalui, baik itu rasional, hipotesa,  kausalitas, anggapan sementara, teori, atau sudah menjadi hukum kebenaran. Tahapan untuk mendapat kebenaran tersebut  dapat dilihat dengan menggunakan alat kajian filsafat, baik filsafafat Yunani, filsafat Barat, ataupun filsafat Islam.

B.       Rumusan Masalah
1.    Pengertian metode ilmiah?
2.    Pengertian kebenaran ilmiah?
3.    Langkah langkah yang dibutuhkan dalam metode ilmiah?
4.    Kriteria metode ilmiah?
5.    Teori teori kebenaran ilmiah?

C.      Tujuan
1.      Untuk mengetahui metode ilmiah
2.      Untuk mengetahu kebenaran ilmiah
3.      Untuk mengetahui langkah yang dibutuhkan dalam metode ilmiah
4.      Untuk mengetahui kriteria metode ilmiah
5.      Untuk mengetahui tori teori kebenaran ilmiah















Bab II
Pembahasan

A.      Pengertian metode ilmiah
Metode ilmiah merupakan suatu prosedur yang mencakup berbagai tindakan pikiran, pola kerja, cara teknis, dan tata langkah untuk memperoleh pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan yang telah ada. Metode secara etimologi berasal dari kata Yunani meta yang berarti sesudah, hodos yang berarti jalan. Jadi metode berarti langkah langkah yang diambil, menurut urutan tertentu, untuk mencapai pengetahuan yang benar yaitu sesuatu tatacara, teknik, atau jalan yang telah dirancang dan dipakai dalam proses memperoleh pengetahuan jenis apapun, baik pengetahuan humanistik dan historis, ataupun pengetahuan filsafat dan ilmiah.[1]
B.       Pengertian kebenaran ilmiah
Yang dimaksud dengan kebenaran ilmiah adalah suatu pengetahuan yang jelas dan pasti kebenarannya menurut norma norma keilmuan. Adapun kebenaran yang pasti adalah mengenai suatu objek yang materi, yang diperoleh menurut objek forma, metode dan system tertentu. Karena itu, kebenaran ilmiah cenderung bersifat objektif, tidak subjektif. Artinya, terkandung di dalamnya sejumlah pengetahuan menurut sudut pandang yang berbeda beda, tetapi saling bersesuaian. Dengan demikian, dapat dipastikan ia tahan terhadap verifikasi baik empirik maupun rasional. Hal ini wajar, karena sudut pandang, metode dan sistem yang dipakai juga bersumber dari pengalaman maupun akal pikiran.[2]
Kebenaran adalah kenyataan adanya (being) yang menampakkan diri sampai masuk akal. Pengalaman tentang kebenaran itu dialami akal si pengenal dalam kesamaannya dengan kenyataan adanya yang menampakkan diri kepadanya. Karena kesamaan itu memang dicari dan dikejar namun belum tercapai, maka menurut pengalaman manusia si pengenal, kebenaran itu tanpa hentinya mewujudkan diri sambil ditentukan dari luar, tanpa pernah mencapai kesamaan sempurna.[3]
Kebenaran (truth) memiliki berbagai macam makna, misalnya keadaan ketika terjadi kesesuaian dengan fakta khusus atau realitas, atau keadaan yang sesuai dengan hal hal yang nyata, kejadian kejadian nyata, atau aktualisasi. Kebenaran juga berarti suatu hal yang cocok dengan aslinya atau sesuai dengan ukuran ukuran yang ideal.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (oleh Purwadarminta), ditemukan beberapa arti tentang kebenaran, yaitu (1) keadaan yang benar (cocok dengan hal atau keadaan sesungguhnya); (2) sesuatu yang benar (sungguh sungguh ada, betul demikian halnya); (3) kejujuran, ketulusan hati; (4) selalu izin, perkenanan; dan (5) jalan kebetulan.
Berbagai macam teori dan pandanga tentang kebenaran telah menjadi perdebatan di kalangan para ahli filsafat. Ada berbagai macam pernyataan tentang apakah yang membentuk suatu kebenaran; bagaimana mendeifinisikan dan mengidentifikasi kebenaran; dan apakah kebenaran itu objektif, subjektif, relatif, atau absolute.
Di masa Yunani Kuno, istilah “kebenaran” sudah menjadi istilah yang dikenal oleh para filsuf, yang memiliki definisi yang terlentang dalam sejarah dengan apa yang diasosiasikan dengan topik topik, seperti logika,geometri, matematika, deduksi,induksi, dan filsafat alam. Gagasan gagasan para filsuf Yunani, seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles  tentang kebenaran umumnya dilihat sebagai suatu yang sesuai dengan teori kebenaran korespodensi, yang mengatakan bahwa kepercayaan yang benar dan pernyataan yang benar itu cocok dengan situasi yang aktual. Di kalangan filsif Muslim, teori kebenaran juga berkembang. Ibnu Sina, salah satu filsuf Muslim awal, mendefinisikan kebenaran bahwa kebenaran adalah apa yang cocok dalam pikiran terhahap apa yang di luarnya.[4]

