BAB I
PENDAHULUAN
Hubungan bahasa dengan masalah-masalah filsafat telah lama menjadi
perhatian para filusuf, bahkan hal ini telah berlangsung sejak zaman Yunani.
Suatu perubahan terpenting terjadi ketika para filusuf mengetahui bahwa
berbagai macam problem filsafat dapat dijelaskan melalui suatu analisis bahasa.
sebagai contoh problem filsafat yang menyangkut pertanyaan, keadilan, kebaikan,
kebenaran, kewajiban, hakikat ada dan pertanyaan-pertanyaan fundamental lainnya
dapat dijelaskan dengan menggunakan metode analisis bahasa. Tradisi ini oleh
ahli sejarah filsafat disebut sebagai “Filsafat Analitik” yang berkembang di
Eropa terutama di Inggris pada abad XX.
Bahasa pada
hakikatnya merupakan suatu sistem simbol yang tidak hanya merupakan urutan
bunyi-bunyi secara empiris, melainkan memiliki makna yang sifatnya non empiris.
Dengan demikian bahwa bahasa adalah sistem simbol yang memiliki makna,
merupakan alat komunikasi manusia, penuangan emosi manusia serta merupakan
sarana pengejawantahan pemikiran manusia dalan kehidupan sehari-hari terutama
dalam mencari hakikat kebenaran dalam hidupnya.
Rumusan masalah
1.
Apa pengertian filsafat bahasa?
2.
Apa objek filsafat bahasa?
3.
Metode apa saja yang diapakai dalam mempelajari filsafat bahasa?
4.
Apa manfaat mempelajari filsafat bahasa?
Tujuan
1.
Untuk memahami filsafat bahasa
2.
Untuk mengetahui objek filsafat bahasa
3.
Untuk mengetahui metode-metode mempelajari filsafat bahasa
4.
Untuk mengetahui manfaat mempelajari filsafat bahasa
BAB II
ISI
A.
Pengertian Filsafat Bahasa
Filsafat
adalah proses berpikir secara radikal keadaan suatu realitas. Berpikir adalah
berbahasa. Realitas adalah sesuatu yang disimbulkan lewat bahasa. Bahasa tidak
sekedar urutan bunyi yang dapat dicerna secara empiris, tetapi juga kaya dengan
makna yang sifatnya non empiris. Dengan demikian bahasa adalah sarana vital
dalam berfilsafat, yakni sebagai alat untuk mengejawantahkan pikiran tentang
fakta dan realitas yang dipresentasikan lewat simbol bunyi. Tanpa bahasa para
filsuf tidak akan pernah bisa berfilsafat. Sebaliknya, tanpa filsafat kita
tetap mampu berbahasa. Atau ide tak berwujud lepas dari bahasa.[1]
Filsafat
bahasa dalam ruang dunia filsafat dapat dikatakan sebagai suatu hal yang baru.
Istilah ini muncul bersamaan dengan kedenderungan filsafat abad ke-20 yang bersifat logosentris.
Berikut beberapa pandangan para ahli mengenai filsafat bahasa.
Verhaar telah
menunjukkan dua jalan yang terkandung dalam istilah filsafat bahasa, yaitu: 1)
filsafat mengenai bahasa, maksudnya adalah sang filusuf telah memilki sebuah
sistem yang dipakai untuk mendekati bahasa sebagai suatu objek khusus, dan 2)
filsafat berdasarkan bahasa, artinya seorang filusuf ingin berfilsafat dan
menjadikan bahasa sebagai titik pangkal untuk berfilsafat. Bahasa dianggap
sebagai alat yang dapat mengungkapkan gerak-gerik hati manusia, terutama ia
berpikir, bagaimana pandangannya mengenai dunia dan manusia itu sendiri tanpa
terlebih dahulu menyusun sistemnya. Jadi seorang filosof menganut paham bahwa
bahasa mencerminkan “visi kodrati” yang dapat dipakai sebagai sumber berharga
untuk berfilsafat.[2]
Menurut Rizal
Mustansyir, filsafat bahasa ialah suatu penyelidikan secara mendalam terhadap
bahasa yang digunakan dalam filsafat, sehingga dapat dibedakan penyataan
filsafat yang mengandung makna (meaningfull) dengan yang tidak bermakna
(meaningless).
