Thursday, June 13, 2019

Filsafat Bahasa (A)



BAB I
PENDAHULUAN
Hubungan bahasa dengan masalah-masalah filsafat telah lama menjadi perhatian para filusuf, bahkan hal ini telah berlangsung sejak zaman Yunani. Suatu perubahan terpenting terjadi ketika para filusuf mengetahui bahwa berbagai macam problem filsafat dapat dijelaskan melalui suatu analisis bahasa. sebagai contoh problem filsafat yang menyangkut pertanyaan, keadilan, kebaikan, kebenaran, kewajiban, hakikat ada dan pertanyaan-pertanyaan fundamental lainnya dapat dijelaskan dengan menggunakan metode analisis bahasa. Tradisi ini oleh ahli sejarah filsafat disebut sebagai “Filsafat Analitik” yang berkembang di Eropa terutama di Inggris pada abad XX.
Bahasa pada hakikatnya merupakan suatu sistem simbol yang tidak hanya merupakan urutan bunyi-bunyi secara empiris, melainkan memiliki makna yang sifatnya non empiris. Dengan demikian bahwa bahasa adalah sistem simbol yang memiliki makna, merupakan alat komunikasi manusia, penuangan emosi manusia serta merupakan sarana pengejawantahan pemikiran manusia dalan kehidupan sehari-hari terutama dalam mencari hakikat kebenaran dalam hidupnya.
Rumusan masalah
1.      Apa pengertian filsafat bahasa?
2.      Apa objek filsafat bahasa?
3.      Metode apa saja yang diapakai dalam mempelajari filsafat bahasa?
4.      Apa manfaat mempelajari filsafat bahasa?
Tujuan
1.      Untuk memahami filsafat bahasa
2.      Untuk mengetahui objek filsafat bahasa
3.      Untuk mengetahui metode-metode mempelajari filsafat bahasa
4.      Untuk mengetahui manfaat mempelajari filsafat bahasa



BAB II
ISI
A.    Pengertian Filsafat Bahasa
                 Filsafat adalah proses berpikir secara radikal keadaan suatu realitas. Berpikir adalah berbahasa. Realitas adalah sesuatu yang disimbulkan lewat bahasa. Bahasa tidak sekedar urutan bunyi yang dapat dicerna secara empiris, tetapi juga kaya dengan makna yang sifatnya non empiris. Dengan demikian bahasa adalah sarana vital dalam berfilsafat, yakni sebagai alat untuk mengejawantahkan pikiran tentang fakta dan realitas yang dipresentasikan lewat simbol bunyi. Tanpa bahasa para filsuf tidak akan pernah bisa berfilsafat. Sebaliknya, tanpa filsafat kita tetap mampu berbahasa. Atau ide tak berwujud lepas dari bahasa.[1] 
                 Filsafat bahasa dalam ruang dunia filsafat dapat dikatakan sebagai suatu hal yang baru. Istilah ini muncul bersamaan dengan kedenderungan  filsafat abad ke-20 yang bersifat logosentris. Berikut beberapa pandangan para ahli mengenai filsafat bahasa.
                 Verhaar telah menunjukkan dua jalan yang terkandung dalam istilah filsafat bahasa, yaitu: 1) filsafat mengenai bahasa, maksudnya adalah sang filusuf telah memilki sebuah sistem yang dipakai untuk mendekati bahasa sebagai suatu objek khusus, dan 2) filsafat berdasarkan bahasa, artinya seorang filusuf ingin berfilsafat dan menjadikan bahasa sebagai titik pangkal untuk berfilsafat. Bahasa dianggap sebagai alat yang dapat mengungkapkan gerak-gerik hati manusia, terutama ia berpikir, bagaimana pandangannya mengenai dunia dan manusia itu sendiri tanpa terlebih dahulu menyusun sistemnya. Jadi seorang filosof menganut paham bahwa bahasa mencerminkan “visi kodrati” yang dapat dipakai sebagai sumber berharga untuk berfilsafat.[2]
                 Menurut Rizal Mustansyir, filsafat bahasa ialah suatu penyelidikan secara mendalam terhadap bahasa yang digunakan dalam filsafat, sehingga dapat dibedakan penyataan filsafat yang mengandung makna (meaningfull) dengan yang tidak bermakna (meaningless).
                 Filsafat bahasa yaitu suatu bidang filsafat khusus yang membahas tentang hakikat bahasa, unsur-unsur pembentuk bahasa, hubungan bahasa dengan pikiran manusia, hakikat bahasa sebagai sarana komunikasi dalam kaitannya dengan kehidupan manusia.[3]
                 Filsafat bahasa merupakan salah satu cabang filsafat yang mengandalkan anilisis penggunaan bahasa, karena banyak masalah-masalah dan konsep filsafat yang hanya dapat dijelaskan melalui analisis bahasa karena merupakan sarana yang vital dalam filsafat.