C.      Langkah langkah yang dibutuhkan dalam metode ilmiah
Kebenaran ilmiah yang meskipun dikuasai oleh relativitasnya, selalu berpatokan kepada beberapa hal mendasar, yaitu:
1)        Adanya teori yang dijadikan dalil utama dalam mengukur fakta fakta aktual
2)        Adanya data data yang berupa fakta atau realitas senyatanya dan realitas dalam dokumen tertentu
3)        Adanya pengelompokkan fakta dan data yang signifikan
4)        Adanya uji validitas
5)        Adanya penarikan kesimpulan yang operasional
6)        Adanya fungsi timbal balik antara teori dan realitas
7)        Adanya pengembangan dialektika terhadap teori yang sudah teruji
8)        Adanya pembatasan wilayah penelitian yang proporsional
Ciri ciri tersebut merupakan “citra” ilmu pengetahuan dan metode ilmiah. Oleh karena itu, menurut Juhaya S. Pradja (1997), metode ilmiah dimulai dengan pengamatan pengamatan, kemudian memperkuat diri dengan pengalaman dan menarik kesimpulan atas dasar pembuktian yang akurat.
Dalam metode penelitian yang menaati metode ilmiah, tahapan tahapan penelitian harus sistematis dan sesuai dengan prosedur atau terencana dengan matang. Tahapan tersebut adalah sebagai berikut.
1.        Penentuan lokasi penelitian
Dalam menentukan lokasi penelitian perlu dipertimbangkan hakikat masalah yang hendak diteliti, kemampuan peneliti untuk melanjutkan penelitian, waktu yang tersedia sesuai target yang ditentukan, sarana dan prasarana, fasilitas penelitian, dan sebagainya.
2.        Penentuan metode penelitian
Metode penelitian akan berkaitan dengan teknik pengumpulan data, apakah menggunakan pendekatan kuantitatif atau kualitatif. Dalam penelitian kualitatif, dominasi filsafat ilmu cukup kuat, karena penalaran ilmiah lebih banyak menggunakan logika, baik deduktif maupun induktif. Di antara jenis penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan metode penelitian eksploratif dan metode penelitian deskriptif. Metode penelitian eksploratif  bertujuan untuk memahami eksistensi dan relevansi antara berbagai fenomena dalam perilaku sosial secara komprehensif. Metode penelitian deskriptif dipergunakan untuk menggambarkan berbagai gejala dan fakta yang terdapat dalam kehidupan sosial secara mendalam.
3.        Penentuan sumber data
Informasi data dalam penelitian diperoleh melalui dua sumber, yakni lapangan dan dokumen. Sumber data lapangan adalah seorang tokoh masyarakat, tokoh agama, aparat pemerintahan, dan sebagainya yang merupakan sumber data primer. Sumber informasi dokumen primer dapat berupa arsip arsip yang berkaitan dengan masalah penelitian, misalnya undang undang, peraturan keanggotaan semacam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Sumber sumber skunder dapat berupa buku buku tentang subject matter yang ditulis orang lain, dokumen dokumen yang merupakan hasil penelitian dan hasil laporan.
4.        Tahap tahap penelitian
Penelitian yang menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif dilaksanakan dengan tahapan tahapan berikut.
a)      Tahap orientasi. Dalam tahap ini, peneliti akan mengumpulkan data secara umum.
b)      Tahap eksplorasi. Tahap ini dilakukan untuk mengumpulkan data yang lebih spesifik. Observasi dilakukan pada hal hal yang berhubungan dengan focus penelitian.
c)      Tahap membercheck. Dalam kegiatan wawancara dan pengamatan, data yang terkumpul dicatat dan dibuat dalam bentuk laporan. Hasilnya dikemukakan untuk dicek kebenarannya. Agar hasil penelitiannya sahih, membercheck dilakukan setelah wawancara.
5.        Teknik pengumpulan data
Dalam penelitian yang menggunakan metode penelitian deskriptif, pengumpulan data dilakukan langsung oleh peneliti. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan:
a.       Peneliti merupakan alat yang peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari lingkungan yang diperkirakan bermakna bagi peneliti
b.      Peneliti sebagai alat yang dapat langsung menyesuaikan diri terhadap segala aspek yang diteliti sehingga dapat memahami situasi dalam berbagai tingkah laku. Demikian pula, penelitian dapat segera menganalisis data yang diperoleh.
6.        Analisis data
Analisis data secara sistematis dilakukan dengan tiga langkah secara bersamaan.
Pertama, reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan data, pengabstrakan dari transformasi data besar yang muncul dari catatan catatan  tertulis di lapangan.
Kedua, penyajian data, yakni penyajian sekumpulan informasi sistematis yang member kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian tersebut dapat berbentuk matrik, grafik, jaringan, dan bagan.
Ketiga, penarikan kesimpulan ataun verifikasi. Langkah verifikasi, dilakukan sejak permulaan, pengumpulan data, pembuatan pola pola, penjelasan konfigurasi konfigurasi  yang mungkin, dan alur sebab akibat serta proposisi.
7.        Teknik pemeriksaan data
Dalam pemeriksa data kualitatif, terdapat beberapa kriteria. Menurut Moleong dalam Nasution (1988:25), pemeriksaan data kualitatif adalah sebagai berikut:

a)      Derajat kepercayaan (creadibility)
Kredibilitas ini merupakan konsep pengganti validitas internal dalam penelitian kualitatif.
b)      Keteralihan (transferbility)
Konsep ini merupakan pengganti dari validitas eksternal dalam penelitian kualitatif.
c)      Kebergantunga (dependability)
Konsep ini merupakan pengganti konsep reability dalam penelitian kualitatif. Reability tercapai apabila alat alat ukur digunakan secara berulang ulang dan hasil serupa.
d)     Kepastian (confirmability)
Konsep ini pengganti konsep objektivitas dalam penelitian kualitatif. Pada penelitian kualitatif, objektivitas diukur melalui orangnya atau peneliti sendiri.[5]
D.      Kriteria metode ilmiah
Supaya suatu metode yang digunakan dalam penelitian disebut metode ilmiah, maka metode tersebut harus mempunyai kriteria sebagai berikut:
1.        Berdasarkan Fakta, Keterangan-keterangan yang ingin diperoleh dalam penelitian, baik yang akan dikumpulkan dan yang dianalisa haruslah berdasarkan fakta-fakta yang nyata. Janganlah penemuan atau pembuktian didasar-kan pada daya khayal, kira-kira, legenda-legenda atau kegiatan sejenis.
2.        Bebas dari Prasangka, Metode ilmiah harus mempunyai sifat bebas prasangka, bersih dan jauh dari pertimbangan subjektif. Menggunakan suatu fakta haruslah dengan alasan dan bukti yang lengkap dan dengan pembuktian yang objektif. Apabila hasil dari suatu penelitian, misalnya, menunjukan bahwa ada ketidak sesuaian dengan hipotesis, maka kesimpulan yang diambil haruslah merujuk kepada hasil tersebut, meskipun katakanlah, hal tersebut tidak disukai oleh pihak pemberi dana.
3.        Menggunakan Prinsip Analisa, Dalam memahami serta memberi arti terhadap fenomena yang kompleks, harus digunakan prinsip analisa. Semua masalah harus dicari sebab-musabab serta pemecahannya dengan menggunakan analisa yang logis, Fakta yang mendukung tidaklah dibiarkan sebagaimana adanya atau hanya dibuat deskripsinya saja. Tetapi semua kejadian harus dicari sebab-akibat dengan menggunakan analisa yang tajam.
4.        Menggunakan Hipotesa, Dalam metode ilmiah, peneliti harus dituntun dalam proses berpikir dengan menggunakan analisa. Hipotesa harus ada untuk mengonggokkan persoalan serta memadu jalan pikiran ke arah tujuan yang ingin dicapai sehingga hasil yang ingin diperoleh akan mengenai sasaran dengan tepat. Hipotesa merupakan pegangan yang khas dalam menuntun jalan pikiran peneliti.
5.        Menggunakan Ukuran Obyektif, Seorang peneliti harus selalu bersikap objektif dalam mencari kebenaran. Semua data dan fakta yang tersaji harus disajikan dan dianalisis secara objektif. Pertimbangan dan penarikan kesimpulan harus menggunakan pikiran yang jernih dan tidak berdasarkan perasaan.