Filsafat
bahasa yaitu suatu bidang filsafat khusus yang membahas tentang hakikat bahasa,
unsur-unsur pembentuk bahasa, hubungan bahasa dengan pikiran manusia, hakikat
bahasa sebagai sarana komunikasi dalam kaitannya dengan kehidupan manusia.[3]
Filsafat
bahasa merupakan salah satu cabang filsafat yang mengandalkan anilisis
penggunaan bahasa, karena banyak masalah-masalah dan konsep filsafat yang hanya
dapat dijelaskan melalui analisis bahasa karena merupakan sarana yang vital
dalam filsafat.
B.
Objek Filsafat Bahasa
Kata “objek”
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mengandung lima pengertian, yaitu 1) hal,
perkara, atau orang yang menjadi pokok pembicaraan, 2) benda, hal, dan
sebagainya yang dijadikan sasaran untuk diteliti atau diperhatikan, 3)
pelengkap dalam kalimat, 4) hal atau benda yang menjadi sasaran usaha sambilan,
5) bayangan dari suatu sistem lensa.
Dalam konteks
ilmu pengetahuan, pengertian “objek” adalah hal, benda, atau perkara
yang menjadikan sasaran penelitian atau
studi. Biasanya objek ilmu pengetahuan dibedakan menjadi dua, yaitu objek
meterial (material objek) dan objek formal (formal object).
Objek
material ialah benda, hal atau bahan yang menjadi objek, bidang atau sasaran
penelitan. Misalnya, manusia merupakan objek material dari ilmu psikologi,
biologi, sosiologi, dan sejarah. Sedangkan benda mati, merupakan objek material
dari ilmu pengetahuan alam (fisika, astronomi dan kimia). Sedangkan objek
formal ialah aspek atau sudut pandang tertentu terhadap objek materialnya.
Dengan
demikian objek material filsafat ialah seluruh yang ada (al-maujudah), baik
yang dapat dirasakan maupun yang tidak, baik yang konkrit maupun yang abstrak.
Seluruh yang ada itu, bisa menyangkut keyakinan (Tuhan), alam semesta, manusia,
dan segala hal yang berhubungan dengannya, seperti bahasa, hukum, politik,
seni, sains, sejarah, agama, teologi, ekonomi, pendidikan, budaya, dan sebagainya.
Sedangkan objek formal dari filsafat ialah sudut pandang yang menyeluruh
sehingga dapat mencapai hakikat objek meterialnya, yaitu seluruh yang ada di
dunia ini.
Menurut Rizal mustansyir, objek material filsafat bahasa
adalah bahasa kefilsafatan atau bahasa yang dipergunakan dalam filsafat.
Sedangkan objek formal filsafat bahasa adalah pandangan filsafati atau tinjauan
secara filsafati. Sedangkan menurut Asep Ahmad Hidayat, bahwa objek meterial
filsafat bahasa adalah bahasa itu sendiri secera umum. Hal yang membedakan
dengan ilmu bahasa atu linguistik dan yang lainnya adalah terletak pada objek
formalnya, yaitu mengenai sudut pandang terhadap bahasa dilihat dari aspek
ontologi, epistimologi dan aksiologi bahasa.[4]
C.
Metode Mempelajari Filsafat Bahasa
Kata “metode”
merupakan kata turunan dari bahasa Yunani, yaitu dari kata meta dan kata
hodos. Kata meta artinya menuju, malalui, sesudah, dan mengikuti,
dan kata hodos artinya cara, jalan atau arah. Dalam dunia ilmu
pengetahuan, kata metode sering diartikan sebagai jalam berpikir dalam bidang
penelitian untuk memperoleh pengetahuan. Atau merupakan salah satu langkah dari
seluruh prosedur (metodologi) penelitian tentang pengetahuan.
Terdapat lima metode yang dapat digunakan untuk mempelajari filsafat bahasa.
Kelima metode itu adalah :
1. Metode Historis
2. Metode Sistematis
3. Metode Kritis
4. Metode Analisa
Abstrak
5. Metode Intuitif
Metode historis atau metode sejarah adalah suatu metode pengkajian filsafat
yang didasarkan pada prinsip-prinsip metode historigrafi yangf meliputi
empat tahapan: heuristic, kritik, intepretasi, dan historigrafi.