B.     Objek Filsafat Bahasa
                 Kata “objek” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mengandung lima pengertian, yaitu 1) hal, perkara, atau orang yang menjadi pokok pembicaraan, 2) benda, hal, dan sebagainya yang dijadikan sasaran untuk diteliti atau diperhatikan, 3) pelengkap dalam kalimat, 4) hal atau benda yang menjadi sasaran usaha sambilan, 5) bayangan dari suatu sistem lensa.
                 Dalam konteks ilmu pengetahuan, pengertian “objek” adalah hal, benda, atau perkara yang menjadikan sasaran  penelitian atau studi. Biasanya objek ilmu pengetahuan dibedakan menjadi dua, yaitu objek meterial (material objek) dan objek formal (formal object).
                 Objek material ialah benda, hal atau bahan yang menjadi objek, bidang atau sasaran penelitan. Misalnya, manusia merupakan objek material dari ilmu psikologi, biologi, sosiologi, dan sejarah. Sedangkan benda mati, merupakan objek material dari ilmu pengetahuan alam (fisika, astronomi dan kimia). Sedangkan objek formal ialah aspek atau sudut pandang tertentu terhadap objek materialnya.
                 Dengan demikian objek material filsafat ialah seluruh yang ada (al-maujudah), baik yang dapat dirasakan maupun yang tidak, baik yang konkrit maupun yang abstrak. Seluruh yang ada itu, bisa menyangkut keyakinan (Tuhan), alam semesta, manusia, dan segala hal yang berhubungan dengannya, seperti bahasa, hukum, politik, seni, sains, sejarah, agama, teologi, ekonomi, pendidikan, budaya, dan sebagainya. Sedangkan objek formal dari filsafat ialah sudut pandang yang menyeluruh sehingga dapat mencapai hakikat objek meterialnya, yaitu seluruh yang ada di dunia ini.
                 Menurut Rizal mustansyir, objek material filsafat bahasa adalah bahasa kefilsafatan atau bahasa yang dipergunakan dalam filsafat. Sedangkan objek formal filsafat bahasa adalah pandangan filsafati atau tinjauan secara filsafati. Sedangkan menurut Asep Ahmad Hidayat, bahwa objek meterial filsafat bahasa adalah bahasa itu sendiri secera umum. Hal yang membedakan dengan ilmu bahasa atu linguistik dan yang lainnya adalah terletak pada objek formalnya, yaitu mengenai sudut pandang terhadap bahasa dilihat dari aspek ontologi, epistimologi dan aksiologi bahasa.[4]
C.     Metode Mempelajari Filsafat Bahasa
                 Kata “metode” merupakan kata turunan dari bahasa Yunani, yaitu dari kata meta dan kata hodos. Kata meta artinya menuju, malalui, sesudah, dan mengikuti, dan kata hodos artinya cara, jalan atau arah. Dalam dunia ilmu pengetahuan, kata metode sering diartikan sebagai jalam berpikir dalam bidang penelitian untuk memperoleh pengetahuan. Atau merupakan salah satu langkah dari seluruh prosedur (metodologi) penelitian tentang pengetahuan.
Terdapat lima metode yang dapat digunakan untuk mempelajari filsafat bahasa.  Kelima metode itu adalah :