6.        Menggunakan Teknik Kuantifikasi, Dalam memperlakukan data ukuran kuantitatif yang lazim harus digunakan, kecuali untuk artibut-artibut yang tidak dapat dikuantifikasikan Ukuran-ukuran seperti ton, mm, per detik, ohm, kilogram, dan sebagainya harus selalu digunakan Jauhi ukuran-ukuran seperti: sejauh mata memandang, sehitam aspal, sejauh sebatang rokok, dan sebagai¬nya Kuantifikasi yang termudah adalah dengan menggunakan ukuran nominal, ranking dan rating.[6]
Ada beberapa kriteria di dalam buku Ilmu pengetahuan dan metodenya yang diterjemahkan oleh Mooris R dan Ernest Nagel, yaitu sebagai berikut:
1)        Fakta fakta dan metode ilmiah
Metode ilmu pengetahuan tidak ingin memaksakan keinginan dan harapan manusia atas perubahan benda benda dengan cara yang tak terduga duga. Bahkan metode ilmiah bisa saja digunakan untuk memuaskan keinginan manusia. Tetapi pemanfaatannya secara berhasil tergantung pada percobaan, dengan hati hati dan terlepas dari apa yang menjadi keinginan manusia, untuk mengenal, dan mengambil keuntungan darinya, struktur yang dimiliki oleh perubahan itu.
a.       Secara konsekuen, metode ilmiah ini berusaha untuk mengetahui apa fakta itu sesungguhnya, dan penggunaan metode harus dibimbing oleh fakta fakta yang telah diketahui
b.      Setiap penyelidik muncul dari satu masalah yang dirasakan, sehingga tidak ada satu pun penyelidikan yang berlangsung tanpa suatu seleksi atau saringan terhadap pokok persoalan yang ada.
c.       Kemampuan untuk merumuskan masalah masalah yang pemecahannya dapat ikut memecahkan masalah lainnya, merupakan bakat yang jenius sekali, yang menuntut suatu kemampuan yang luar biasa.
d.      “Fakta” yang dicapai oleh setiap penyelidikan adalah proposisi proposisi, yang kebenarannya menuntut bukti jelas.
2)        Hipotesis dan metode ilmiah
Metode ilmu pengetahuan akan mustahil, jika hipotesis hipotesis yang diajukan sebagai pemecahan itu tidak dapat diuraikan lebih lanjut untuk memperlihatkan apa yang dinyatakan. Makna sepenuhnya suatu hipotesis diketahui melalui implikasi implikasinya.
a.       Hipotesis hipotesis diajukan kepada seorang peneliti karena sesuatu yang ada dalam pokok persoalan yang sedang diselidiki atau karena pengetahuannya sebelumnya mengenai pokok persoalan yang lain.
b.      Hipotesis diperlukan pada setiap tingkat penyelidikan.
c.       Hipotesis dapat dipandang sebagai usul kaitan yang mungkin ada di antara fakta fakta aktual atau fakta fakta yang dibayangkan.
d.      Jumlah hipotesis yang bisa dihadapi seorang peneliti tidak ada batasnya, dan itulah fungsi sifat imaginasinya.
e.       Kita perlu memiliki, katakan saja dalam gudang persediaan, hipotesis hipotesis yang berbeda, yang konsekuensinya telah diselidiki dengan cermat.
f.       Uraian deduktif mengenai hipotesis hipotesis, bukanlah tugas utama metode ilmiah
g.      Tidak ada satu pun hipotesis yang mendukung suatu proposisi umum dapat ditunjuk sebagai yang benar secara absolut.
3)        Bukti dan metode ilmiah
Metode ilmiah menempuh jalan keraguan sistematis. Tetapi ini tidak berarti meragukan semua hal, karena ini jelas tidak mungkin. Akan tetapi selalu mempertanyakan apa kekurngan suatu bukti yang abash dalam kedudukannya sebagai pendukung.