Heuristic artinya penentuan sumber kajian. Intepretasi artinya melakukan
intepretasi terhadap isi sebuah sumber kajian atau pemikiran seorang ahli
filsafat mengenai pemikirannya disekitar bahasa. Sedangkan historigrafi
adalah tahapan penulisan dalam bentuk rangkaian cerita sejarah. Dalam
konteks ini adalah cerita sejarah filsafat bahasa.
Metode sistematis adalah metode
pembahasan filsafat bahasa yang didasarkan pada pendekatan material (isi
pemikiran). Melalui metode ini, seseorang bisa mempelajari filsafat
bahasa mulai dari aspek ontology filsafat bahasa, kemudian dilanjutkan pada
aspek epistemology, dan akhirnya sampai pada pembahasan mengenai aspek
aksiologi filsafat bahasa. Selain itu melalui metode sistematis
ini,seseorang bisa juga mempelajari filsafat bahasa mulai dari salah satu
aliran tertentu dan selanjutnya mempelajari aliran lainnya. Misalnya,
mempelajari aliran bahasa (analitik), kemudian mempelajari aliran lainnya,
seperti positifisme logis, strukturalisme, post strukturalisme dan
postmodernisme.
Metode kritis digunakan oleh mereka yang mempelajari filsafat
tingkat intensif. Biasanya digunakan oleh mahasiswa tingkat pasca
sarjana. Bagi yang menggunakan metode ini haruslah sudah memiliki
pengetahuan filsafat. Mengkritik boleh jadi dengan menentang suatu
pemikiran atau bisa juga mendukung suatu pemikiran. Metode semacam ini
telah dilakukan oleh George Moore ketika mengkritisi filsafat
hegalianisme (neo idealisme) di Inggris dengan cara mengkritisi
pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh para filsuf hegalianisme.
Selanjutnya diteruskan oleh para peletak dasar aliran analisa bahasa, seperti B.
Russel dan Wittgestein.
Metode analisis abstrak yaitu dengan cara
melakukan kegiatan urai setiap fenomena kebahasaan dengan cara
memilah-milah. Selanjutnya dilakukan generalisir secara abstrak sesuai
dengan kaidah berfikir logis. Analisis dilakukan dengan cara memadukan
analisis logis deduksi dengan analisis induksi sebagaimana yang telah dilakukan
B. Russel.
Metode intuitif, yaitu dengan
melakukan introspeksi intuitif dan dengan memakai symbol-simbol. Metode
ini telah lama dipraktekkan oleh para ahli tasawuf (Islam) dan mengungkap
hakikat kebahasaan secara kasyaf. Di dunia barat, tokoh yang telah
mempraktekkan metode ini adalah Henry Bergson.[5]
D.
Manfaat Mempelajari Filsafat Bahasa
Berfilsafat adalah
berusaha menemukan kebenaran (realitas yang sesungguhnya) tentang segala
sesuatu dengan berpikir serius. Kecakapan berpikir serius sangat
diperlukan oleh setiap orang. Banyak persoalan yang tidak dapat di
selesaikan sampai saat ini. Hal ini dikarenakan karena persoalan
tidak ditangani secara serius, hanya diwacanakan saja. Mempelajari
filsafat (termasuk filsafat bahasa) adalah berlatih secara serius untuk mampu
menyelesaikan suatu persoalan yang sedang dihadapi dengan cara menghadapi
persoalan dengan tuntas dan logis. Seseorang tidak akan memiliki
kemampuan seperti ini jika ia tidak melatihnya. Masih banyak manfaat yang
dapat kita peroleh dengan mempelajari bahasa, diantaranya adalah :[6]
1. Menambah pengetahuan baru
2. Bisa berpikir logis
3. Biasa berpikir analitik dan kritis
4. Terlatih untuk menyelesaikan masalah
secara kritis, analitik dan logis
5. Melatih berpikir jernih dan cerdas
6. Melatih berpikir obyektif
BAB III
KESIMPULAN
Filsafat
bahasa yaitu suatu bidang filsafat khusus yang membahas tentang hakikat bahasa,
unsur-unsur pembentuk bahasa, hubungan bahasa dengan pikiran manusia, hakikat
bahasa sebagai sarana komunikasi dalam kaitannya dengan kehidupan manusia.
