Tuesday, June 25, 2019

BRAIN AND LANGUAGE


KATA PENGANTAR


Bismillahirrahmaanirrahiim….
Tiada untaian kata yang pantas kami ucapkan selain ucapan rasa syukur Alhamdulillah Kepada Sang Khaliq yang telah memberikan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan tugas mata kuliah “Psikolinguistik” yang berjudulBrain and Language, meski sangat jauh dari kesempurnaan. Namun, hal itu tidak akan mengurangi eksistensi kami ke depan untuk lebih baik.
Sholatan wa salaman semoga tetap tercurahkan Kepada Sang Revolusioner Islam Nabiyullah Muhammad Saw. Yang telah membawa kita dari jurang kesesatan menuju alam yang penuh dengan terangnya ilmu pengetahuan seperti apa yang telah kita rasakan pada saat ini, itu tidak lain adalah berkat kegigihan Beliau dalam membela Islam.
  Ucapan terimakasih kepada Dosen Pengampu Prof. Dr. H. ………..yang telah memberikan bimbingan dan teman-teman serta orang-orang yang berjasa dalam penyelesaian tugas ini. Kritik dan saran dalam penulisan dan isi sangat diharapkan karena kami masih pemula dan untuk perbaikan selanjutnya.

Penulis,

                                                                                             Kelompok I


BAB I
PENDAHULUAN


A.      Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia dengan manusia lainnya berinteraksi sebagaimana makhluk social yang tak pernah bisa lepas tanpa bantuan manusia lainnya. Manusia menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi dalam berinteraksi dengan sesamanya.
Manusia adalah satu-satunya makhluk hidup yang paling sempurna di antara makhluk hidup lainnya yaitu hewan dan tumbuhan. Kelebihan manusia di antara yang lainnya yaitu memiliki akal dan pikiran serta nafsu. Selain itu juga manusia dalam struktur tubuh serta organ-organnya pun berbeda dengan hewan dan tumbuhan.
Dalam perkembangannya dari sejak diciptakan manusia memiliki struktur organ tubuh yang sempurna, yaitu memiliki otak, panca indera, kaki, jantung, hati, tangan, mulut, lidah, pipi,dan anggota tubuh lainnya sehingga menjadi satu kesatuan tubuh yang utuh dan sempurna. Salah satu anggota tubuh yang sangat berpengaruh dalam kehidupannya yaitu Otak. Otak merupakan tempat menyimpan semua hal yang didapatkan atau dialami oleh manusia.
Apabila kita mempelajari keterkaitan bahasa, pikiran, dan ujaran, tentu saja materi ini tidak terlepas dari pembahasan mengenai bahasa itu sendiri yang terkait dengan otak (brain) dan pikiran (mind).
Di dalam makalah ini akan dijelaskan bagaimana sebenarnya hubungan antara bahasa dan otak, adakah gangguan-gangguan dalam berbahasa, serta kapan masa-masa kritis bahasa itu terjadi.


B.       Rumusan Masalah

1.      Bagaimana hubungan otak dan bahasa ?
2.      Bagaimana struktur otak manusia?
3.      Apakah yang dimaksud gangguan berbahasa pada manusia?
4.      Bagaimana periode kritis berbahasa pada manusia?

C.      Tujuan

1.      Untuk mengetahui hubungan otak dan bahasa
2.      Untuk mengetahui bagaimana struktur otak manusia
3.      Untuk mengetahui gangguan berbahasa pada manusia
4.      Untuk mengetahui kapan dan tahapan-tahapan manusia dalam memperoleh bahasa






















BAB II
PEMBAHASAN

A.      Brain And Language
Otak dan Bahasa
Bahasa dalam kehidupan manusia sangat berperan dalam interaksi sosial sesama manusia, baik untuk komunikasi, maupun menyampaikan pendapat, keinginan, serta segala sesuatu yang dipikirkan yang akan disampaikan pada sesamanya.
Jika kita pikirkan lebih mendalam lagi, sebenarnya bahasa itu timbul darimana? Tanpa kita sadari, kita dengan lancarnya berbahasa dan berbicara dengan sesama, baik teman kita maupun orang-orang yang kita temui setiap hari, bahkan pada diri kita sendiri kita pun berbahasa. Lalu, adakah kaitannya dengan otak kita disaat kita berbicara dan berbahasa dengan orang lain?
Berbicara tentang otak, otak adalah salah satu organ tubuh yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada kita manusia dengan segala fungsinya yang kita gunakan untuk berpikir, merenung, dan menangkap,  menampung serta menyalurkan dan mengungkapkan segala yang ditemukan dan dilihat maupun didengar juga dirasakan oleh kita.