a.       Ilmu pengetahuan tidak puas dengan kepastian psikologis, karena intensitas suatu keyakinan yang dianut bukanlah suatu jaminan kebenaran.
b.      Tidak ada satu pun proposi yang berhubungan dengan masalah fakta berada di balik setiap keraguan yang berarti.
c.       Dengan demikian ilmu pengetahuan selalu siap untuk meninggalkan suatu teori bila fakta fakta menuntutnya.
4)        Sifat abstrak teori teori ilmiah
Tidak ada satu pun teori yang menegaskan segala sesuatu yang mungkin dapat ditegaskan mengenai suatu persoalan.
a.       Semua teori menyangkut abstraksi dari pokok persoalan yang kongkret.
b.      Karena abstraknya sifat teori teor, maka ilmu pengetahuan sering tampaknya bertentangan dengan akal sehat.
5)        Jenis jenis teori ilmiah
Penjelasan ilmiah terdiri dari beberapa peraturan atau hukum mengungkapkan suatu watak yang sama dari seperangkat kejadian serta kejadian kejadian khusus, yang ingin dijelaskan.
a.       Akan tetapi, jelas kiranya bahwa sampai tingkat tertentu proses penjelasan harus sampai tuntas.
b.      Ada beberapa jenis “hukum” yang sering digunakan sebagai penjelasan terhadap fenomena.[7]
Kriteria ilmiah menurut tim dosen  filsafat ilmu fakultas filsafat UGM adalah sebagai berikut: 
a.       Tahap pertama adalah observasi, yang dimaksud adalah bahwa tahap ini berbuat lebih dari sekedar melakukan pengamatan biasa. Kenyataan empirik yang terjadi maka objeknya diselidiki, dikumpulkan, diidentifikasi, didaftar, dan  diklasifikasikan secara ilmiah
b.      Tahap kedua adalah induksi, yang dimaksud adalah dipermudah dengan digunakannya alat alat bantu matematika dalam merumuskan serta mengumpulkan data data empirik. Pengukuran secara kuantitatif terhadap besaran besaran tertentu yang saling berhubungan, maka hubungan tersebut dapat digambarkan dalam simbol matematika. Apabila suatu kejadian terjadi secara berulang ulang (terjadi keajegan), maka pernyataan umum tersebut memperoleh kedudukan sebagai hukum.
c.       Tahap ketiga adalah deduksi logis, yang dimaksud adalah data data empirik diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtut. Penyusunan sistem semacam ini juga tergantung dipergunakannya pengertian pengertian operasional  tertentu, yaitu bahasa buatan dalam rangka teori ilmiah.
d.      Tahap keempat adalah observasi eksperimental, yang dimaksud adalah pernyataan yang telah dijabarkan secara deduktif (secara rasional). Diuji dengan melakukan verifikasi atau klarifikasi secara empirik. Verifikasi atau klarifikasi  secara empirik dimaksudkan untuk mengukuhkan pernyataan pernyataan rasional hasil deduksi sebagai teori. Verifikasi untuk mengukuhkan atau mengugurkan pernyataan pernyataan rasional hasil dari deduksi deduksi logis.[8]
E.       Teori teori kebenaran ilmiah
Terdapat tiga teori yang popular yaitu teori koheren, koresponden  dan teori pragmatik, kiranya memang cocok untuk dipakai sebagai landasan dasar pengukuran kebenaran ilmiah.
