KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah
SWT yang senantiasa
mencurahkan Taufiq dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini. Shalawat dan Salam semoga tetap tercurahkan pada junjungan Nabi
Besar Muhammad SAW, para Sahabat dan Keluarganya.
Makalah ini berjudul “ The Birth of Grammar and Evidence for
inaateness ” yang
merupakan salah satu tugas pokok dalam mata kuliah Psikolinguistik.
Penulis menyadari masih banyak kelemahan dan kekurangan dalam penulisan
makalah ini, oleh karena itu kritik dan
saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Demikian makalah ini penulis
susun, semoga bermanfaat. Atas perhatian
dan partisipasinya penulis
ucapkan terima kasih.
Malang,
12 Oktober 20....
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR............................................................................................. i
DAFTAR
ISI ii
BAB
I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A.
Latar Belakang 1
B.
Rumusan Masalah............................................................................................. 2
C.
Tujuan 2
BAB
II PEMBAHASAN....................................................................................... 3
A. The birth of grammar ........................................................................................ 3
1.
Pemerolehan bahasa pada anak ................................................................. 3
2.
Tahap-tahap pemerolehan bahasa .............................................................. 4
3.
Bentuk tata bahasa pada anak ................................................................... 5
B. Evidence for innateness..................................................................................... 5
1.
Gagasan Chomsky tentang pembawaan
bahasa
2.
Bukti biologis bakat bahasa
C. Childish creativity............................................................................................ 10
BAB
III PENUTUP.................................................................................................. .... 24
A.
Kesimpulan 24
DAFTAR
PUSTAKA........................................................................................... 25
BAB
I
PENDAHULUAN
a.
Latar belakang
Kata psikologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu psiche
dan logos, psiche yang dalam bahasa Inggris bersinonim dengan soul,
mind, dan spirit yang mempunyai arti jiwa, sedangkan logos
artinya nalar, logika atau ilmu. Jiwa, dalam bahasa Arab disebut nafs
atau ruh yang merupakan masalah yang abstrak. Secara harfiah psikologi
adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa manusia.[1]
Linguistik secara umum lazim disebut dengan ilmu
bahasa atau ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Linguistik
merupakan ilmu yang empiris. Sebagai ilmu yang empiris kajian linguistik
bertolak dari pengamatan yang objektif dan teliti terhadap gejala tutur yang
berulang sama.[2]
Psikolinguistik adalah suatu studi mengenai penggunaan bahasa dan
perolehan bahasa oleh manusia. Dari definisi ini terlihat ada dua aspek yang
berbeda, yaitu pertama perolehan yang menyangkut bagaimana seseorang,
terutama anak-anak belajar bahasa dan kedua penggunaan yang artinya
penggunaan bahasa oleh orang dewasa normal.[3]
Sebelum
menggunakan bahasa, seorang pemakai bahasa terlebih dahulu memperoleh bahasa.
Dalam kaitan ini Levelt mengemukakan
bahwa psikolinguistik adalah suatu studi mengenai penggunaan dan perolehan
bahasa oleh manusia. Kridalaksana pun berpendapat sama dengan menyatakan bahwa
psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara bahasa dengan perilaku dan akal budi
manusia serta kemampuan berbahasa dapat diperoleh. Dalam proses berbahasa
terjadi proses memahami dan menghasilkan ujaran, berupa kalimat-kalimat. Karena itu, Emmon
Bach mengemukakan bahwa psikolinguistik adalah suatu ilmu yang meneliti
bagaimana sebenarnya para pembicara/pemakai
bahasa membentuk/ membangun kalimat-kalimat bahasa tersebut.[4]
Salah
satu yang perlu dibahas adalah tentang
perolehan bahasa atau awalmula munculnya bahasa pada anak dan telah dijelaskan dengan ulasan ringkas
diatas bahwa perolehan bahasa pada anak melalui proses bawaan dan pengaruh
lingkungan yang semuanya berdampak pada proses anak berbahasa pada keseharian.
B.
Rumusan masalah
1.
Bagaimana proses
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Awal mula munculnya tata
bahasa pada anak
Dalam
bidang sintaktis, anak memulai berbahasa dengan mengucapkan satu kata (bagian
kata). Kata ini, bagi anak, sebenarnya hanyalah merupakan kalimat penuh, tetapi
karena ia belum dapat mengatakan lebih dari satu kata, ia hanya mengambil satu
kata dari seluruh kalimat. Seandainya anak tersebut bernama Andi dan yang ingin
disampaikan adalah Andi mau pipis, dia akam memilih di (untuk kata Andi), mo
(untuk kata mau), dam pis (untuk kata pipis).