Struktur Otak Manusia
Otak merupakan salah satu komponen sistem susunan saraf manusia. Darisegi ukurannya berat otak manusia adalah 1 sampai 1,5 kilogram ( Steinberg dkk 2001: 311; Dingwall 1998: 60) dengan rata-rata 1330 gram ( Halloway 1996: 77).[1]
Otak terdiri dari dua bagian yaitu batang otak dan korteks serebral. Di dalam batang otak terdapat bagian-bagian yang dinamakan medulla, pons, otak tengah dan serebellum.
Sedangkan di dalam korteks serebral terdiri dari hemisfer (belahan), yaitu hemisfer kiri dan hemisfer kanan, yang dihubungkan oleh korpus kolosum.\
Tiap-tiap hemisfer terbagi lagi dalam bagian-bagian besar yang disebut sebagai lobus, yaitu lobus frontalis, lobus paritelis, lobus oksipitalis, dan lobus temporalis. Permukaan otak yang disebut sebagai korteks serebri tampak berkelok-kelok membentuk lekukan (disebut sulkus) dan benjolan (disebut girus). Dengan adanya sulkus dan girus ini permukaan otak yang disebut korteks serebri itu menjadi lebih luas. Korteks serebri ini mempunyai peranan penting baik pada fungsi elementer, seperti pergerakan, perasaan dan pancaindra, maupun pada fungsi yang lebih tinggi dan kompleks yaitu fungsi mental, atau fungsi luhur atau fungsi kortikal (dari kata korteks) yang terdiri dari isi pikiran manusia, ingatan atau memori, emosi, persepsi, organisasi gerak dan aksi, dan juga fungsi bicara (bahasa).[2]
Hemisfer kiri juga mengendalikan semua anggota badan di sebelah kanan, sebaliknya hemisfer kanan mengendalikan anggota badan sebelah kanan.
Berikut fungsi hemisfer kiri dan hemisfer kanan otak manusia :[3]
Hemisfer Kiri
Hemisfer Kanan
1.      Berbahasa
2.      Membaca
3.      Menulis
4.      Analisa
5.      Menghitung
6.      Berpikir Nalar
7.      Sains
1.      Musik dan lagu
2.      Emosi
3.      Kesenian
4.      Refleksi
5.      Daya ingat
6.      Daya intuisi
7.      Kepribadian

Setelah kita mengetahui struktur otak, ternyata di dalam otak kita sudah terdpat bagian-bagian dengan fungsinya yang salah satunya berkaitan dengan proses berbahasa manusia. Hemisfer kiri  merupakan otak bagian kiri dengan fungsinya dalam kebahasaan. Hal ini juga di dukung oleh penemuan Paul Broca, 1861, seorang ahli bedah Prancis menemukan seorang pasien yang tidak dapat bicara, hanya dapat mengucapkan” tan tan” karena ada kerusakan otak di daerah frontal, yang kemudian dinamakan daeraah Broca. Penemuan ini menjadi dasar teori bahwa kemampuan berbahasa terletak pada hemisfer kiri otak dan daerah Broca berperan penting dalam proses perwujudan bahasa.
Selain itu Carl Wernick, 1873, dokter jerman, menurut penemuannya tetntang kasus pasien yang mempunyai kelainan wicara terdapat kerusakan pada otak belakang, yang disebut daerah Wernick berperan penting dalam pemahaman ujaran.  Teori ini juga memperkuat bahwa letak kemampuan berbahasa terletak pada hemisfer kiri.[4]

B.       The Language Centers Aphasia 
Gangguan Berbahasa
Otak sebagaimana yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya memiliki fungsi yang amat sangat vital bagi manusia. Ia merupakan pusat segala aktivitas , ia akan selalu ‘terjaga’ walaupun manusia tersebut sedang terlelap dalam tidurnya, otak tetap ‘bekerja’ dengan segala mekanismenya yang telah diatur secara otomatis serta sistematis. Namun tak selamnya otak selalu dalam kondisi yang prima atau normal terlebih jika kerusakan tersebut timbul setelah stroke atau trauma. Ada beberapa factor  yang dapat menyebabkan terganggunya fungsi kerja otak, khususnya yang berkaitan dengan fungsinya dalam berbahasa atau berkomunikasi. Gangguan atau cedera otak itu tentunya sangat mengganggu kehidupan manusia sehari-hari, yang mana ia akan mengalami gangguan dalam wicara. Kerusakan berbahasa itu disebut dengan afasia (aphasia),  sedang penderitanya adalah afasik (aphasic).    
Sebagaimana yang telah diketahui bahwa otak dalam hal berbahasa memiliki fungsi sebagai alat untuk menyimpan semua informasi yang diterima , kemudian informasi-informasi tersebut dapat dipanggil kembali (recall) ketika dibutuhkan. Jika terdapat kerusakan yang terjadi pada area Broca atau Wernick sudah barang tentu akan terjadi gangguan. Belahan otak kiri serta kanan tak mampu menjalankan fungsinya masing-masing dengan normal.