1.      Teori Koheren (coheren theory). Teori ini dikembangkan oleh kaum idealis, dan sering disebut sebagai teori saling hubungan atau teori konsistensi. Disebut demikian karena teori ini menyatakan bahwa kebenaran secara tepat antara ide ide yang sebelumnya telah diakui kebenarannya.
2.      Teori Koresponden (correspondence theory). Teori ini diterima secara luas oleh kaum idealis, maka teori koresponden ini diterima oleh kaum realis dan bahkan mungkin oleh kebanyakan orang. Teori ini antara lain menyatakan bahwa jika suatu pertimbangan sesuai denga fakta, maka pertimbangan itu benar. Jika tidak, maka pertimbangan itu salah. Kebenaran adalah persesuaian  antara pernyataan tentang fakta fakta itu sendiri.
3.      Teori kegunaan (pragmatic theory). Teori ini memandang dari sisi menyeluruh, umum, universal, dan ideal.[9]
Dalam perkembangan pemikiran filsafat perbincangan tentang kebenaran sudah sejak Plato yang kemudian diteruskan oleh Aristoteles. Plato melalui metode dialog membangun teori pengetahuan yang cukup lengkap sebagai teori pengetahuan yang awal. Sejak itulah teori pengetahuan berkembang terus untuk mendapatkan penyempurnaan penyempurnaan sampai kini. Sebagaimana dikemukakan seorang filsuf abad XX Jaspers sebagaimana yang dikutip oleh Hamersma (1985) mengemukakan bahwa sebenarnya para pemikir sekarang ini hanya melengkapi dan menyempurnakan filsafat Plato dan filsafat Aristoteles. Teori kebenaran selalu parallel dengan teori pengetahuan yang dibangunnya. Teori teori kebenaran yang telah terlambang itu antara lain adalah:
1.      Teori Koresponden. Yaitu teori kebenaran yang paling awal dan paling tua  yang berangkat dari teori pengetahuan Aristoteles yang menyatakan segala sesuatu yang kita ketahui adalah sesuatu yang dapat dikembalikan pada kenyataan yang dikenal oleh subjek. Atau dengan kata lain adalah suatu pengetahuan yang mempunyai salaing kesesuaian dengan kenyataan yang diketahuinya, atau bagaimana dikemukakan dengan Randal dan Buchler dalam buku Philosophy an introduction  menyatakan bahwa “A belief is called “true” if it “agrees” with a fact”.
2.      Teori Kebenaran Koherensi. Menurut Kattsoff (1986) dalam buku Elements of Philosophy “suatu proposisi cenderung benar jika proposisi tersebut dalam keadaan saling berhubungan dengan proposisi proposisi lain yang benar, atau jika makna yang dikandungnya dalam keadaan saling berhubungan dengan pengalaman kita”. Dengan memperhatikan dua kutipan yang bernada sama maka dapat  diungkapkan dengan bahasa yang lebih sederhana bahwa teori  kebenaran koherensi atau teori kebenaran saling berhubungan yaitu suatu proposisi itu atau makna pernyataan dari suatu pengetahuan bernilai benar bila proposisi yang terdahulu yang bernilai benar. Sebagai contoh kita sebagai bangsa Indonesia pasti memiliki pengetahuan bahwa Indonesia diproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945 bertepatan dengan hari Jum at tanggal 17 Ramadhan. Jika seseorang hendak membuktikannya tidak dapat langsung melalui kenyataan dalam objektivanya, karena kenyataan tersebut telah berlangsung 67 tahun yang lalu. Untuk membuktikannya, maka harus melalui ungkapan ungkapan tentang fakta itu, yaitu melalui sejarah atau dapat diafirmasikan kepada orang orang yang mengalami dan mengetahui kejadian itu.