Menurut Rizal Mustansyir, filsafat bahasa ialah suatu penyelidikan sedara
mendalam terhadap bahasa yang digunakan dalam filsafat, sehingga dapat
dibedakan penyataan filsafat yang mengandung makna (meaningfull) dengan
yang tidak bermakna (meaningless).
Objek dari
filsafat bahasa dibagi menjadi dua yaitu: objek material dan objek formal.
Terdapat lima metode yang dapat digunakan untuk mempelajari filsafat
bahasa. Kelima metode itu adalah :
1. Metode Historis
2. Metode Sistematis
3. Metode Kritis
4. Metode Analisa
Abstrak
5. Metode Intuitif
Diantara
manfaat mempelajari filsafat bahasa yaitu:
1. Menambah pengetahuan baru
2. Bisa berpikir logis
3. Biasa berpikir analitik dan kritis
4. Terlatih untuk menyelesaikan masalah
secara kritis, analitik dan logis
5. Melatih berpikir jernih dan cerdas
6. Melatih berpikir obyektif
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, A. Chaedar. 2008. Filsafat Bahasa dan Pendidikan.
Bandung. Remaja Rosdakarya.
Djojosuroto, Kinayati.2006. Filsafat Bahasa. Yogyakarta. Pustaka
Book Publisher.
Hidayat
,Asep Ahmad.2006. Filsafat Bahasa. Bandung. PT Remaj
[1] A. Chaedar Alwasilah, Filsafat Bahasa dan Pendidikan, Bandung,
Remaja Rosdakarya, 2008, hal:14
[2] Asep Ahmad Hidayat, Filsafat Bahasa. Bandung, PT Remaja Rosdakarya,
2006, hal: 12
[3] Kinayati Djojosuroto, Filsafat BahasaI, Yogyakarta, Pustaka
Book Publisher, 2006,hal:33
[4] Asep Ahmad Hidayat, hal 14
[5] Asep Ahmad Hidayat, hal:15-17
[6] Ibid, hal:17
BAB I
PENDAHULUAN
Hubungan bahasa dengan masalah-masalah filsafat telah lama menjadi
perhatian para filusuf, bahkan hal ini telah berlangsung sejak zaman Yunani.
Suatu perubahan terpenting terjadi ketika para filusuf mengetahui bahwa
berbagai macam problem filsafat dapat dijelaskan melalui suatu analisis bahasa.
sebagai contoh problem filsafat yang menyangkut pertanyaan, keadilan, kebaikan,
kebenaran, kewajiban, hakikat ada dan pertanyaan-pertanyaan fundamental lainnya
dapat dijelaskan dengan menggunakan metode analisis bahasa. Tradisi ini oleh
ahli sejarah filsafat disebut sebagai “Filsafat Analitik” yang berkembang di
Eropa terutama di Inggris pada abad XX.
Bahasa pada
hakikatnya merupakan suatu sistem simbol yang tidak hanya merupakan urutan
bunyi-bunyi secara empiris, melainkan memiliki makna yang sifatnya non empiris.
Dengan demikian bahwa bahasa adalah sistem simbol yang memiliki makna,
merupakan alat komunikasi manusia, penuangan emosi manusia serta merupakan
sarana pengejawantahan pemikiran manusia dalan kehidupan sehari-hari terutama
dalam mencari hakikat kebenaran dalam hidupnya.
Rumusan masalah
1.
Apa pengertian filsafat bahasa?
2.
Apa objek filsafat bahasa?
3.
Metode apa saja yang diapakai dalam mempelajari filsafat bahasa?
4.
Apa manfaat mempelajari filsafat bahasa?
Tujuan
1.
Untuk memahami filsafat bahasa
2.
Untuk mengetahui objek filsafat bahasa
3.
Untuk mengetahui metode-metode mempelajari filsafat bahasa
4.
Untuk mengetahui manfaat mempelajari filsafat bahasa
BAB II
ISI
A.