Jenis-jenis aphasia:
Kajian mengenai afasiologi ini bagi kebanyakan orang awam adalah hal yang sangat rumit dan membingungkan, walaupun pada kehidupan sehari-hari mereka sudah barang tentu pernah menemukan atau paling tidak menyaksikan penderita aphasia (afasik), namun mereka tidak mengidentifikasi gangguan kerusakan otak itu sebagai gangguan wicara atau berbahasa. Mereka memandang hal itu hanyalah sebagai imbas dari stroke yang umumnya dikenal sebagai penyakit ‘fisik’.  Padahal jika afasia menyerang salah satu dari hemisfir akan timbul dampak buruk yang sangat  mempengaruhi kemampuan berbahasa. Berikut macam dan jenis afisia dalam bidang kajian neurolinguistik: 
1.      Afasia Broca (Broca’s Aphasia Damage ) 
Kerusakan ini terjadi pada area Broca[5] dan dinisbahkan pada nama penemu area Broca yakni Piere Paul Broca. Penderita afasia Broca pada umumnya mereka akan mengalami kesulitan mengekspresikan diri secara lisan dan artikulasi kurang baik., begitu juga ia tak mampu  membentuk kalimat kompleks dengan tata bahasa yang benar, Pasien sendiri masih memiliki kemampuan pemahaman bahasa yang baik, walaupun ada beberapa kasus di mana kemampuan pemahaman bahasa pasien ikut menurun[6]. 
Berikut adalah contoh pasien dengan afasia Broca. Ia bermakud menjelaskan bagaimana ia datang ke rumah sakit untuk menjalani bedah gigi:
"Ya... ah... Senin... ng... Ayah dan Peter H... (namanya), dan Ayah.... ng... rumah sakit... dan... ah... Rabu... Rabu, jam sembilan... dan oh... Kamis... jam sepuluh, ah dokter... dua... dan dokter... dan ng... gigi... yah."[7]
Daerah yang diserang berdekatan dengan korteks motor, maka alat-alat ujaran berbahasa seperti mulut akan  berubah bentuk (Jw:mencong), sehingga kata-kata yang dihasilkan akan terpatah-patah dan lafalnya tidak jelas. Sebagaimana tetangga penulis yang menderita stroke ketika berbincang dengan penulis maka kalimat yang keluar sukar difahami . Pun juga ditandai dengan ketidakmampuan untuk memproduksi dan memahami kalimat-kalimat yang grammatical , disebut dengan istilah agrammatic. 
Ada juga afasia Broca yang disebut dengan afasia Motorik Kortikal, dimana hilangnya kemampuan untuk mengutarakan pikiran dengan menggunakan perkataan, secara gampangnya gudang tempat penyimpanan kata-kata musnah atau hilang. Ia masih bisa mengerti bahasa lisan dan tulisan, akan tetapi ekspresi verbal tidak bisa sama sekali, namun visual masih bisa. Sedang pada penderita Motorik Subkortial ,  hubungan antara Kortial (atas) dengan Subkortial terputus sehingga perintah untuk mengeluarkan perkataan masih bisa dismapaikan melalui gudang Broca (gudang perkataan). Jadi penderita ini tidak dapat mengeluarkan isi pikirannya perkataan, namun dengan membeo[8]. Sedang Motorik Transkortial, gangguan tipe berbahasa ini terjadi akibat gangguan area Broca dan Wernick yang menyebabkan tidak harmonisnya proses pemahaman dan ekspresi bahasa atau kata-kata.
2.      Afasia Wernick (Wernick’s Aphasia Damage)  
Afasia Wernicke yang berhubungan dengan kerusakan area Wernicke pada otak. Area Wernicke adalah pusat bahasa yang bertanggung jawab untuk memproduksi makna, seperti interpretasi kata dan pemilihan kata untuk menghasilkan produksi ujaran[9]. Penderita afesia ini cukup lancar dalam berbicara, namun sulit dimengerti karena kata-kata yang diucapkannya tidak cocok dari segi makna. Penderita ini juga sering kali keliru dalam memilih kata, sebagai contoh: Kata fair digantikan dengan chair, kata carrot dengan cabbage . 
Penderita afasia Wernick juga kesulitan untu menyebutkan nama-nama benda, walaupun sebenarnya ia mengetahuinamanya. Ia mampu menunjukkan benda yang dimaksud akan tetapi ketika akan menyebutkan nama benda tersebut ia tak mampu untuk mengungkapkannya. Kata “pensil” bagi orang normal sangatlah gampang untuk diucapkan, hal yang berbeda dialami penderita afasia Wernick, ia akan sulit menemukan kata dan menamainya  walau lisannya relative lancar[10]. 
Berikut perbedaan kerusakan yang terjadi antara area Broca dan Wernick[11]:   
Afasia Broca:
a.       Menimbulkan kesulitan produksi ujaran .
b.      Penderita memahami bahasa/ujaran.
c.       Bentuk kata-kata tidak sempurna.
d.      Bahasa yang lambat dan tidak jelas. 
Afasia Wernick:
a.       Kehilangan kemampuan memahami ujaran.
b.      Bisa berbicara dengan jelas, akan tetapi kalimat yang dihasilkan tidak jelas maknanya. Cara berbicara ini disebut sebagai ‘Salad Word”.
3.      Afasia Konduksi (Conduction Aphasia)
 Afasia ini terjadi disebabkan oleh putusnya fiber yang menghubungkan antara daerah Broca yang berada pada lobe frontal dengan daerah Wernick yang berada pada lobe temporal, maka penderita afasia ini akan mengalami gangguan ketidakmampuan dalam mengulang kata yang baru saja diberikan kepadanya[12]. Dia memahami perkataan yang diucapkan oleh orang lain, begitu pula akan memahami dan juga akan mengambil barang yang dimaksud, namun tidak mampu menjawab pertanyyan yang ditujukan kepadanya. Ketika sang penanya menayakan A, maka jawaban yang didapat dari penderita afasia konduksi akan berbeda dengan yang dimaksud. Pertanyaan A, jawaban B atau C atau D.
4.      Alexia  dan Agrapharia
Selain gangguan berbahasa seperti afasia Broca dan Wernick, ada juga gangguan lainnya seperti Alexia dan Agrapharia. Kedua hal ini berkaitan dengan kemampuan membaca dan menulis. Pada gangguan Alexia, si penderita mengalami hilangnya kemampuan untuk membaca. Sedangkan agrapharia menyebabkan hilangnya kemampuan untuk menulis huruf-huruf secara normal.