Pemerolehan sintaksis dimulai ketika kanak-kanak mulai dapat
menggabungkan dua buah kata atau lebih (lebih kurang ketika berusi 2:0 tahun).
Karena itu mereka menganggap tahap holofrasis
tidak berkaitan dengan perkembangan pemerolehan sintaksis.
Jika anak-anak telah mencapai tahap dua
kata atau lebih, ucapan-ucapannya juga menjadi semakin banyak, dan mudah
ditafsirkan. Oleh karena itulah, penyelidik lebih cenderung untuk memulai
kajian pemerolehan bahasa itu pada tahap dua kata. Penyelidik menggunakan
beberapa teori dalam mengkaji pemerolehan bahasa anak pada tahap dua kata.
1.
Masa Pemerolehan Bahasa
Proses pemerolehan bahasa pertama
anak bisa dilihat dalam bagan berikut:
Kompetensi Semantik
|
Proses Kompetensi
|
Kompetensi Sintaksis
|
Pemerolehan bahasa
|
Kompetensi Fonologis
|
Proses Performansi
|
Proses Pemahaman
(Mengamati dan Mempersepsi)
|
Kompetensi Linguistik
|
Proses Penerbitan
(Menghasilkan Kalimat)
|
Dari bagan di atas bisa dijelaskan,
bahwa pemerolehan bahasa pada anak melalui dua proses, yaitu proses kompetensi
dan proses performansi. Pada tahapan proses kompetensi anak mengalami proses
penguasaan tata bahasa yang berlangsung tanpa disadari. Sedangkan pada tahap
proses performansi anak melalui dua tahapan, pertama tahapan proses pemahaman
yang didalamnya anak mengalami proses
mengamati dan mempersepsi setiap apa yang dilihat. Kedua, tahap proses
penerbitan. Pada tahapan ini anak mulai memproduksi kata sampai kalimat-kalimat.
Saat anak tuntas melalui proses performansi inilah anak dikatakan mempunyai
kompetensi linguistik.
Pengertian competence dan
performance muncul dan lebih sering dipakai oleh tata bahasa transformasi yang
dipelopori oleh Chomsky. Kompetensi secara linguistic berupa kegiatan internal
dalam proses berbahasa. Dalam hubungannya dengan pemerolehan bahasa kompetensi
mempunyai ciri-ciri yaitu:
1.
Kemampuan membedakan bunyi bahasa
dan bunyi yang lain
2.
Kemampuan membedakan bunyi-bunyi
yang bertentangan atau fonem
3.
Kemampuan membedakan
kalimat-kalimat yang ambigius
4.
Kemampuan membedakan satu kalimat
dengan kalimat yang lain
5.
Kemampuan mengenal kosakata baru
bahasa sendiri dan bahasa asing
6.
Kemampuan membedakan bunyi bahasa
sendiri dan bahasa asing
7.
Kemampuan membedakan intonasi
Sedangkan
performansi merupakan bentuk lahiriah atau pelaksanaan actual dari proses
berbahasa. Dengan demikian muncul kesan seakan akan kompetensi lebih tinggi
dari performansi. Performansi dan kompetensi hampir tidak bisa dibedakan mana
yang lebih tinggi.
Setiap manusia
dibekali dengan kompetensi satu (C1) sejak lahir dengan keterbatasan mental
fisik. seseorang tidak selalu bisa mengingat segala informasi yang pernah
diterimanya, ini disebut keterbatasan mental. Seseorang tidak berjalan jauh
tanpan makan dan minum, ini berarti keterbatasan fisik. Kompetensi dua (C2)
sejalan dengan apa yang dekemukakan Chomsky, dan sebut Richard dengan istilah
kompetensi komunikatif. Sedangkan kompetensi tiga (C3) adalah kemampuan
seseorang untuk memproduksi dan memahami tuturan. C3 tidak hanya berhubungan
dengan komponen gramatikal akan tetapi juga pemahaman terhadap sutuasi dan
konteks tuturan.[5]
2.