1.         Metode Historis
2.         Metode Sistematis
3.         Metode Kritis
4.         Metode Analisa Abstrak
5.         Metode Intuitif
               Metode historis atau metode sejarah adalah suatu metode pengkajian filsafat yang didasarkan pada prinsip-prinsip metode historigrafi yangf meliputi  empat tahapan: heuristic, kritik, intepretasi, dan historigrafi.  Heuristic artinya penentuan sumber kajian.  Intepretasi artinya melakukan intepretasi terhadap isi sebuah sumber kajian atau pemikiran seorang ahli filsafat mengenai pemikirannya disekitar bahasa.  Sedangkan historigrafi adalah tahapan penulisan dalam bentuk rangkaian cerita sejarah.  Dalam konteks ini adalah cerita sejarah filsafat bahasa.
               Metode sistematis adalah metode pembahasan filsafat bahasa yang didasarkan pada pendekatan material (isi pemikiran).  Melalui metode ini, seseorang bisa mempelajari filsafat bahasa mulai dari aspek ontology filsafat bahasa, kemudian dilanjutkan pada aspek epistemology, dan akhirnya sampai pada pembahasan mengenai aspek aksiologi filsafat bahasa.  Selain itu melalui metode sistematis ini,seseorang bisa juga mempelajari filsafat bahasa mulai dari salah satu aliran tertentu dan selanjutnya mempelajari aliran lainnya.  Misalnya, mempelajari aliran bahasa (analitik), kemudian mempelajari aliran lainnya, seperti positifisme logis, strukturalisme, post strukturalisme dan postmodernisme.
               Metode  kritis digunakan oleh mereka yang mempelajari filsafat tingkat intensif.  Biasanya digunakan oleh mahasiswa tingkat pasca sarjana.  Bagi yang menggunakan metode ini haruslah sudah memiliki pengetahuan filsafat.  Mengkritik boleh jadi dengan menentang suatu pemikiran atau bisa juga mendukung suatu pemikiran.  Metode semacam ini telah dilakukan  oleh George Moore ketika mengkritisi filsafat hegalianisme (neo idealisme) di Inggris dengan cara mengkritisi pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh para filsuf hegalianisme.  Selanjutnya diteruskan oleh para peletak dasar aliran analisa bahasa, seperti B. Russel dan Wittgestein.
            Metode analisis abstrak yaitu dengan cara melakukan kegiatan urai setiap fenomena kebahasaan dengan cara memilah-milah.  Selanjutnya dilakukan generalisir secara abstrak sesuai dengan kaidah berfikir logis.  Analisis dilakukan dengan cara memadukan analisis logis deduksi dengan analisis induksi sebagaimana yang telah dilakukan B. Russel.
               Metode intuitif, yaitu dengan melakukan introspeksi intuitif dan dengan memakai symbol-simbol.  Metode ini telah lama dipraktekkan oleh para ahli tasawuf (Islam) dan mengungkap hakikat kebahasaan secara kasyaf.  Di dunia barat, tokoh yang telah mempraktekkan metode ini adalah Henry Bergson.[5]