C.      The Critical Period Hypothesis
Masa Kritis Berbahasa Pada Manusia
Apa dan kapan masa kritis bahasa?
            Membicarakan masa kritis berbahasa tentu tidak lepas dari masa pemerolehan bahasa anak. Pemerolehan bahasa anak bisa diartikan sebagai suatu proses dimana anak mulai mengenal komunikasi dengan lingkungannya secara verbal. Dalam kondisi seperti ini bahasa dipahami sebagai satu pranata sosial dan sebagai sistem lambang dalam komunikasi. Sementara itu singleton dan ryan  (2004) mendefinisikan priode kritis sebagai priode kehidupan yang dipengaruhi faktor biologis ketika bahasa bisa dikuasi secara lebih mudah. Hipotesis tentang masa prolehan ini dikenal dengan The Critical Period Hypohesis (CPH), dalam hipotesis ini dinyatakan ada semacam jadwal biologis berkaitan denga masa pemerolehan bahasa. Pada awalnya studi tentang periode kritis ini berkaitan dengan pertama. Studi patolgogis tentang anak-anak yang gagal berbahasa pertama mendorong munculnya gagasan tentang kecenderungan yang dipengaruhi oleh faktor biologis.
            Secara neurofisiologis penfield dan Roberts dalam parera (1986:94) berpendapat bahwa anak pada usia 2 sampai 12 tahun memiliki kemampuan terbatas untuk berbahasa. Masa ini merupakan masa perolehan bahasa yang spesial karena otak plastis bahasa anak berkembang. Kemudian lenneberg (1986:94) menyebutnya sebagai masa kritis berbahasa. Mengapa masa ini kemudian disebut sebagai masa kritis bahasa? Karena pengalaman membuktikan bila anak tidak mengalami proses sosial berbahasa sampai melewati umur kritis berbahasa ini ia akan mengalami kesulitan dan keterlambatan dalam proses berbahasa.[13]
Tahapan masa kritis ini bisa digambarkan sebagai berikut:
Umur
Proses berbahasa
0-3 bulan
Muncul dengkur
4-20 bulan
Proses meraban sampai kata tunggal
21-36 bulan
Proses prolehan bahasa
1-10 tahun
Pemurnian gramatika/tata bahasa dan penambahan kosa kata
11-14 tahun
Pemunculan intonasi asing