Tahapan Pemerolehan Bahasa
tahap-tahap
pemerolehan bahasa yang dibahas dalam makalah ini adalah tahap linguistik
yang terdiri atas beberapa tahap, yaitu (1) tahap pengocehan (babbling);
(2) tahap satu kata (holofrastis); (3) tahap dua kata; (4) tahap
menyerupai telegram (telegraphic speech).
a)
Vokalisasi Bunyi
Pada umur sekitar 6 minggu, bayi mulai mengeluarkan
bunyi-bunyi dalam bentuk teriakan, rengekan, dekur. Bunyi yang dikeluarkan oleh
bayi mirip dengan bunyi konsonan atau vokal. Akan tetapi, bunyi-bunyi ini belum
dapat dipastikan bentuknya karena memang belum terdengar dengan jelas.
Setelah tahap vokalisasi, bayi mulai mengoceh (babling). Celoteh
merupakan ujaran yang memiliki suku kata tunggal seperti mu dan da.
Adapun umur si bayi mengoceh tak dapat ditentukan dengan pasti. Mar’at
(2005:43) menyebutkan bahwa tahap ocehan ini terjadi pada usia antara 5 dan 6
bulan. Dardjowidjojo (2005: 244) menyebutkan bahwa tahap celoteh terjadi
sekitar umur 6 bulan.
Pada tahap celoteh ini, anak sudah menghasilkan vokal dan
konsonan yang berbeda seperti frikatif dan nasal. Celotehan dimulai dengan
konsonan dan diikuti dengan vokal. Ciri lain dari celotehan adalah pada usia
sekitar 8 bulan, stuktur silabel K-V ini kemudian diulang sehingga muncullah
struktur seperti:
K1 V1 K1 V1 K1 V1…papapa mamama bababa…
Orang tua mengaitkan kata papa dengan ayah dan mama
dengan ibu meskipun apa yang ada di benak tidaklah kita ketahui.
Begitu anak melewati periode mengoceh, mereka mulai menguasai
segmen-segmen fonetik yang merupakan balok bangunan yang dipergunakan untuk
mengucapkan perkataan. Mereka belajar bagaimana mengucapkan sequence of
segmen, yaitu silabe-silabe dan kata-kata. Cara anak-anak mencoba menguasai
segmen fonetik ini adalah dengan menggunakan teori hypothesis-testing (Clark
& Clark dalam Mar’at 2005:43). Menurut teori ini anak-anak menguji coba
berbagai hipotesis tentang bagaimana mencoba memproduksi bunyi yang benar.
Pada tahap-tahap permulaan pemerolehan bahasa, biasanya
anak-anak memproduksi perkataan orang dewasa yang disederhanakan sebagai
berikut:
(1) menghilangkan konsonan akhir:
Blumen bu
boot bu
(2) mengurangi kelompok konsonan menjadi segmen tunggal:
Batre bate
Bring bin
(3) menghilangkan silabel yang tidak diberi tekanan
Kunci ti
Semut emut
(4)
reduplikasi silabel yang sederhana
Pergi gigi
Nakal kakal
b)
Tahap Satu-Kata (Holofrastis)
Tahap ini
berlangsung ketika anak berusia antara 12 - 18 bulan. Ujaran-ujaran yang
mengandung kata-kata tunggal diucapkan anak untuk mengacu pada benda-benda yang
dijumpai sehari-hari. pada usia ini pula, sang anak sudah mengerti bahwa bunyi
ujar berkaitan dengan makna dan mulai mengucapkan kata-kata yang pertama.
Itulah sebabnya tahap ini disebut tahap satu kata satu frase atau kalimat, yang
berarti bahwa satu kata yang diucapkan anak itu merupakan satu konsep yang
lengkap, misalnya “mam” (Saya minta makan); “pa” (Saya mau papa ada di sini),
“Ma” (Saya mau mama ada di sini).