D.    Manfaat Mempelajari Filsafat Bahasa
                 Berfilsafat adalah  berusaha menemukan kebenaran (realitas yang sesungguhnya) tentang segala sesuatu dengan berpikir serius.  Kecakapan berpikir serius sangat diperlukan oleh setiap orang.  Banyak persoalan yang tidak dapat di selesaikan sampai saat ini.  Hal ini dikarenakan karena persoalan tidak  ditangani secara serius, hanya diwacanakan saja.  Mempelajari filsafat (termasuk filsafat bahasa) adalah berlatih secara serius untuk mampu menyelesaikan suatu persoalan yang sedang dihadapi dengan cara menghadapi persoalan dengan tuntas dan logis.  Seseorang tidak akan memiliki kemampuan seperti ini jika ia tidak melatihnya.  Masih banyak manfaat yang dapat kita peroleh dengan mempelajari bahasa, diantaranya adalah :[6]
1.      Menambah pengetahuan baru
2.      Bisa berpikir logis
3.      Biasa berpikir analitik dan kritis
4.      Terlatih untuk menyelesaikan masalah secara kritis, analitik dan logis
5.      Melatih berpikir jernih dan cerdas
6.      Melatih berpikir obyektif






























BAB III
KESIMPULAN
                 Filsafat bahasa yaitu suatu bidang filsafat khusus yang membahas tentang hakikat bahasa, unsur-unsur pembentuk bahasa, hubungan bahasa dengan pikiran manusia, hakikat bahasa sebagai sarana komunikasi dalam kaitannya dengan kehidupan manusia. Menurut Rizal Mustansyir, filsafat bahasa ialah suatu penyelidikan sedara mendalam terhadap bahasa yang digunakan dalam filsafat, sehingga dapat dibedakan penyataan filsafat yang mengandung makna (meaningfull) dengan yang tidak bermakna (meaningless).
                 Objek dari filsafat bahasa dibagi menjadi dua yaitu: objek material dan objek formal.
                 Terdapat lima metode yang dapat digunakan untuk mempelajari filsafat bahasa.  Kelima metode itu adalah :
1.         Metode Historis
2.         Metode Sistematis
3.         Metode Kritis
4.         Metode Analisa Abstrak
5.         Metode Intuitif
Diantara manfaat mempelajari filsafat bahasa yaitu:
1.      Menambah pengetahuan baru
2.      Bisa berpikir logis
3.      Biasa berpikir analitik dan kritis
4.      Terlatih untuk menyelesaikan masalah secara kritis, analitik dan logis
5.      Melatih berpikir jernih dan cerdas
6.      Melatih berpikir obyektif



DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, A. Chaedar. 2008. Filsafat Bahasa dan Pendidikan. Bandung. Remaja Rosdakarya.
Djojosuroto, Kinayati.2006. Filsafat Bahasa. Yogyakarta. Pustaka Book Publisher.
Hidayat ,Asep Ahmad.2006. Filsafat Bahasa. Bandung. PT Remaj


[1] A. Chaedar Alwasilah, Filsafat Bahasa dan Pendidikan, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2008, hal:14
[2] Asep Ahmad Hidayat, Filsafat Bahasa. Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2006, hal: 12
[3] Kinayati Djojosuroto, Filsafat BahasaI, Yogyakarta, Pustaka Book Publisher, 2006,hal:33
[4] Asep Ahmad Hidayat, hal 14
[5] Asep Ahmad Hidayat, hal:15-17
[6] Ibid, hal:17
BAB I
PENDAHULUAN
Hubungan bahasa dengan masalah-masalah filsafat telah lama menjadi perhatian para filusuf, bahkan hal ini telah berlangsung sejak zaman Yunani. Suatu perubahan terpenting terjadi ketika para filusuf mengetahui bahwa berbagai macam problem filsafat dapat dijelaskan melalui suatu analisis bahasa. sebagai contoh problem filsafat yang menyangkut pertanyaan, keadilan, kebaikan, kebenaran, kewajiban, hakikat ada dan pertanyaan-pertanyaan fundamental lainnya dapat dijelaskan dengan menggunakan metode analisis bahasa. Tradisi ini oleh ahli sejarah filsafat disebut sebagai “Filsafat Analitik” yang berkembang di Eropa terutama di Inggris pada abad XX.
Bahasa pada hakikatnya merupakan suatu sistem simbol yang tidak hanya merupakan urutan bunyi-bunyi secara empiris, melainkan memiliki makna yang sifatnya non empiris. Dengan demikian bahwa bahasa adalah sistem simbol yang memiliki makna, merupakan alat komunikasi manusia, penuangan emosi manusia serta merupakan sarana pengejawantahan pemikiran manusia dalan kehidupan sehari-hari terutama dalam mencari hakikat kebenaran dalam hidupnya.
Rumusan masalah
1.      Apa pengertian filsafat bahasa?
2.      Apa objek filsafat bahasa?
3.      Metode apa saja yang diapakai dalam mempelajari filsafat bahasa?
4.      Apa manfaat mempelajari filsafat bahasa?
Tujuan
1.      Untuk memahami filsafat bahasa
2.      Untuk mengetahui objek filsafat bahasa
3.      Untuk mengetahui metode-metode mempelajari filsafat bahasa
4.      Untuk mengetahui manfaat mempelajari filsafat bahasa