            Secara umum telah desetujui bahwa bahasa pada tingkat prolehan bahasa anak lebih mengarah pada fungsi daripada bentuk. Anak akan menggunakan sistem verbal itu sebagai alat komunikasi. Kalau kita menyitir pendapat Michael Halliday dalam parera (1986:89) ada 8 (delapan) fungsi bahasa dalam komunikasi, yaitu fungsi instrumental, fungsi interaksional, fungsi personal, fungsi heuristik, fungsi imajinatif, dan fungsi argumentatif.
            Kalau kita menyitir pendapat Slobin dalam Parera (1986:95) yang telah mengadakan penelitian terhadap 6 (enam) bahasa dalam kaitannya dengan proses dan fungsi bahasa anak, mengatakan bahwa fungsi bahasa anak secara universal adalah:
1)        Menyebut nama benda atau obyek;
2)        Meminta sesuatu, memerintah atau menyatakan keinginan;
3)        Menolak atau menyangkal;
4)        Melukiskan kejadian atau situasi;
5)        Menunjukkan kepemilikan;
6)        Melukiskan sesuatu; dan
7)        Bertanya.
Jendela peluang berbahasa
            Hipotesis masa kritis berbahasa sebenarnya membincangkan masalah kapan sebenarnya waktu dalam kehidupan manusia itu merupakan masa aktif seseorang memperoleh bahasa. Hanya saja persoalan ini selalu menjadi perdebatan, tidak ada kesempatan jelas kapan sebenarnya masa kritis itu berlangsung. Perdebatan ini disebabkan jelas kapan sebenarnya masa kritis itu berlangsung. Perdebatan ini disebabkan karena sebuah asumsi, selam otak manusia masih berkembang, peluang untuk memperoleh bahasa itu terus berbuka. Kalau tidak gangguan dalam lingkungan prenatal, bayi lahir dengan bekal sebanyak 100 miliar neuron dengan koneksi-koneksi awal. Tetapi otak masih berupa produk mentah yang belum selesai. Tugas lingkunganlah yang menyelesaikan atau mengembakalaikan. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa pengembangan otak ini mempunyai batas waktu pengembangan yang disebut oleh Conlan dalam Rakhmat (2007:223) sebagai “windows of opptornuty” (jendela peluang). Proses penyempurnaan koneksi-koneksi dendrit terhenti, begitu jendela peluang ini tertutup. [14]
Bila dikaitkan dengan kompetensi linguistik, jendela peluang untuk belajar bahasa mulai terbuka pada usia dua bulan. Daerah otak yang berkaitan dengan bahasa menjadi sangat aktif pada usia 18 sampai 20 bulan. Bayi menguasai sekitar sepuluh kosakata per hari, sehingga ia menguasai sekitar 900 kata pada usia tiga tahun. Jendela berbahasa ini sebenarnya tetap terbuka sepanjang hidup kita. Tetapi beberapa komponen berbahasa tertutup lebih awal. Jendela bahasa tutur (spoken language) pada usia sepuluh atau sebelas tahun.
Gangguan berbahasa bisa disebabkan oleh banyak hal, diantaranya adalah gangguan lingkungan sosial. Yang dimaksud faktor lingkuangan sebagai penyebab gangguan adalah ketika secara neorologi dan biologi seorang anak normal, akan tetapi karena lingkungan tempat dia tinggal menyebabkan dia tidak bisa mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan bahasanya. Sebagai contoh adalah anak yang hidup dalam keterasingan yang disebabkan oleh kesengajaan (misalnya anak yang hidup dilingkungan hewan).
Kamala adalah seorang anak manusia yang dipelihara oleh serigala. Anak kamala ditemukan oleh seorang misionaris di Midnapore India. Saat ditemukan dia berusia 8 tahun. Karena hidup di lingkungan serigala dia sangat mirip dengan serigala, dia berlari dengan cepat dengan mengunakan kaki dan tangannya, dia mengaum, dan tidak bercakap sepatah katapun, bahkan tidak terlihat ekspresi emosi diwajahnya. Dia tetap tidak bisa berbahasa manusia sampai usia sembilan tahun dan setelah itu dia meninggal dunia pada usia 9 tahun. Sampai usia ini tidak lebih dari 50 kata saja yang bisa dikuasai.
Sebagai  gambaran proses berbahasa pada masa kritis berbahasa bisa dijelaskan bahwa pada bayi, informasi diterima melalui seluruh inderanya. Dan, pendengaran menjadi indera yang pertama kali menyerap informasi. Bahkan sejak dalam kandungan fungsi pendengaran pada bayi sudah bekerja. Setelah itu baru indera perasa, penciuman, penglihatan, dan pengecapan. Informasi yang diterima oleh indera disebut dengan seensai berbagai informasi yang diterima oleh kelima indera menjadi bank data ‘sensi’ yang kemudian disimpan didalam memorinya. Suara ibu berbicara, pelukan ayah, senyum di wajah ibu, bau badan ayahnya, dan lain-lain, merupakan stimulus pada bayi. Seiring dengan terkumpulnya seiring dengan terkumpulnya banyak sensasi yang ia dapat. Saat ibu memeluk dan berkata ‘sayang’ maka bayi akan membentuk persepsi ‘disayang’. Kata ‘ sayang’ yang terucap adalah merupakan penamaan/labeling yang juga akan dimengerti oleh bayi.[15]
Tahapan pembentukan bahasa
            Bagaimana sebuah kata atau kalimat dibentuk? Sebuah proses pembentukan kata atau kalimat setidaknya melibatkan tiga aspek:
a.       Aspek Fonologis
Ketika anak belajar bahasa, ia akan melalui tahapan yang bernama tahapan fonologis. Pada tahapan ini anak akan belajar menggunakan dan mengucapkan bunyi-bunyian secara benar. Bila anak mengalami gangguan fonologis, ia akan mengalami masalah dalam bahasa dan bicara. Di usia kira-kira 5 tahun gerak reflek oral seperti reflek menghisap pada saat menyusu akan diganti dengan gerakan-gerakan yang baik dengan lidanya.