Pengertian Filsafat Bahasa
Filsafat
adalah proses berpikir secara radikal keadaan suatu realitas. Berpikir adalah
berbahasa. Realitas adalah sesuatu yang disimbulkan lewat bahasa. Bahasa tidak
sekedar urutan bunyi yang dapat dicerna secara empiris, tetapi juga kaya dengan
makna yang sifatnya non empiris. Dengan demikian bahasa adalah sarana vital
dalam berfilsafat, yakni sebagai alat untuk mengejawantahkan pikiran tentang
fakta dan realitas yang dipresentasikan lewat simbol bunyi. Tanpa bahasa para
filsuf tidak akan pernah bisa berfilsafat. Sebaliknya, tanpa filsafat kita
tetap mampu berbahasa. Atau ide tak berwujud lepas dari bahasa.[1]
Filsafat
bahasa dalam ruang dunia filsafat dapat dikatakan sebagai suatu hal yang baru.
Istilah ini muncul bersamaan dengan kedenderungan filsafat abad ke-20 yang bersifat logosentris.
Berikut beberapa pandangan para ahli mengenai filsafat bahasa.
Verhaar telah
menunjukkan dua jalan yang terkandung dalam istilah filsafat bahasa, yaitu: 1)
filsafat mengenai bahasa, maksudnya adalah sang filusuf telah memilki sebuah
sistem yang dipakai untuk mendekati bahasa sebagai suatu objek khusus, dan 2)
filsafat berdasarkan bahasa, artinya seorang filusuf ingin berfilsafat dan
menjadikan bahasa sebagai titik pangkal untuk berfilsafat. Bahasa dianggap
sebagai alat yang dapat mengungkapkan gerak-gerik hati manusia, terutama ia
berpikir, bagaimana pandangannya mengenai dunia dan manusia itu sendiri tanpa
terlebih dahulu menyusun sistemnya. Jadi seorang filosof menganut paham bahwa
bahasa mencerminkan “visi kodrati” yang dapat dipakai sebagai sumber berharga
untuk berfilsafat.[2]
Menurut Rizal
Mustansyir, filsafat bahasa ialah suatu penyelidikan secara mendalam terhadap
bahasa yang digunakan dalam filsafat, sehingga dapat dibedakan penyataan
filsafat yang mengandung makna (meaningfull) dengan yang tidak bermakna
(meaningless).
Filsafat
bahasa yaitu suatu bidang filsafat khusus yang membahas tentang hakikat bahasa,
unsur-unsur pembentuk bahasa, hubungan bahasa dengan pikiran manusia, hakikat
bahasa sebagai sarana komunikasi dalam kaitannya dengan kehidupan manusia.[3]
Filsafat
bahasa merupakan salah satu cabang filsafat yang mengandalkan anilisis
penggunaan bahasa, karena banyak masalah-masalah dan konsep filsafat yang hanya
dapat dijelaskan melalui analisis bahasa karena merupakan sarana yang vital
dalam filsafat.
B.
Objek Filsafat Bahasa
Kata “objek”
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mengandung lima pengertian, yaitu 1) hal,
perkara, atau orang yang menjadi pokok pembicaraan, 2) benda, hal, dan
sebagainya yang dijadikan sasaran untuk diteliti atau diperhatikan, 3)
pelengkap dalam kalimat, 4) hal atau benda yang menjadi sasaran usaha sambilan,
5) bayangan dari suatu sistem lensa.
Dalam konteks
ilmu pengetahuan, pengertian “objek” adalah hal, benda, atau perkara
yang menjadikan sasaran penelitian atau
studi. Biasanya objek ilmu pengetahuan dibedakan menjadi dua, yaitu objek
meterial (material objek) dan objek formal (formal object).
Objek
material ialah benda, hal atau bahan yang menjadi objek, bidang atau sasaran
penelitan. Misalnya, manusia merupakan objek material dari ilmu psikologi,
biologi, sosiologi, dan sejarah. Sedangkan benda mati, merupakan objek material
dari ilmu pengetahuan alam (fisika, astronomi dan kimia). Sedangkan objek
formal ialah aspek atau sudut pandang tertentu terhadap objek materialnya.
Dengan
demikian objek material filsafat ialah seluruh yang ada (al-maujudah), baik
yang dapat dirasakan maupun yang tidak, baik yang konkrit maupun yang abstrak.