Mula-mula,
kata-kata itu diucapkan anak itu kalau rangsangan ada di situ, tetapi sesudah
lebih dari satu tahun, “pa” berarti juga “Di mana papa?” dan “Ma” dapat juga
berarti “Gambar seorang wanita di majalah itu adalah mama”.
c)
Tahap Dua Kata, (Two-Word Stage)
Tahap ini
berlangsung ketika anak berusia 18-20 bulan. Ujaran-ujaran yang terdiri atas
dua kata mulai muncul, anak sudah mulai berpikir secara “subjek + predikat”
meskipun hubungan-hubungan seperti infleksi, kata ganti orang dan jamak belum
dapat digunakan. Dalam pikiran anak itu, subjek + predikat dapat terdiri atas
kata benda + kata benda, seperti “Ani mainan” yang berarti “Ani sedang bermain
dengan mainan” atau kata sifat + kata benda, seperti “kotor patu” yang artinya
“Sepatu ini kotor” dan sebagainya.
d)
Ujaran Telegrafis (Telegraphic Stage)
Pada usia 2 dan 3
tahun, anak mulai menghasilkan ujaran kata-ganda (multiple-word utterances)
atau disebut juga ujaran telegrafis. Anak juga sudah mampu membentuk kalimat
dan mengurutkan bentuk-bentuk itu dengan benar. Kosakata anak berkembang dengan
pesat mencapai beratus-ratus kata dan cara pengucapan kata-kata semakin mirip
dengan bahasa orang dewasa. Contoh dalam tahap ini diberikan oleh Fromkin dan
Rodman.
“Cat
stand up table” (Kucing berdiri di atas meja);
“What that?”
(Apa itu?);
“He
play little tune” (dia memainkan lagu pendek);
“Andrew
want that” (Saya, yang bernama Andrew, menginginkan itu);
“No
sit here” (Jangan duduk di sini!)
Pada usia dini dan
seterusnya, seorang anak belajar B1-nya secara bertahap dengan caranya sendiri.
Ada teori yang mengatakan bahwa seorang anak dari usia dini belajar bahasa
dengan cara menirukan. Namun, Fromkin dan Rodman (1993:403) menyebutkan hasil
peniruan yang dilakukan oleh si anak tidak akan sama seperti yang diinginkan
oleh orang dewasa. Jika orang dewasa meminta sang anak untuk menyebutkan “He’s
going out”, si anak akan melafalkan dengan “He go out”.[6]
B. Bukti pembawaan pada anak ( evidence for innateness)
1.
Gagasan Chomsky tentang bakat bahasa
Asumsi dasar bahwa anak yang memperoleh bahasa tidak hanya sekadar belajar
sebuah akumulasi tuturan yang acak tetapi mempelajari seperangkat kaidah yang
melandasi prinsip pembentukan pola ujaran. Seorang anak membuat dan
menginternalisasikan tata bahasa dengan cara-cara tertentu. Ia akan mencari
keteraturan tuturan yang didengarnya di sekitarnya.
Menurut Chomsky, kesemestaan bahasa terdiri atas 2 tipe yaitu :
a.
Kesemestaan substantif
Kesemestaan ini mewakili blok fundamental bahasa, contohnya seorang anak
secara instingtifsecara otomatis menolak bersin, tepuk tangan, bunyi tapak kaki
sebagai bunyi bahasa tetapi ia menerima bahwa /b, o, g, l/ dan seterusnya
sebagai bunyi bahasa.
b.
Kesemestaan formal
Kesemestaan ini berkenaan dengan bentuk tata bahasa termasuk cara dimana
bagian yang berbeda itu berhubungan satu dengan yang lain, contohnya
pengetahuan bawaan orang Eskimo tentang membangun iglo itu bentuknya bulat dan
tidak kerucut.[7]
Bakat bahasa berada dalam black box yang disebut LAD (Language Acquisition
Device) atau peranan pemerolehan bahasa yang terdiri atas 4 bakat yaitu :
a.
Kemampuan membedakan bunyi ujaran dengan buntu yang lain dalam
lingkungannya.
b.
Kemampuan mengorganisasikan peristiwa bahasa ke dalam variasi yang beragam.
c.
Pengetahuan tentang adanya sistem bahasa tertentu yang mungkin dan sistem
yang lain yang tidak mungkin.
d.
Kemampuan mengevaluasi sistem perkembangan bahasa yang membentuk sistem
yang mungkin dengan cara paling sederhana dari data kebahasaannya.
LAD juga merupakan kemampuan akal yang tertata,
dan dengan kemampuan itu manusia bisa mengetahui kaidah-kaidah tanpa perlu
mempelajarinya dalam bentuk teori tradisional. Dan kaidah-kaidah alami
universal ini dikontrol oleh instrumen atau alat imajinasi yang keberadaanya
tergambar jelas didalam otak manusia. Dan instrument tersebut memiliki cirri
cirri sebagai berikut :
1. Ia adalah khusus bagi manusia, tanpa melihat
perbedaan tingkat kecerdasan, budaya dan pendidikanya.