BAB II
ISI
A.    Pengertian Filsafat Bahasa
                 Filsafat adalah proses berpikir secara radikal keadaan suatu realitas. Berpikir adalah berbahasa. Realitas adalah sesuatu yang disimbulkan lewat bahasa. Bahasa tidak sekedar urutan bunyi yang dapat dicerna secara empiris, tetapi juga kaya dengan makna yang sifatnya non empiris. Dengan demikian bahasa adalah sarana vital dalam berfilsafat, yakni sebagai alat untuk mengejawantahkan pikiran tentang fakta dan realitas yang dipresentasikan lewat simbol bunyi. Tanpa bahasa para filsuf tidak akan pernah bisa berfilsafat. Sebaliknya, tanpa filsafat kita tetap mampu berbahasa. Atau ide tak berwujud lepas dari bahasa.[1] 
                 Filsafat bahasa dalam ruang dunia filsafat dapat dikatakan sebagai suatu hal yang baru. Istilah ini muncul bersamaan dengan kedenderungan  filsafat abad ke-20 yang bersifat logosentris. Berikut beberapa pandangan para ahli mengenai filsafat bahasa.
                 Verhaar telah menunjukkan dua jalan yang terkandung dalam istilah filsafat bahasa, yaitu: 1) filsafat mengenai bahasa, maksudnya adalah sang filusuf telah memilki sebuah sistem yang dipakai untuk mendekati bahasa sebagai suatu objek khusus, dan 2) filsafat berdasarkan bahasa, artinya seorang filusuf ingin berfilsafat dan menjadikan bahasa sebagai titik pangkal untuk berfilsafat. Bahasa dianggap sebagai alat yang dapat mengungkapkan gerak-gerik hati manusia, terutama ia berpikir, bagaimana pandangannya mengenai dunia dan manusia itu sendiri tanpa terlebih dahulu menyusun sistemnya. Jadi seorang filosof menganut paham bahwa bahasa mencerminkan “visi kodrati” yang dapat dipakai sebagai sumber berharga untuk berfilsafat.[2]
                 Menurut Rizal Mustansyir, filsafat bahasa ialah suatu penyelidikan secara mendalam terhadap bahasa yang digunakan dalam filsafat, sehingga dapat dibedakan penyataan filsafat yang mengandung makna (meaningfull) dengan yang tidak bermakna (meaningless).
                 Filsafat bahasa yaitu suatu bidang filsafat khusus yang membahas tentang hakikat bahasa, unsur-unsur pembentuk bahasa, hubungan bahasa dengan pikiran manusia, hakikat bahasa sebagai sarana komunikasi dalam kaitannya dengan kehidupan manusia.[3]
                 Filsafat bahasa merupakan salah satu cabang filsafat yang mengandalkan anilisis penggunaan bahasa, karena banyak masalah-masalah dan konsep filsafat yang hanya dapat dijelaskan melalui analisis bahasa karena merupakan sarana yang vital dalam filsafat.