Ada beberapa faktor yang sangat mempengaruhi proses pemerolehan bahasa anak, faktor-fakror (Mansur,: 1982:149) itu adalah faktor neorologis dan psikis, serta faktor lingkungan. Yang dimaksud faktor neurolgi adalah ketersedian dan kesiapan semua alat untuk berbicara dan kecerdesan. Sedangkan yang dimaksud dengan faktor lingkungan adalah lingkungan sosial enkonomi dan pendidikan, motivasi dari lingkungan dan tidak hidup di multilingual.[16]
b.      Tahapan Pemerolehan bahasa
Anak belajar bahasa non verbal maupun verbal telah dimulai sejak dia lahir. Dan proses pemerolehan itu terus berjalan seiring dengan tambanya usia anak, sampai dia mencapai tingkat penguasaan bahasa yang sempurna. Secara psikologis perkembangan anak itu bisa digambarkan melalui tahapan berikutl;
-          Periode sebelum lahir (prenatal)
-          Periode bayi (babyhood)
-          Periode anak – anak (chidhood)
-          Periode remaja (youth)
-          Periode dewasa
-          Periode setengah baya
-          Periode tua.
Pemelohan bahasa ada beberapa pendapat dalam perolehan bahasa ada pemerolehan L1 dan L2,:
a.       Teori belajar bahasa
Bahwa seorang anak belajar berbicara dengan tingkat kelapangan yang luar biasa pada usia dini telah lama menjadi bahan pikiran bagi kalangan dewasa. Kebanyakan anak-anak bahkan telah menguasai bahasa ibu mereka jauh sebelum mereka bisa mengikat tali sepatu mereka. Kemampuan memperoleh bahasa secara historis telah dianggap sebagai suatu “anugera,” suatu landasan pandangan ilmiah yang dikemukakan oleh Noam Chomsky dengan teori tata bahasa universal (universal grammar),” yang menempatkan pengetahuan batiniah dari prinsip-prinsip yang menata dan berlaku bagi semua bahasa.
Pembedaan yang dibuat oleh Chomsky dikenal dengan kompetensi bahasa (apa yang diketahui oleh penutur, apa yang dikaji oleh linguis) dan performansi bahasa (apa yang dilakukan oleh penutur dan apa yang tidak diperlukan penutur dan apa yang tidak perlu dilakukan oleh linguis) memberikan stimulus yang kuat bagi perkembangan baru dalam lingustik. Defenisinya mengenai teori lingustik sebagai aspek mentalik (menyangkut penemuan realitas mental yang memungkinkan terjadinya prilaku aktual) menjadi tantangan bagi teori lingustik behavioris, yang objek studinya merupakan perilaku verbal fisik yang dapat diamati secara langsung (yalden,1989:15). Menurut Chomsky, bahasa bukan sebuah sistem kaidah yang terinternalisasi. Proses pemerolehan bahasa tidak ditemukan oleh peniruan, penguatan, dan pembentukan kebiasaan, tetapi oleh adanya kapasitas dalam yang ada pada diri pembelajar sendiri (Sumarno, 1985:20).[17]
Jangka waktu yang menentukan
            Seperti dikatakan diatas, B1 biasanya diperoleh seorang anak pada waktu ia masih dalam masa kanank – kanak (childhood). Dalam hal ini sering dipertanyakan orang: “ Apakah ada usia yang membatasi kemungkinan pemerolehan B1? Rupanya tidak ada jawaban yang tepat atas pertanyaan ini, karena para cendikiawan masih meragukan makna bahasa, dan penguasaan bahasa secara lengkap (complete language mastery).
Pada umumnya, orang mengatakan bahwa sesudah usia pubertas (12-14 tahun), sedikit atau tidak ada kemajuan yang menonjol dalam pemerolehan (Klein, op-cit). Seorang anak boleh dikatakan sudah cukup lancar B1-nya pada waktu ia masuk SD, tetapi sudah tentu masalah-masalah bahasa yang dihadapinya tetap ada, walaupun ia sudah mencapai usia dewasa. Mungkin masih banyak struktur-struktur yang belum dikuasainya, khususnya yang tidak digunakannya dalam komunikasi sehari-hari. [18]
Hipese umur kritis
            Sebelum mencapai umur belasan bawah, sekitar umur 12 tahunan, anak mempunyai kemampuan untuk memperoleh bahasa manapun yang disajikan padanya secara natif. Hal ini tampak terutama pada aksennya. Gejala ini dinyatakan dalam hipotese yang bernama Hipotese umur Kritis (Critical Age Hypothesis) yang diajukan oleh Lenneberg (1967). Jadi seandainya ada keluarga di Amerika yang tinggal di jakarta dan kemudian mereka melahirkan anak, dan anak itu bergaul dengan orang-orang Indonesia sampai dengan, katakanlah, umur 5-7 tahun, dia pasti akan dapat berbahasa Indonesia jakarta seperti anak jakarta yang lain. Begitu juga sebaliknya: anak Indonesia yang lahir dan besar di New York dan bergaul dengan orang-orang New York akan berbicara bahasa inggris New York seperti orang New York yang lain.
Kekidalan dan kekinanan
            Manusia ada yang kidal (left-handed) dan ada yang istilah barunya kinan right-handed). Sementara itu, ada pula orang yang mampu menggunakan tangan kiri atau kanannya secara imbang. Orang semacam ini dinamakan ambidekstrus (ambidextrous). Menurut penelitian yang dilakukan orang (Klar 1999), jumlah penduduk dunia yang kidal hanyalah 9%. Dari jumlah ini, hanya 30% yang didominasi oleh hemisfir kanan. Hal ini berarti bahwa meskipun seseorang itu kidal, tetap saja hemisfir yang lebih dominan untuk kebahasaan adalah hemisfir kiri.[19]
                                                                                                                                                                           




























BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Setelah dijelaskan di atas dapat kita simpulkan bahwa otak dan bahasa mempunyai hubungan yang erat. Otak kita yang terdiri dari dua hemisfer yaitu hemisfer kiri dan hemisfer kanan, dimana kemampuan berbahasa, berbicara, berpikir kita terdapat pada otak sebelah kiri kita atau biasa disebut hemisfer kiri atau daerah Broca, sedangkan hemisfer kanan lebih berperan pada emosi, daya intuisi, musik dan lagu.
Manusia yang normal fungsi otak dan alat bicaranya, tentu dapat berbahasa dengan baik. Namun jika memiliki kelainan pada otaknya, maka tidak akan bisa berbahasa dengan baik. Kerusakan berbahasa itu disebut dengan afasia (aphasia),  sedang penderitanya adalah afasik (aphasic).
Masa kritis berbahasa tentu tidak lepas dari masa pemerolehan bahasa anak.
Tahapan masa kritis ini bisa digambarkan sebagai berikut:
Umur
Proses berbahasa
0-3 bulan
Muncul dengkur
4-20 bulan
Proses meraban sampai kata tunggal
21-36 bulan
Proses prolehan bahasa
1-10 tahun
Pemurnian gramatika/tata bahasa dan penambahan kosa kata
11-14 tahun
Pemunculan intonasi asing