Seluruh yang ada itu, bisa menyangkut keyakinan (Tuhan), alam semesta, manusia,
dan segala hal yang berhubungan dengannya, seperti bahasa, hukum, politik,
seni, sains, sejarah, agama, teologi, ekonomi, pendidikan, budaya, dan sebagainya.
Sedangkan objek formal dari filsafat ialah sudut pandang yang menyeluruh
sehingga dapat mencapai hakikat objek meterialnya, yaitu seluruh yang ada di
dunia ini.
Menurut Rizal mustansyir, objek material filsafat bahasa
adalah bahasa kefilsafatan atau bahasa yang dipergunakan dalam filsafat.
Sedangkan objek formal filsafat bahasa adalah pandangan filsafati atau tinjauan
secara filsafati. Sedangkan menurut Asep Ahmad Hidayat, bahwa objek meterial
filsafat bahasa adalah bahasa itu sendiri secera umum. Hal yang membedakan
dengan ilmu bahasa atu linguistik dan yang lainnya adalah terletak pada objek
formalnya, yaitu mengenai sudut pandang terhadap bahasa dilihat dari aspek
ontologi, epistimologi dan aksiologi bahasa.[4]
C.
Metode Mempelajari Filsafat Bahasa
Kata “metode”
merupakan kata turunan dari bahasa Yunani, yaitu dari kata meta dan kata
hodos. Kata meta artinya menuju, malalui, sesudah, dan mengikuti,
dan kata hodos artinya cara, jalan atau arah. Dalam dunia ilmu
pengetahuan, kata metode sering diartikan sebagai jalam berpikir dalam bidang
penelitian untuk memperoleh pengetahuan. Atau merupakan salah satu langkah dari
seluruh prosedur (metodologi) penelitian tentang pengetahuan.
Terdapat lima metode yang dapat digunakan untuk mempelajari filsafat bahasa.
Kelima metode itu adalah :
1. Metode Historis
2. Metode Sistematis
3. Metode Kritis
4. Metode Analisa
Abstrak
5. Metode Intuitif
Metode historis atau metode sejarah adalah suatu metode pengkajian filsafat
yang didasarkan pada prinsip-prinsip metode historigrafi yangf meliputi
empat tahapan: heuristic, kritik, intepretasi, dan historigrafi.
Heuristic artinya penentuan sumber kajian. Intepretasi artinya melakukan
intepretasi terhadap isi sebuah sumber kajian atau pemikiran seorang ahli
filsafat mengenai pemikirannya disekitar bahasa. Sedangkan historigrafi
adalah tahapan penulisan dalam bentuk rangkaian cerita sejarah. Dalam
konteks ini adalah cerita sejarah filsafat bahasa.
Metode sistematis adalah metode
pembahasan filsafat bahasa yang didasarkan pada pendekatan material (isi
pemikiran). Melalui metode ini, seseorang bisa mempelajari filsafat
bahasa mulai dari aspek ontology filsafat bahasa, kemudian dilanjutkan pada
aspek epistemology, dan akhirnya sampai pada pembahasan mengenai aspek
aksiologi filsafat bahasa. Selain itu melalui metode sistematis
ini,seseorang bisa juga mempelajari filsafat bahasa mulai dari salah satu
aliran tertentu dan selanjutnya mempelajari aliran lainnya. Misalnya,
mempelajari aliran bahasa (analitik), kemudian mempelajari aliran lainnya,
seperti positifisme logis, strukturalisme, post strukturalisme dan
postmodernisme.
Metode kritis digunakan oleh mereka yang mempelajari filsafat
tingkat intensif. Biasanya digunakan oleh mahasiswa tingkat pasca
sarjana. Bagi yang menggunakan metode ini haruslah sudah memiliki
pengetahuan filsafat. Mengkritik boleh jadi dengan menentang suatu
pemikiran atau bisa juga mendukung suatu pemikiran. Metode semacam ini
telah dilakukan oleh George Moore ketika mengkritisi filsafat
hegalianisme (neo idealisme) di Inggris dengan cara mengkritisi
pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh para filsuf hegalianisme.
Selanjutnya diteruskan oleh para peletak dasar aliran analisa bahasa, seperti B.
Russel dan Wittgestein.