B.     Objek Filsafat Bahasa
                 Kata “objek” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mengandung lima pengertian, yaitu 1) hal, perkara, atau orang yang menjadi pokok pembicaraan, 2) benda, hal, dan sebagainya yang dijadikan sasaran untuk diteliti atau diperhatikan, 3) pelengkap dalam kalimat, 4) hal atau benda yang menjadi sasaran usaha sambilan, 5) bayangan dari suatu sistem lensa.
                 Dalam konteks ilmu pengetahuan, pengertian “objek” adalah hal, benda, atau perkara yang menjadikan sasaran  penelitian atau studi. Biasanya objek ilmu pengetahuan dibedakan menjadi dua, yaitu objek meterial (material objek) dan objek formal (formal object).
                 Objek material ialah benda, hal atau bahan yang menjadi objek, bidang atau sasaran penelitan. Misalnya, manusia merupakan objek material dari ilmu psikologi, biologi, sosiologi, dan sejarah. Sedangkan benda mati, merupakan objek material dari ilmu pengetahuan alam (fisika, astronomi dan kimia). Sedangkan objek formal ialah aspek atau sudut pandang tertentu terhadap objek materialnya.
                 Dengan demikian objek material filsafat ialah seluruh yang ada (al-maujudah), baik yang dapat dirasakan maupun yang tidak, baik yang konkrit maupun yang abstrak. Seluruh yang ada itu, bisa menyangkut keyakinan (Tuhan), alam semesta, manusia, dan segala hal yang berhubungan dengannya, seperti bahasa, hukum, politik, seni, sains, sejarah, agama, teologi, ekonomi, pendidikan, budaya, dan sebagainya. Sedangkan objek formal dari filsafat ialah sudut pandang yang menyeluruh sehingga dapat mencapai hakikat objek meterialnya, yaitu seluruh yang ada di dunia ini.
                 Menurut Rizal mustansyir, objek material filsafat bahasa adalah bahasa kefilsafatan atau bahasa yang dipergunakan dalam filsafat. Sedangkan objek formal filsafat bahasa adalah pandangan filsafati atau tinjauan secara filsafati. Sedangkan menurut Asep Ahmad Hidayat, bahwa objek meterial filsafat bahasa adalah bahasa itu sendiri secera umum. Hal yang membedakan dengan ilmu bahasa atu linguistik dan yang lainnya adalah terletak pada objek formalnya, yaitu mengenai sudut pandang terhadap bahasa dilihat dari aspek ontologi, epistimologi dan aksiologi bahasa.[4]
C.     Metode Mempelajari Filsafat Bahasa
                 Kata “metode” merupakan kata turunan dari bahasa Yunani, yaitu dari kata meta dan kata hodos. Kata meta artinya menuju, malalui, sesudah, dan mengikuti, dan kata hodos artinya cara, jalan atau arah. Dalam dunia ilmu pengetahuan, kata metode sering diartikan sebagai jalam berpikir dalam bidang penelitian untuk memperoleh pengetahuan. Atau merupakan salah satu langkah dari seluruh prosedur (metodologi) penelitian tentang pengetahuan.
Terdapat lima metode yang dapat digunakan untuk mempelajari filsafat bahasa.  Kelima metode itu adalah :
1.         Metode Historis
2.         Metode Sistematis
3.         Metode Kritis
4.         Metode Analisa Abstrak
5.         Metode Intuitif
               Metode historis atau metode sejarah adalah suatu metode pengkajian filsafat yang didasarkan pada prinsip-prinsip metode historigrafi yangf meliputi  empat tahapan: heuristic, kritik, intepretasi, dan historigrafi.  Heuristic artinya penentuan sumber kajian.  Intepretasi artinya melakukan intepretasi terhadap isi sebuah sumber kajian atau pemikiran seorang ahli filsafat mengenai pemikirannya disekitar bahasa.  Sedangkan historigrafi adalah tahapan penulisan dalam bentuk rangkaian cerita sejarah.  Dalam konteks ini adalah cerita sejarah filsafat bahasa.
               Metode sistematis adalah metode pembahasan filsafat bahasa yang didasarkan pada pendekatan material (isi pemikiran).  Melalui metode ini, seseorang bisa mempelajari filsafat bahasa mulai dari aspek ontology filsafat bahasa, kemudian dilanjutkan pada aspek epistemology, dan akhirnya sampai pada pembahasan mengenai aspek aksiologi filsafat bahasa.  Selain itu melalui metode sistematis ini,seseorang bisa juga mempelajari filsafat bahasa mulai dari salah satu aliran tertentu dan selanjutnya mempelajari aliran lainnya.  Misalnya, mempelajari aliran bahasa (analitik), kemudian mempelajari aliran lainnya, seperti positifisme logis, strukturalisme, post strukturalisme dan postmodernisme.
               Metode  kritis digunakan oleh mereka yang mempelajari filsafat tingkat intensif.  Biasanya digunakan oleh mahasiswa tingkat pasca sarjana.  Bagi yang menggunakan metode ini haruslah sudah memiliki pengetahuan filsafat.  Mengkritik boleh jadi dengan menentang suatu pemikiran atau bisa juga mendukung suatu pemikiran.  Metode semacam ini telah dilakukan  oleh George Moore ketika mengkritisi filsafat hegalianisme (neo idealisme) di Inggris dengan cara mengkritisi pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh para filsuf hegalianisme.  Selanjutnya diteruskan oleh para peletak dasar aliran analisa bahasa, seperti B. Russel dan Wittgestein.
            Metode analisis abstrak yaitu dengan cara melakukan kegiatan urai setiap fenomena kebahasaan dengan cara memilah-milah.  Selanjutnya dilakukan generalisir secara abstrak sesuai dengan kaidah berfikir logis.  Analisis dilakukan dengan cara memadukan analisis logis deduksi dengan analisis induksi sebagaimana yang telah dilakukan B. Russel.
               Metode intuitif, yaitu dengan melakukan introspeksi intuitif dan dengan memakai symbol-simbol.  Metode ini telah lama dipraktekkan oleh para ahli tasawuf (Islam) dan mengungkap hakikat kebahasaan secara kasyaf.  Di dunia barat, tokoh yang telah mempraktekkan metode ini adalah Henry Bergson.[5]