3.      Teori Kebenaran Pragmatis. Kattsof (1986) menguraikan tentang teori kebenaran pragmatis ini yaitu bahwa penganut pragmatism melatakkan ukuran kebenaran dalam salah satu macam konsekuensi. Atau, proposisi itu dapat membantu untuk mengadakan penyesuaian penyesuaian yang memuaskan terhadap pengalaman pengalaman, pernyataan itu adalah benar.
4.      Teori Kebenaran Sintaksis. Para penganut teori kebenaran sintaksis, berpangkal tolak pada keteraturan sintaksis atau gramatika yang dipakai oleh suatu pernyataan atau tata bahasa yang melakatnya. Dengan demikian suatu pernyataan memiliki nilai benar bila pernyataan itu mengikuti aturan aturan sintaksis yang baku. Atau dengan kata lain itu mengikuti syarat atau keluar dari hal yang disyaratkan maka proposisi itu tidak mempunyai arti.
5.      Teori Kebenaran Semantis. Teori kebenaran semantik yang dianut oleh faham filsafat analitika bahasa yang dikembangkan oleh paska filsafat Bertrand Russell sebagai tokoh pemula dari filsafat Analitika Bahasa. Menurut teori kebenaran semantik suatu proposisi memiliki nilai benar ditinjau dari segi arti atau makna. Apakah proposisi yang merupakan pangkal tumpunya itu mempunyai pangacu (referent) yang jelas. Oleh karena itu teori ini memiliki tugas untuk menguak kesyahan proposisi dalam referensinya itu.
6.      Teori Kebenaran Non Diskripsi. Teori kebenaran non diskripsi dikembangkan oleh penganut filsafat fungsionalisme. Karena pada dasarnya suatu statemen atau pernyataan itu akan mempunyai nilai benar yang amat tergantung peran dan fungsi pernyataan itu.
7.      Teori Kebenaran Logik yang berlebih lebihan. Pada dasarnya menurut teori kebenaran ini adalah bahwa problema kebenaran hanya merupakan kekacauan bahasa saja dan hal ini akibatnya merupakan suatu pemborosan, karena pada dasarnya apa pernyataan yang hendak dibuktikan kebenarannya memiliki derajat logik yang sama yang masing masing saling melingkupinya. Dengan demikian, sesungguhnya setiap proposisi yang bersifat logik dengan menunjukkan bahwa proposisi itu mempunyai isi yang sama, memberikan informasi yang sama dan semua orang sepakat, maka apabila kita membuktikannya lagi hal yang demikian itu hanya merupakan bentuk logis yang berlebihan. Hal yang demikian itu sesungguhnya karena suatu pernyataan yang hendak dibuktikan nilai kebenarannya sesungguhnya telah merupakan fakta atau data yang telah memiliki evidensi, artinya bahwa objek pengetahuan itu sendiri telah menunjukkan kejelasan dalam dirinya sendiri.[10]