Metode analisis abstrak yaitu dengan cara
melakukan kegiatan urai setiap fenomena kebahasaan dengan cara
memilah-milah. Selanjutnya dilakukan generalisir secara abstrak sesuai
dengan kaidah berfikir logis. Analisis dilakukan dengan cara memadukan
analisis logis deduksi dengan analisis induksi sebagaimana yang telah dilakukan
B. Russel.
Metode intuitif, yaitu dengan
melakukan introspeksi intuitif dan dengan memakai symbol-simbol. Metode
ini telah lama dipraktekkan oleh para ahli tasawuf (Islam) dan mengungkap
hakikat kebahasaan secara kasyaf. Di dunia barat, tokoh yang telah
mempraktekkan metode ini adalah Henry Bergson.[5]
D.
Manfaat Mempelajari Filsafat Bahasa
Berfilsafat adalah
berusaha menemukan kebenaran (realitas yang sesungguhnya) tentang segala
sesuatu dengan berpikir serius. Kecakapan berpikir serius sangat
diperlukan oleh setiap orang. Banyak persoalan yang tidak dapat di
selesaikan sampai saat ini. Hal ini dikarenakan karena persoalan
tidak ditangani secara serius, hanya diwacanakan saja. Mempelajari
filsafat (termasuk filsafat bahasa) adalah berlatih secara serius untuk mampu
menyelesaikan suatu persoalan yang sedang dihadapi dengan cara menghadapi
persoalan dengan tuntas dan logis. Seseorang tidak akan memiliki
kemampuan seperti ini jika ia tidak melatihnya. Masih banyak manfaat yang
dapat kita peroleh dengan mempelajari bahasa, diantaranya adalah :[6]
1. Menambah pengetahuan baru
2. Bisa berpikir logis
3. Biasa berpikir analitik dan kritis
4. Terlatih untuk menyelesaikan masalah
secara kritis, analitik dan logis
5. Melatih berpikir jernih dan cerdas
6. Melatih berpikir obyektif
BAB III
KESIMPULAN
Filsafat
bahasa yaitu suatu bidang filsafat khusus yang membahas tentang hakikat bahasa,
unsur-unsur pembentuk bahasa, hubungan bahasa dengan pikiran manusia, hakikat
bahasa sebagai sarana komunikasi dalam kaitannya dengan kehidupan manusia.
Menurut Rizal Mustansyir, filsafat bahasa ialah suatu penyelidikan sedara
mendalam terhadap bahasa yang digunakan dalam filsafat, sehingga dapat
dibedakan penyataan filsafat yang mengandung makna (meaningfull) dengan
yang tidak bermakna (meaningless).
Objek dari
filsafat bahasa dibagi menjadi dua yaitu: objek material dan objek formal.
Terdapat lima metode yang dapat digunakan untuk mempelajari filsafat
bahasa. Kelima metode itu adalah :
1. Metode Historis
2. Metode Sistematis
3. Metode Kritis
4. Metode Analisa
Abstrak
5. Metode Intuitif
Diantara
manfaat mempelajari filsafat bahasa yaitu:
1. Menambah pengetahuan baru
2. Bisa berpikir logis
3. Biasa berpikir analitik dan kritis
4. Terlatih untuk menyelesaikan masalah
secara kritis, analitik dan logis
5. Melatih berpikir jernih dan cerdas
6. Melatih berpikir obyektif
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, A. Chaedar. 2008. Filsafat Bahasa dan Pendidikan.
Bandung. Remaja Rosdakarya.
Djojosuroto, Kinayati.2006. Filsafat Bahasa. Yogyakarta. Pustaka
Book Publisher.
Hidayat
,Asep Ahmad.2006. Filsafat Bahasa. Bandung. PT Remaj
[1] A. Chaedar Alwasilah, Filsafat Bahasa dan Pendidikan, Bandung,
Remaja Rosdakarya, 2008, hal:14
[2] Asep Ahmad Hidayat, Filsafat Bahasa. Bandung, PT Remaja Rosdakarya,
2006, hal: 12
[3] Kinayati Djojosuroto, Filsafat BahasaI, Yogyakarta, Pustaka
Book Publisher, 2006,hal:33
[4] Asep Ahmad Hidayat, hal 14
[5] Asep Ahmad Hidayat, hal:15-17
[6] Ibid, hal:17
No comments:
Post a Comment