2. Ia dimulai pada fase anak-anak hingga
kira-kira usia sebelas tahun, dan ia tunduk pada cirri-ciri umum alami yang
dimiliki semua bahasa.
3. Ia dapat membantu anak dalam memperbaiki
input bahasa yang ia peroleh dari lingkunganya, dan memahami system bahasa
tersebut untuk menyimpulkan suatu kaidah dari bahasa tersebut
4. Mampu membedakan bunyi-bunyi kalimat dari
kalimat lain di lingkunganya.
5. Mampu membuat bunyi-bunyi bahasa sampai
beberapa bagian yang perbaikanya langsung kemudian
6. Mengetahui bentuk jenis system suatu bahasa
sebagai sesuatu yang mungkin, dan system lainya tidaklah mungkin
7. Mampu menghasilkan system bahasa dengan
mudah karena ia telah banyak memiliki materi-materi bahasa.
Pandangan-pandangan Chomsky yang alami atau
disebut bawaan dari lahir banyak menuai kritik khususnya tentang pandangannya
yang terkait dengan instrument atau perolehan bahasa (LAD). Penafsiran terhadap
perolehan bahasa sebagai bawaan kodrati dan hipotesisnya tentang adanya
instrument yang mengarahkan pemerolehan bahasa, sebenarnya merupakan hasil dari
aplikasi teori kaidah universal (universal grammar).
Kaidah universal didefinisikan sebagai himpunan kaidah-kaidah dan system-sistem yang
bersifat universal , pada umumnya semua bahasa memiliki kesamaan, dan tidak ada
kekhususan bagi bahasa tertentu. Kaidah universal ini mencangkup himpunan
masalah-masalah dan gagasan-gagasan yang dimiliki oleh anak dalam artian
bahwasanya kaidah-kaidah ini adalah system yang permanen, yang ada didalam akal
manusia.
Mengenai hipotesis nurani ini perlu
dibedakan adanya dua macam hipotesis nurani, yaitu hipotesis nurani bahasa dan
hipotesis nurani mekanisme. Hipotesis nurani bahasa merupakan satu asumsi yang
mnyatakan bahwa sebagian atau semua bagian ddari bahasa tidaklah dipelajari
atau diperoleh tetapi ditentukan oleh fitur-fitur nurani yang kusus dari organisme
manusia yang menekankan pada suatu “ benda” nuarani yang dibawa sejak lahir
yang khusus untuk bahasa dan berbahasa. Sedangkan hipotesis nurani mekanisme
menyatakan bahwa proses pemerolehan bahasa oleh manusia ditentukan oleh
perkembangan kognitif umum dan mekanisme nurani umum yang berinteraksi dengan
pengalaman yang mana pengalaman tersebut menekankan suatu “benda” nurani
berbentuk mekanisme yang umum untuk semua kemampuan manusia.
2.
Bukti Biologis Bakat Bahasa
Bukti biologis dapat dilihat dari adanya
mulut, paru-paru, dan otak. Mulut terdiri atas gigi, bibir, lidah, rongga
mulut, laring, pita suara. Paru-paru yang tetap bekerja normal tanpa gangguan
saat manusia berbicara. pernapasan manusia tampaknya disesuaikan untuk
menghasilkan tuturan. Selama berbicara, irama napas paru paru berjalan normal
tanpa mengakibatkan ganggguan bagi pembicara. Meskipun manusia itu berbicara
berjam jam, hal semacam itu tidak akan berakibat buruk terhadap paru-parunya.
Anak kecil yang belajar bermain seruling memerlukan guru untuk memberi petunjuk
tentang teknik pernapasan yang benar supaya menghasilkan tiupan seruling yang
bagus. Tetapi, tidak pernah ada yang memberikan ajaran kepada anak untuk
mengatur napasnya ketika anak itu memperoleh bahasanya. Memang sukar untuk menentukan
mana yang lebih dulu, adaptasi pernapasan atau berbicara.[8]
Dan otak dari bagian terendah, pangkal otak, dan bagian tertinggi yaitu
serebrum. Pangkal otak menjaga tubuh tetap hidup dengan mengendalikan
pernapasan, detak jantung. Serebrum ada hemisfer serebral yaitu kiri dan kanan.
Hemisfer kanan mengendalikan bagian tubuh sebelah kiri begitu juga sebaliknya.