D.    Manfaat Mempelajari Filsafat Bahasa
                 Berfilsafat adalah  berusaha menemukan kebenaran (realitas yang sesungguhnya) tentang segala sesuatu dengan berpikir serius.  Kecakapan berpikir serius sangat diperlukan oleh setiap orang.  Banyak persoalan yang tidak dapat di selesaikan sampai saat ini.  Hal ini dikarenakan karena persoalan tidak  ditangani secara serius, hanya diwacanakan saja.  Mempelajari filsafat (termasuk filsafat bahasa) adalah berlatih secara serius untuk mampu menyelesaikan suatu persoalan yang sedang dihadapi dengan cara menghadapi persoalan dengan tuntas dan logis.  Seseorang tidak akan memiliki kemampuan seperti ini jika ia tidak melatihnya.  Masih banyak manfaat yang dapat kita peroleh dengan mempelajari bahasa, diantaranya adalah :[6]
1.      Menambah pengetahuan baru
2.      Bisa berpikir logis
3.      Biasa berpikir analitik dan kritis
4.      Terlatih untuk menyelesaikan masalah secara kritis, analitik dan logis
5.      Melatih berpikir jernih dan cerdas
6.      Melatih berpikir obyektif






























BAB III
KESIMPULAN
                 Filsafat bahasa yaitu suatu bidang filsafat khusus yang membahas tentang hakikat bahasa, unsur-unsur pembentuk bahasa, hubungan bahasa dengan pikiran manusia, hakikat bahasa sebagai sarana komunikasi dalam kaitannya dengan kehidupan manusia. Menurut Rizal Mustansyir, filsafat bahasa ialah suatu penyelidikan sedara mendalam terhadap bahasa yang digunakan dalam filsafat, sehingga dapat dibedakan penyataan filsafat yang mengandung makna (meaningfull) dengan yang tidak bermakna (meaningless).
                 Objek dari filsafat bahasa dibagi menjadi dua yaitu: objek material dan objek formal.
                 Terdapat lima metode yang dapat digunakan untuk mempelajari filsafat bahasa.  Kelima metode itu adalah :
1.         Metode Historis
2.         Metode Sistematis
3.         Metode Kritis
4.         Metode Analisa Abstrak
5.         Metode Intuitif
Diantara manfaat mempelajari filsafat bahasa yaitu:
1.      Menambah pengetahuan baru
2.      Bisa berpikir logis
3.      Biasa berpikir analitik dan kritis
4.      Terlatih untuk menyelesaikan masalah secara kritis, analitik dan logis
5.      Melatih berpikir jernih dan cerdas
6.      Melatih berpikir obyektif



DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, A. Chaedar. 2008. Filsafat Bahasa dan Pendidikan. Bandung. Remaja Rosdakarya.
Djojosuroto, Kinayati.2006. Filsafat Bahasa. Yogyakarta. Pustaka Book Publisher.
Hidayat ,Asep Ahmad.2006. Filsafat Bahasa. Bandung. PT Remaj


[1] A. Chaedar Alwasilah, Filsafat Bahasa dan Pendidikan, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2008, hal:14
[2] Asep Ahmad Hidayat, Filsafat Bahasa. Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2006, hal: 12
[3] Kinayati Djojosuroto, Filsafat BahasaI, Yogyakarta, Pustaka Book Publisher, 2006,hal:33
[4] Asep Ahmad Hidayat, hal 14
[5] Asep Ahmad Hidayat, hal:15-17
[6] Ibid, hal:17

No comments:

Post a Comment

Ucapan selamat hari raya idul fitri 2020 atau 1441 H

Hari raya idul fitri dirayakan oleh umat Islam khususnya yang bertepatan pada bulan Syawal, dengan cara saling meminta maaf kepada orang-ora...