Bila dikaitkan dengan kompetensi linguistik, jendela peluang untuk belajar bahasa mulai terbuka pada usia dua bulan. Daerah otak yang berkaitan dengan bahasa menjadi sangat aktif pada usia 18 sampai 20 bulan. Bayi menguasai sekitar sepuluh kosakata per hari, sehingga ia menguasai sekitar 900 kata pada usia tiga tahun. Jendela berbahasa ini sebenarnya tetap terbuka sepanjang hidup kita. Tetapi beberapa komponen berbahasa tertutup lebih awal. Jendela bahasa tutur (spoken language) pada usia sepuluh atau sebelas tahun.






























DAFTAR PUSTAKA

·         Arifuddin, Neuropsikolinguistik, PT.Rajagrafindo Persada: Jakarta, 2010.
·         Anjarningsih, Herwitha Yuhria, Otak dan kemampuan berbahasa, Jakarta: pustaka Rihama, 2010.
·         Chaer, Abd, Psikolinguistik Kajian teoritik, Jakarta: Rineka Cipta, 2009.
·         Dardjowidjojo, Soenjono, Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005.
·         Hasanah, Mamluatul, Prespektif Al-Qur’an dan Pisikolinguistik, Malang: UIN Malang Press, 2010.
·         Nababan ,Sri Utari Subyakto, Psikolinguistik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992.
·         Ramly, Najmudin, Rahasia dan Keajaiban Kekuatan Otak Tengah, Jakarta Selatan: Best Media Utama, 2010.
·         http://id.wikipedia.org/wiki/Area_Broca, diakses pada 03 Oktober 2012
·         http://id.wikipedia.org/wiki/Neurolinguistik,diakses pada 03 Oktober 2012




































[1] Soenjono Dardjowidjojo, Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia, ( Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005), h.203.
[2] Abd. Chaer, Psikolinguistik Kajian teoritik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h.116-117.
[3] Najmudin Ramly, Rahasia dan Keajaiban Kekuatan Otak Tengah, (Jakarta Selatan: Best Media Utama, 2010), h.48-49
[4] Abdul Chaer, Op.Cit
[5]  Herwitha Yuhria Anjarningsih, Otak dan kemampuan berbahasa, (Jakarta;pustaka Rihama, 2010), h. 64
[6]   http://id.wikipedia.org/wiki/Area_Broca, diakses pada 03 Oktober 2012
[7]  Soenjono, Op.Cit.
[8]  Abdul Chaer, Op.Cit
[10]  Arifuddin, Neuropsikolinguistik. (PT.Rajagrafindo Persada: Jakarta, 2010),h. 276
[11]  Ibid
[12]  Soenjono, Op.Cit.
[13] Mamluatul hasanah, Prespektif Al-Qur’an dan Pisikolinguistik,(malang,UIN Malang Press,2010), 45.
[14] Ibid.,47
[15] Ibid.,49
[16] Ibid.,59
[17] Arifudin, Neuropsikolinguistik,(Jakarta: Rajawali Pers 2010), 133-135
[18] Sri Utari Subyakto-Nababan, Psikolinguistik,(Jakarta,:Gramedia Pustaka Utama,1992),111-112
[19] Soenjono Dardjowidjojo, Psikolinguistik: pengantar pemahaman bahasa manusia, (Jakarta,2005).218-219.
 













DAFTAR ISI


Halaman Judul                                                                                            i
Kata Pengantar                                                                                            ii                            
Daftar Isi                                                                                                     iii                                                                                                                                                                                 
BAB I  PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah                                                                        1                            
B.  Rumusan Masalah                                                                                  1
C.  Tujuan                                                                                                    2                                        
BAB II PEMBAHASAN
A.    Brain and Language                                                                              3    
B.     The Language Centers Aphasia                                                            5
C.     The Critical Period Hypothesis                                                             9
    
BAB III PENUTUP
Kesimpulan                                                                                                 17                                                                                                                                                                                                              
Daftar Pustaka












No comments:

Post a Comment

Ucapan selamat hari raya idul fitri 2020 atau 1441 H

Hari raya idul fitri dirayakan oleh umat Islam khususnya yang bertepatan pada bulan Syawal, dengan cara saling meminta maaf kepada orang-ora...