Bab III
Penutup

Kesimpulan
Metode secara etimologi berasal dari kata Yunani meta yang berarti sesudah, hodos yang berarti jalan. Jadi metode berarti langkah langkah yang diambil, menurut urutan tertentu, untuk mencapai pengetahuan yang benar yaitu sesuatu tatacara, teknik, atau jalan yang telah dirancang dan dipakai dalam proses memperoleh pengetahuan jenis apapun, baik pengetahuan humanistik dan historis, ataupun pengetahuan filsafat dan ilmiah.
Yang dimaksud dengan kebenaran ilmiah adalah suatu pengetahuan yang jelas dan pasti kebenarannya menurut norma norma keilmuan.
Langkah langkah yang dibutuhkan dalam metode ilmiah,  Penentuan lokasi penelitian, Penentuan metode penelitian, Penentuan sumber data, Tahap tahap penelitian, Teknik pengumpulan data, Analisis data, Teknik pemeriksaan data.
Kriteria metode ilmiah sebagai berikut: Berdasarkan Fakta, Bebas dari Prasangka, Menggunakan Prinsip Analisa, Menggunakan Hipotesa, Menggunakan Ukuran Obyektif.
Teori teori kebenaran ilmiah yang popular yaitu teori koheren, koresponden  dan teori pragmatik.












Daftar Pustaka

Beni Ahmad Saebani, Filsafat Ilmu, Bandung, CV Pustaka Setia, 2009, http://baimsangadji.blogspot.com/2010/11/makalah-metode-ilmiah_14.html
Bosco Carvallo, Sonny Keraf, A, Andrea Ata ujan, Ilmu pengetahuan dan metodenya, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 1988
Nurani Soyomukti, Pengantar Filsafat Umum, Jogjakarta, Ar Ruzz Media, 2011
Suparlan Suhartono, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Jogjakarta, Ar-Ruzz, 2005
Tim Dosen Filsafat Ilmu, Filsafat Ilmu, Yogyakarta, Liberty Yogyakarta, 2010
Verhaak dan R. Haryono Imam, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Jakarta, PT Gramedia, 1989


[1]  Tim Dosen Filsafat Ilmu, Filsafat Ilmu, Yogyakarta, Liberty Yogyakarta, 2010, h 128
[2]  Suparlan Suhartono, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Jogjakarta, Ar-Ruzz, 2005, h 108
[3]  Verhaak dan R. Haryono Imam, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Jakarta, PT Gramedia, 1989, h 131-132
[4]  Nurani Soyomukti, Pengantar Filsafat Umum, Jogjakarta, Ar Ruzz Media, 2011, h 168
[5]  Beni Ahmad Saebani, Filsafat Ilmu, Bandung, CV Pustaka Setia, 2009, h 155-165
[7] Bosco Carvallo, Sonny Keraf, A, Andrea Ata ujan, Ilmu pengetahuan dan metodenya, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 1988, h 134-141
[8]  Tim Dosen Filsafat Ilmu, Filsafat Ilmu, Yogyakarta, Liberty Yogyakarta, 2010, h 132
[9]  Suparlan Suhartono, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Jogjakarta, Ar-Ruzz, 2005, h 112-116
[10]  Tim Dosen Filsafat Ilmu, Op Cit, h 138-143

No comments:

Post a Comment

Ucapan selamat hari raya idul fitri 2020 atau 1441 H

Hari raya idul fitri dirayakan oleh umat Islam khususnya yang bertepatan pada bulan Syawal, dengan cara saling meminta maaf kepada orang-ora...