Otak mengalami laterisasi yaitu pengkhususan fungsi otak sebelah kiri dan
kanan untuk fungsi tertentu. Bahasa dilaterisasikan pada otak sebelah kiri. Ada
2 kawasan otak yaitu :
a.
Area Broca
Terletak di
depan dan di atas telinga kiri. Kerusakan pada area ini merusakkan produksi
tuturan, artikulasi kata kurang jelas, lafal bunyi bahasa tidak baik,
kalimatnya tidak gramatikal, tidak lancar berbicara, namun masih mampu
memproduksi tuturan yang bermakna. Penyakit ini disebut afasia Broca.
b. Area Wernicke
Terletak di
sekitar dan di bawah telinga kiri. Kerusakan pada area ini merusakkan tuturan
pemahaman.
Afasia adalah
kehilangan sebagian atau seluruh kemampuan untuk memakai bahasa lisan karena
penyakit, cacat, atau cedera pada otak. Ada 2 jenis afasia yaitu :
1. Afasia Broca adalah afasia yang terjadi karena
kerusakan jaringan pada bagian depan otak yang ditandai dengan bicara yang
sulit dan tersendat-sendat.
2. Afasia wernicke adalah afasia yang terjadi karena
kerusakan jaringan pada bagian belakang otak yang ditandai dengan
ketidakmampuan memahami kalimat dan menghasilkan kalimat yang bermakna.
Jelaslah
bahwa ada petunjuk dalam mulut, laring, dan paru‑paru bahwa manusia
C.
Kreatifitas bahasa pada
Anak
“Kreativitas” dalam bahasa yang
dimaksud adalah “kemampuan manusia penutur bahasa tertentu untuk memahami
unsur-unsur bahasa dalam bahasanya itu, dalam jumlah yang tidak terbatas,
mengolahnya, dan menentukan benar dan
salahnya, walaupun ia tidak pernah mendengarnya atau belajar mengucapkannya
sebelumnya”. Kemampuan kreativitas ini terbentuk dari pengetahuan manusia yang
alami terhadap kaidah-kaidah bahasa yang terbatas. Dari sinilah kemudian timbul
penamaan teori ini dengan nama Teori Generatif.[9]
Lingkungan linguistik seorang anak menentukan bahasa
ibu itu. Anak-anak cenderung datang dengan segala macam kata-kata dan
ungkapan-ungkapan yang belum pernah mereka dengar sebelumnya karena orang
dewasa tidak menggunakannya.
Chomsky menyimpulkan bahwasannya tujuan studi bahasa adalah sampainya seseorang pada
pendiskripsian media (bahasa) ini. Dengannya, si penutur bahasa tertentu bisa
menciptakan kalimat-kalimat baru dengan daya kreasinya dan memahaminya dengan
benar, walaupun sebelumnya ia tidak pernah mendengarnya.[10]
Anak-anak mencoba untuk membangun, atau
merekonstruksi, bahasa ibu mereka adalah jenis pengolahan kognitif atau
penyetelan yang biasanya menunjukkan bahwa anak telah dikembangkan untuk tahap
linguistik yang sedikit lebih maju dari perkembangan bahasa.
[1]Rohmani
Nur Indah dan Abdurrahman, Psikolinguistik Konsep dan Isu Umum, (Malang:
UIN Malang Pres, 2008). p 3.
[2]ibid.
p 6.
[3]
Samsunuwiyati Mar’at, Psikolinguistik Suatu Pengantar,Cetakan
Kedua, (Bandung: Refika Aditama, 2009),
p 1.
[4]http://www.syafir.com/2011/11/20/definisi-psikolinguistik
[5]
Mamluatul hasanah, proses manusia berbahasa persepektif al-quran dan
psikolinguistik, uin maliki press, 2012, hal.58
[6] http://nahulinguistik.wordpress.com/2009/04/14/pemerolehan-bahasa-pertama/
Rabu, 10 Oktober
2012 jam 08.50
[7] http://gado2indonesia.blogspot.com/2009_03_01_archive.html,
diakses tanggal 10/10/2012 jam 21.59
[9]Abdul
Aziz bin Ibrahim el-Ushaili, Psikolinguistik Pembelajaran Bahasa Arab, Cetakan
Pertama, (Bandung : Humaniora, 2009), p 77.
[10]Ibid,
p 78.
No comments:
Post a Comment